Perubahan dalam kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) belakangan ini menuntut perusahaan dan praktisi Human Resources Development (HRD) untuk berpikir ulang tentang pentingnya transparansi dan kepercayaan antara manajemen dan karyawan. Mahkamah Konstitusi kini mengatur ulang proses PHK yang selama beberapa tahun terakhir sangat sederhana dan efisien, namun juga menimbulkan keresahan bagi para karyawan.
PHK yang dilakukan secara cepat dan tanpa alasan yang jelas sering kali dianggap sebagai solusi praktis untuk mengurangi kerugian perusahaan. Namun, di balik tindakan tersebut, sering kali terjadi karena manajemen merasa karyawan tidak sesuai dengan harapan, tanpa memperhatikan kelemahan sistem atau faktor manajemen yang mungkin menjadi akar masalah. Hasilnya, karyawan menjadi korban kebijakan sepihak tanpa diberi kesempatan untuk berkembang atau memperbaiki kinerjanya.
Dalam kondisi seperti ini, HRD menghadapi tantangan besar: bagaimana menciptakan kembali transparansi dalam manajemen dan mengembalikan kepercayaan karyawan kepada perusahaan. Ketika manajemen tidak transparan, rasa percaya karyawan terhadap perusahaan pun ikut menurun, yang bisa berdampak negatif pada produktivitas dan loyalitas mereka.
"Kepercayaan itu seperti udara yang kita hirup. Ketika ada, kita tidak memperhatikannya, tetapi ketika tidak ada, semua orang merasa kesulitan," - Warren Buffett.
Mengapa Transparansi dan Kepercayaan Kini Penting dalam Perusahaan?
Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil pasca pandemi menunjukkan adanya potensi besar di berbagai sektor industri. Pada triwulan kedua tahun 2024, Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tercatat tumbuh sebesar 5,05% dibandingkan tahun sebelumnya. Sektor-sektor seperti pertanian, kehutanan, dan industri manufaktur menyumbang angka pertumbuhan yang signifikan. Ini menandakan bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki peran penting dalam mendorong ekonomi nasional.
Namun, keberhasilan ini tidak bisa dijadikan alasan untuk mengabaikan aspek-aspek fundamental dalam manajemen, termasuk kepercayaan dan transparansi. Meskipun kebijakan yang tertutup dan PHK yang dilakukan dengan cepat mungkin membantu meningkatkan efisiensi jangka pendek, pada kenyataannya, keberlanjutan perusahaan sangat bergantung pada loyalitas dan keterlibatan karyawan.
Menurut teori manajemen, transparansi dalam kebijakan perusahaan berperan penting dalam membangun lingkungan kerja yang sehat. Ketika karyawan merasa dihargai dan diberi kesempatan untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan, mereka cenderung lebih loyal dan berkomitmen terhadap perusahaan.
"Keterbukaan dalam komunikasi adalah kunci kesuksesan dalam organisasi mana pun," - Jack Welch.
Menakar Dampak Positif Transparansi dan Kepercayaan
Ketika transparansi menjadi budaya perusahaan, karyawan akan lebih mudah memberikan umpan balik yang konstruktif, terutama saat perusahaan menghadapi tantangan atau membutuhkan inovasi baru. Sebaliknya, kurangnya transparansi dan kepercayaan dapat menciptakan ketidakpuasan di kalangan karyawan, yang berpotensi menyebabkan tingkat turnover yang tinggi.
Turnover atau perpindahan karyawan yang tinggi bukan hanya merugikan secara finansial, tetapi juga berisiko mengganggu stabilitas operasional. Dalam jangka panjang, kehilangan karyawan berpengalaman dapat merusak produktivitas dan mempengaruhi citra perusahaan di mata karyawan dan masyarakat luas.
Selain itu, keterbukaan dapat mengurangi konflik internal dan kesalahpahaman. Ketika karyawan merasa didengar dan dilibatkan, mereka akan lebih menghormati kebijakan perusahaan dan memahami tantangan yang dihadapi. Hal ini akan membantu menciptakan budaya kerja yang positif dan harmonis.
Mempertimbangkan Tantangan dan Peran HRD dalam Membangun Kepercayaan
Tentu saja, membangun kepercayaan dan transparansi bukanlah hal yang mudah. Peran HRD menjadi sangat krusial di sini, yaitu sebagai mitra bisnis strategis yang mampu menjembatani kepentingan manajemen dan karyawan. Dave Ulrich, seorang pakar HR terkenal, menyatakan bahwa "HR bukan hanya tentang HR, tetapi tentang menciptakan nilai tambah bagi perusahaan dan pekerja." Dalam konteks ini, nilai tambah yang dimaksud adalah menciptakan hubungan yang harmonis dan saling percaya antara manajemen dan karyawan.
Coba bayangkan, HRD membuka ruang bagi karyawan untuk berbicara---keluhan, masukan, semua didengar. Dialog terbuka menciptakan suasana yang nyaman, transparan. Kemudian, karyawan dilibatkan dalam keputusan-keputusan penting, terutama yang terkait langsung dengan pekerjaan mereka.Â
Rasa dihargai muncul, semangat mereka pun bertambah. Lalu, setiap kebijakan baru atau perubahan disampaikan dengan jujur. Tak ada lagi kebingungan atau rasa cemas yang membuat karyawan ingin meninggalkan perusahaan, hanya komunikasi yang jernih dan keinginan untuk terus berinovasi dan turut membangun perusahaan. Dari sinilah hubungan yang kuat terbentuk---kepercayaan pada manajemen pun tumbuh, menciptakan ikatan yang lebih solid dan harmonis dalam perusahaan.
Menghadapi Persaingan dengan Budaya Transparan: Apa Pentingnya?
Pada akhirnya, transparansi dan kepercayaan bukan hanya soal hubungan antara manajemen dan karyawan. Ini juga bisa menjadi keunggulan kompetitif yang membedakan perusahaan dari para pesaing. Perusahaan yang memiliki budaya kerja yang positif, transparan, dan terbuka akan lebih menarik bagi calon karyawan dan memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dalam jangka panjang.
Membangun transparansi dan kepercayaan memang membutuhkan waktu dan upaya yang besar, namun hasilnya akan sangat berarti bagi stabilitas dan kesuksesan perusahaan di masa depan.
"Kepercayaan adalah dasar dari semua hubungan yang bermakna. Tanpa kepercayaan, kita hanya berjalan di tempat."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H