Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Hukum

"Orang Samaria yang Baik Hati", Seorang Pahlawan atau Penjahat?

15 September 2024   15:59 Diperbarui: 15 September 2024   16:04 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dalam kepercayaan sekelompok orang, tercatat sebuah kisah inspiratif tentang seorang Samaria yang baik hati. Meski berasal dari kelompok sosial yang kerap dipandang sebelah mata dalam konteks keagamaan, ia justru mendemonstrasikan kasih dan welas asih yang luar biasa. Suatu hari, seorang Samaria melewati sebuah jalan sepi dan mendapati seseorang yang terluka parah, tergeletak di jalan. Korban tersebut babak belur dan hartanya sudah habis dirampok.

Dengan hati penuh belas kasihan, orang Samaria itu segera menolong sang korban. Ia membawa korban ke tempat perawatan dan bahkan mengeluarkan uang pribadi untuk memastikan korban mendapat perawatan yang layak. Sebelumnya, dua orang yang dikenal taat beragama telah melewati korban tersebut, namun keduanya memilih untuk tidak menolong dan meninggalkannya begitu saja.

Kisah klasik tentang seorang Samaria mengajarkan kita bahwa tindakan nyata jauh lebih bermakna daripada sekadar label keagamaan. Ia menjadi bukti bahwa kebaikan sejati dapat bersumber dari siapa saja, tanpa memandang latar belakang sosial atau kepercayaan. Namun siapa yang tahu bahwa kisahnya ini adalah sebuah paradoks.

Selanjutnya adalah kisah akhir alternatif yang tidak tercatat dimana-mana. Kali ini kisah orang Samaria yang baik hati berakhir tragis. Sang korban meninggal sebelum sempat berbicara, dan pihak berwajib segera melakukan penyelidikan. Sejumlah saksi dicari untuk memberikan keterangan, yang kemudian dipercaya oleh pihak berwenang. Dalam putaran nasib yang memilukan, orang Samaria yang mulanya adalah penolong justru dituduh sebagai pelaku kejahatan. Ia dijadikan tersangka dan kebenaran memutuskan akhir hidupnya. Orang Samaria itu dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. 

Sistem peradilan yang seharusnya menjadi benteng keadilan memutuskan untuk menghancurkan orang yang dianggap penjahat itu.
Orang Samaria itu menjalani hukuman penjara seumur hidup, dihukum sebagai sampah masyarakat yang dianggap membahayakan ketenteraman publik. Ia, yang mungkin seharusnya dipuji sebagai pahlawan, justru berakhir di balik jeruji besi. Publik tidak mengetahui hal ini, tapi segelintir orang tahu.

Namun, setelah tujuh tahun berlalu, secercah harapan muncul. Tiba-tiba media massa, masyarakat yang prihatin, serta berbagai pihak yang merasa tergugah oleh ketidakadilan ini mulai bergerak. Mereka menemukan saksi-saksi baru yang bersedia memberikan kesaksian di pengadilan. Saksi-saksi ini menyatakan bahwa orang Samaria tersebut tidak terlihat melakukan apa pun yang mencurigakan terhadap korban. Malahan, korban tewas akibat kecelakaan tunggal, bukan karena ulah orang lain.

Kisah ini menggugah perhatian publik. Memang masyarakat tidak menyadari bahwa dua orang yang sebelumnya melewati korban tanpa menolong dan dianggap rohani, memilih untuk diam dan tidak berbuat apa-apa. Sebuah paradoks. Mereka sampai saat ini tak terlacak oleh siapapun, tapi mereka aman. Sementara orang Samaria yang baik hati malah dihancurkan oleh sistem.

Kini, masyarakat menunggu keputusan akhir pengadilan. Bila hakim menyatakan orang Samaria itu memang baik hati dan tak bersalah, pertanyaannya adalah: apakah kebaikan seseorang dalam sistem ini justru dapat menjadi bumerang yang menghancurkan hidupnya? Jika orang Samaria itu benar dibebaskan dari penjara seumur hidup, kisah ini tak hanya tentang satu individu, melainkan juga tentang kegagalan sistem dalam melindungi warganya.

Orang Samaria itu mengakui bahwa tekanan dan interogasi yang tidak manusiawi membuatnya tak berdaya, dan meskipun ia dikenal sebagai orang baik hati, ia tetap divonis sebagai penjahat yang tak terampuni. Proses penangkapan dan interogasi yang dialami oleh orang Samaria ini membuka sisi gelap dari sistem hukum. Pengakuan yang diperoleh melalui kekerasan dan tekanan menunjukkan bahwa keadilan yang seharusnya ditegakkan justru disalahgunakan.

Kisah alternatif orang Samaria yang baik hati dan kisah orang-orang yang dipenjara karena kasus Vina Cirebon memang tidak sama. Namun keduanya mirip dimana sistem memenjarakan orang baik.

Pertanyaan yang tersisa bagi kita semua adalah: akankah kita hidup seperti orang Samaria yang baik hati namun dapat berakhir tragis, atau seperti dua orang yang mengabaikan korban namun hidup dengan aman dan damai?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun