Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Kontrak atau Permanen itu Celah, di Saat-saat Sulit Tak Ada Alasan Perusahaan Tak Menggunakannya

20 Agustus 2023   21:52 Diperbarui: 21 Agustus 2023   01:33 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ada suatu celah yang sering menjadi perselisihan antara karyawan dan perusahaan. Celah ini banyak dipakai oleh perusahaan untuk mengerdilkan status karyawan. Celah tersebut adalah status karyawan, apakah hubungan perusahaan dan karyawan berdasarkan perjanjian PKWT atau PKWTT, apa karyawan berstatus kontrak atau permanen.

Ada saja perusahaan yang tidak membuat karyawannya berstatus permanen. Ketika seorang karyawan bekerja di perusahaan dan bekerja baik-baik. Mereka tidak membantah peraturan atau cara perusahaan memperlakukannya sekalipun tak sesuai undang-undang dan nilai-nilai perusahaan. Maka tidak ada alasan mengapa saat-saat sulit perusahaan tidak memprioritaskan penggunaan celah ini.

Diam, saat karyawan tak beruntung 

Perusahaan yang berselisih dan mengakhiri perselisihan itu di pengadilan umumnya karyawannya berstatus kontrak. Karyawan merasa dirugikan. Apapun pekerjaan sang karyawan dan kapan dikerjakannya, perusahaan menetapkan karyawannya berstatus kontrak. Bahkan setelah bekerja selama puluhan tahun, karyawan masih berstatus kontrak. Sehingga ketika terjadi perselisihan, perusahaan dengan efisiennya melakukan PHK pada karyawan; Artinya perusahaan diuntungkan dengan uang pisah yang minimal.

Sayangnya banyak pengacara dan bagian personalia berdiam diri saat karyawan-karyawan yang dirugikan oleh perusahaan. Sesungguhnya mereka yang berdiam diri ini patut dianggap sama tidak baiknya dengan perusahaan itu.

Apakah pekerja yang tidak diangkat menjadi pegawai tetap sebenarnya berstatus karyawan tetap? Dalam kondisi apa seseorang tidak dapat diangkat sebagai karyawan permanen.

Ketulusan. Tak ada warisan lain yang sama berharganya

Pada dasarnya undang-undang telah menetapkan prinsip-prinsip status karyawan dengan cukup jelas. Pasal-pasal yang mengatur karyawan boleh dikontrak telah mencatat sifat-sifat pekerjaan yang tidak perlu dipermanenkan.

Namun pada intinya perusahaan tak mau mengeluarkan jumlah uang yang relatif besar. Sehingga kalau bisa, perusahaan menetapkan karyawannya berstatus kontrak abadi. Sebab pada prakteknya PHK dapat terjadi karena begitu banyak kondisi. Mulai dari perubahan sikap karyawan, sampai penurunan pendapatan perusahaan. Di lain pihak negara dengan segala keterbatasannya tak mampu mengontrol setiap perusahaan dalam menetapkan status karyawan.

Amat mungkin perusahaan tahu bahwa tanpa pengangkatan resmi menjadi karyawan tetap, sebenarnya karyawan otomatis berstatus tetap. Namun perusahaan memanfaatkan kedunguan karyawan, bahwa karyawan dianggap tak tahu tentang status ini. Sehingga lebih baik karyawan berpikir bahwa status mereka kontrak. 

Mungkin juga perusahaan memanfaatkan kekhawatiran karyawan, bahwa karyawan takut tidak dipekerjakan bila menuntut statusnya menjadi tetap. Sehingga daripada tidak bekerja, lebih baik karyawan menerima status kontrak mereka. Sederhananya, perusahaan sebenarnya tidak tulus dalam berusaha.

Pertanyaan apakah status karyawan kontrak atau permanen itu penting, sebab pada akhirnya banyak dari kita harus menjawab pertanyaan sederhana.

Jangan berhenti bertanya, paling tidak pada diri sendiri

Dalam kasus-kasus di bawah ini mari kita mempelajari beberapa kondisi dimana seharusnya karyawan sudah mendapat status permanen. Mereka berjuang sampai pengadilan, supaya memperoleh pesangon yang layak. Disitulah pentingnya. Setelah mempelajari kondisi-kondisi melalui keputusan hakim, selanjutnya kita perlu bertanya apa karyawan di sekeliling kita seharusnya bernasib sama seperti mereka.

Status Kontrak, status di antara kekhawatiran dan kehilangan kesempatan

Dari 6 kasus PHI terpilih secara acak di tahun 2021-2023 yang masuk ke pengadilan dan telah mempunyai kekuatan tetap, hampir semua kasus dimenangkan oleh karyawan; kecuali satu kasus di Mataram. Artinya semua perusahaan bersalah dan semua karyawan kontrak benar, karena setelah diputuskan oleh hakim, ternyata sebenarnya status mereka adalah karyawan permanen. 

Ada kasus di Surabaya, karena efisiensi perusahaan real estate developer melakukan PHK pada karyawan kontraknya. Perusahaan jasa boga di Serang, perusahaan kelapa sawit di Banyuasin, perusahaan packaging di Medan dan perusahaan pengupas kelapa di Gorontalo tak mau mempermanenkan karyawannya. Di pengadilan, mereka semua kalah, karena hakim menetapkan status semua karyawan yang berselisih itu menjadi permanen.

Perkecualian ada pada kasus di Mataram, dimana karyawan kalah. Hanya saja putusan hakim tidak wajar, karena menganggap karyawan tidak mengajukan Nota Pemeriksaan Khusus dari pengawas ketenagakerjaan berdasarkan Permenaker 33 tahun 2016 Pasal 34 ayat 1 dan 4. Dasar putusan ini tidak pernah dijumpai di putusan PHI manapun. 

Lebih lagi permenaker dalam pasal tersebut sebenarnya mengatur tentang pengawasan K3 untuk industri tertentu, tidak ada hubungannya dengan status karyawan. Keputusan yang tidak wajar dibandingkan dengan keputusan lainnya. Artinya mungkin saja bila diajukan ke kasasi, hakim agung akan menyatakan putusan Judex Facti perlu diperbaiki.

Banyak yang menganggap pekerjaan dan status kontrak itu tidak penting, sebab yang penting mendapat pekerjaan itu sendiri. Ketika mempersoalkan status, karyawan khawatir bisa-bisa pekerjaannya bermasalah; Hal ini dapat dimengerti. Karena itu penting bagi karyawan kontrak untuk mengerti apa yang tidak dijelaskan, membaca situasi dari apa yang tidak dituliskan, supaya kelak bila memang pekerjaannya bermasalah, ia mendapat hak-haknya yang wajar.

Mereka yang Harian Lepas seharusnya berstatus permanen

Sejumlah kasus perselisihan tentang status harian lepas juga menarik. Karena dari 3 kasus terpilih secara acak di periode tahun yang sama, maka 2 diantaranya dimenangkan oleh karyawan. Hanya 1 kasus di Banda Aceh dimana karyawan sebuah perusahaan pemrosesan ikan kalah.

Kasus di Aceh ini menarik, karena karyawan di perusahaan itu kebanyakan bekerja pada rata-rata 40 jam seminggu. Betul, ada sejumlah hari dimana karyawan dirumahkan karena jumlah ikan yang ditangkap nelayan dan dipasok ke pabriknya itu tidak menentu. Status karyawan tersebut dianggap buruh harian lepas, namun karyawan menuntut statusnya adalah tetap setelah bertahun-tahun bekerja dan terjadi perselisihan.

Hakim tidak mengabulkan permohonan karyawan, karena hakim menganggap perusahaan memang tak dapat mengontrol pasokan bahan baku ikan, ada kalanya banyak dan ada kalanya sedikit, sehingga semua karyawannya tetap dianggap harian lepas.

Semua kasus buruh harian lepas terpilih secara acak ada di Palembang. Salah satu perusahaan, dalam kurun waktu 2 tahun, pengadilan menetapkan bahwa di perusahaan itu 2 karyawannya sebenarnya adalah karyawan tetap, namun dipekerjakan sebagai buruh harian lepas. Perusahaan lainnya adalah perusahaan kelapa sawit yang juga tak mau mengangkat buruhnya walau sudah bekerja lebih dari 3 bulan. Hakim memenangkan karyawan, karena menganggap karyawan sawit seharusnya permanen, bukan dikontrak terus.

Tak dapat melihat masalahnya dimana

Sebenarnya kasus di atas menunjukan bahwa sebagian besar karyawan berada dalam masalah, posisinya dirugikan, baik karena didasari oleh kepolosan maupun oleh kekhawatiran karyawan. Bagi karyawan kontrak bahkan tak dapat melihat masalahnya dimana. Solusi sederhana tidak ada. Yang tersisa hanya pertanyaan. Pertanyaannya adalah apakah perlu penguatan hukum untuk kasus ini.

Kelemahan undang-undang yang terkait ketenagakerjaan adalah tidak adanya hukuman bagi perusahaan yang mengakali karyawannya. 'Hukuman' yang ada adalah pemenuhan kewajiban sesuai dengan undang-undang, yang sebenarnya bukan hukuman, tapi memang kewajiban perusahaan.

Bila tak ada hukuman yang jelas bagi perusahaan, maka jauh ke depan, para raksasa kapitalis akan tetap mengerdilkan karyawannya. Yang terpenting adalah Anda benar-benar mengakui adanya masalah. Selanjutnya mari berperan mencoba dan menginspirasi orang-orang kunci di perusahaan Anda, sehingga karyawan kontrak yang tak beruntung, bisa mencicipi kue yang memang layak mereka dapatkan.

Referensi:

  1. PKWT: nomor 15-17/2021/PN MTR, 72k/2022, 978k/2022, 1793k/2022, 1812k/2022, 3/2023/PN GTO.

  2. Putusan Harian Lepas: nomor 5/2023/PN BNA, 888k/2022, 38/2020/PN PLG, 1390k/2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun