Mohon tunggu...
Jusak
Jusak Mohon Tunggu... Konsultan - Pelatih Hukum Ketenagakerjaan Pro Bono dan Direktur Operasional di Lembaga Pendidikan

Memberi pelatihan kasus-kasus ketenagakerjaan berdasarkan putusan hakim, teamwork, kepemimpinan. Dalam linkedin, Jusak.Soehardja memberikan konsultasi tanpa bayar bagi HRD maupun karyawan yang mencari solusi sengketa ketenagakerjaan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Mengundurkan Diri Saat "Badai", Bisakah Karyawan Mengharapkan Kebaikan Perusahaan?

14 Agustus 2023   21:39 Diperbarui: 14 Agustus 2023   21:42 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Worklife. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Di saat-saat sulit, 'badai' menimpa karyawan, rasanya karyawan ingin keluar saja dari perusahaan. Bos yang sewenang-wenang, gaji kecil dan tekanan berat adalah alasan umum karyawan ingin keluar. Bahkan riset Gallup menyebutkan 70% karyawan keluar adalah karena bosnya (1). Atas alasan itu dan alasan kemanusiaan, karyawan rasanya ingin minta di PHK saja. 

Hal demikian terjadi di tahun 2023. Ada pemberitaan surat kabar atas pembayaran gaji karyawan yang tersendat di Solo. Sebuah perusahaan kontraktor yang membangun salah satu rumah ibadah di daerah itu tidak membayar gaji karyawannya dengan konsisten. (2) Gaji mereka dicicil bahkan dibayar bulan berikutnya sampai terlambat sebulan. Apa lebih baik mengundurkan diri saja dan minta pesangon?

Sebenarnya bukan hanya mereka, tapi juga puluhan karyawan rumah sakit di Jakarta juga tersendat. Bahkan ada yang sampai gajinya hanya cukup beli bensin dan ironisnya terlilit hutang karena perusahaan tak kunjung membayar gajinya secara penuh (3). Memang sabar itu bukan hanya kemampuan untuk menunggu tapi juga mencari jalan keluar. Apa lebih baik sabar atau tidak?

Pertanyaannya dalam kondisi itu dapatkah karyawan mengundurkan diri dan dapat pesangon atas nama efisiensi perusahaan?

Mari kita melihat dua kejadian terpisah, di Andalas (4) dan di Serpong (5) yang sampai ke pengadilan.

Ari, Tak Cukup Waktu Untuk Awal Yang Baru

Seorang karyawan di Asahan sebut saja Ari telah mengajukan tuntutannya ke pengadilan minta di PHK. Di tengah-tengah masa pandemi, ia menolak bekerja lebih lanjut, karena sudah 10 tahun ia menjadi pegawai tetap, sekarang perusahaannya seolah-olah menjadikan Ari sebagai pegawai harian. Ada kalanya Ari dipanggil bekerja dan digaji, tapi ada kalanya ia harus dirumah dan tidak digaji.

Alasan perusahaan adalah karena pandemi, perusahaan tidak mendapat penghasilan tetap, maka tak mampu juga memberi gaji penuh pada karyawan. Perjalanan yang amat sulit bagi perusahaan, tetapi perusahaan selalu percaya kelak ketika pandemi berakhir, ada awal yang baru, peluang baru, dan hal-hal baru yang membuat semangat.

Namun Ari keburu tidak tahan atas pemasukan yang tidak tetap; Tidak cukup waktu baginya untuk menunggu pandemi berakhir dan awal baru. Kesabaran ada batasnya dan perusahaan merogoh kesabarannya terlalu jauh ke dalam. Ari akhirnya minta dipecat saja oleh perusahaan. Kondisinya kadang digaji dan kadang tidak, membuatnya berhutang kesana kesini untuk memenuhi kebutuhan hidup.

Hal itu amat menyulitkan dirinya. Setiap karyawan perlu stabilitas pendapatan dan dalam rentang waktu cukup panjang. Ari ingin di PHK saja, namun perusahaan menolak memecatnya. Bila Ari mengundurkan diri, bisakah mengharapkan kebaikan perusahaan memberi pesangon?

Dio, Terlalu Cepat Menanggapi

Dalam kondisi berbeda, seorang karyawan di Serpong sebut saja Dio juga mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk di PHK. Kasusnya bukan karena ia mendapat gaji yang tidak stabil, tapi ia mendapat tekanan atasan. Pepatah mengatakan kesalahan dan tekanan tidak bisa dihindari; rahasia untuk melewati keduanya adalah tidak perlu menanggapi terlalu serius. Dio menanggapinya dengan serius.

Suatu kali Dio harus mengikuti pelatihan dari perusahaan. Karena alasan pribadi, ia meminta izin dari atasan untuk tidak mengikuti pelatihan itu secara penuh. Saat itu sang atasan memberinya izin. Pada hari pelatihan Dio pun pulang di tengah-tengah pelatihan masih berlangsung. Namun kejadian itu ternyata memicu konflik. Izin yang dianggap Dio sudah beres dan sebagai titik, ternyata tidak berhenti disitu saja dan menjadi koma.

Setelah kembali kerja, atasannya dan manajer lain ternyata tidak suka. Mereka menilai Dio mangkir dari pelatihan apapun alasannya dan marah. Di sisi lain, Dio juga ikut marah karena merasa sudah diberikan izin. Terkadang seseorang harus tertawa agar tidak menangis atau terlalu cepat marah, hingga dapat mempertahankan kendali atas situasi.

Akibat Dio terlalu cepat menanggapi, hingga konflik memanas, atasan Dio memutuskan memberi Dio surat peringatan. Dio terkejut dan menolak untuk menandatangani. Keadaan tersebut membuat atasannya lebih berang lagi, hingga hari demi hari, ia terus menerus memberi tekanan amat besar, termasuk berbagai ancaman pada Dio. Sang atasannya dengan jelas berharap Dio lebih baik keluar saja, tapi ia tak mau memecat Dio. 

Merasakan paksaan dan tekanan tak wajar tersebut, Dio stress berkepanjangan, sampai jatuh sakit, dan masuk ke rumah sakit. Pada saat stres atau kesulitan besar, yang terbaik bagi Dio sebenarnya adalah tetap sibuk, untuk menyingkirkan amarah dan menyalurkan energinya menjadi sesuatu yang positif. Tapi Dio memilih untuk mengundurkan diri dan menuntut perusahaan membayar pesangon PHK. Berhasilkan Dio?

Atas pengunduran diri dengan sukarela, perusahaan memberi uang penghargaan masa kerja pengunduran diri sesuai ketentuan perundang-undangan. Mengetahui nilai uang itu, Dio tidak terima, karena merasa selama 11 tahun bekerja disitu, ia baik-baik saja. Sekarang atasannya telah berbuat sewenang-wenang, hingga harusnya Dio beranggapan bahwa ia harus menerima pesangon seperti perusahaan telah memecatnya untuk efisiensi.

Tunggu Badai Berlalu, Mungkinkah Itu Jalan Terbaik?

Baik Ari dan Dio mengajukan tuntutan ke pengadilan untuk diberi pesangon PHK dua kali ketentuan. Hebatnya keduanya bukan hanya bermimpi atas hak-hak mereka, tapi juga bekerja keras untuk itu.

Hakim yang berbeda dan di tempat yang terpisah memutuskan hal yang serupa; Menolak tuntutan keduanya. Jawabannya sederhana, yaitu perusahaan tidak memecatnya. Mereka sendiri yang mengundurkan diri dan tidak berhak atas pesangon efisiensi, dua kali ketentuan.

Pepatah berkata: Jangan pernah membuat keputusan negatif dalam waktu singkat. Jangan pernah membuat keputusan terpenting Anda saat suasana hati Anda sedang buruk. Tunggu. Bersabarlah. Badai akan berlalu. Musim semi akan datang.

Bangun dan Hindari Badai

Kita dapat menganggap Ari dan Dio bermimpi di malam hari dalam pikiran mereka yang berdebu, lalu mereka terbangun di siang hari untuk menemukan bahwa mimpi itu adalah kesia-siaan. Setiap karyawan perlu memahami bahwa di saat-saat sulit, mengundurkan diri, apapun alasannya tidak akan mendapatkan pesangon PHK efisiensi.

Jangan mengharapkan kebaikan perusahaan. Dalam hal ini karyawan perlu bangun dan menghindari badai hidup yang nyata; Tak perlu bersusah payah yang menaklukan badai.

Tentu banyak orang mengalami badai dalam hidupnya. Sebagian belajar untuk bertahan dalam amukan badai dan bersikap sabar; Hal ini patut kita kagumi. Namun sebagian lagi belajar untuk melihat jauh di depan, memikirkan baik-baik bagaimana menghindari badai, karena ia paham bahwa ia harus menghormati amukan alam dan tidak mempunyai cukup kesempatan untuk bertahan dalam badai.

Referensi:

  1. https://www.gallup.com/workplace/232955/no-employee-benefit-no-one-talking.aspx
  2. https://www.cnnindonesia.com/nasional/20230502145234-20-944345/gaji-pekerja-masjid-sheikh-zayed-tersendat-kemenag-klaim-direkrut-uea
  3. https://megapolitan.kompas.com/read/2023/02/14/21061301/gaji-telat-dibayar-pegawai-rs-imc-bintaro-terlilit-utang-untuk-penuhi?page=all
  4. Putusan 286_pdt.sus-phi_2022_pn_mdn.
  5. Putusan 267_k_pdt.sus_2010.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun