Mohon tunggu...
Hasan Aspahani
Hasan Aspahani Mohon Tunggu... Jurnalis - Jurnalis, Penulis, Penyair.

MM Strategis dari Universitas Prasetiya Mulya. Berkarir di Jawa Pos Grup. Lahir di Sei Raden, Samboja, Kutai Kartanegara, Kaltim, 1971. Menulis novel (a.l. "Persimpangan", Gagasmedia, 2019), nonfiksi (a.l. "Chairil Anwar" sebuah Biografi, Gagasmedia 2016), puisi (a.l. "Aviarium", Gramedia, 2019), story developer (a.l. untuk skenario "Bumi Manusia", Falcon, 2019). Kerjasama hubungi www.kreatorkonten.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Belajar dari Gaya Kepemimpinan Dahlan Iskan

10 Agustus 2019   17:31 Diperbarui: 11 Agustus 2019   13:06 1397
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dahlan Iskan (Foto Tempo) 

Ini bisa kita lihat dari bagaimana kinerja Dahlan Iskan ketika menjadi Dirut PLN, dalam waktu yang kurang dari dua tahun.  Bertahun-tahun PLN dicap sebagai produsen yang memonopoli urusan listrik yang citranya buruk.

Dalam sebuah survei konsumen PLN dipersepsikan terutama dengan satu kata: byarpet. Listrik yang mati mendadak tiba-tiba dan bisa kapan saja, pelayanan yang buruk, daya listrik tidak cukup, dan kejam, konsumen telat bayar, aliran diputus.

Akhir tahun 2009, Dahlan Iskan dipercaya pemerintah untuk duduk di kursi Dirut PLN, yang secara harafiah kursi itu jarang atau nyaris tak pernah ia duduki. Dengan cepat ia memetakan apa masalah pabrik listrik plat merah itu dan menyusun langkah mengatasinya.

"Simpel," kata Dahlan. Ada lima hal yang diinginkan konsumen. Pertama jangan ada krisis listrik. Kedua, jangan sering mati. Ketiga, jangan ada daftar tunggu. Keempat, tegangan harus stabil tidak naik turun. Kelima, listrik harus merata sampai ke pelosok-pelosok.

Dan selama menjadi Dirut PLN ia bekerja fokus pada kelima hal itu. Ia mengunjungi daerah-daerah yang krisis listrik. Ia canangkan dalam enam bulan  tak ada lagi pemadaman bergilir, itu artinya kapasitas listrik terpasang cukup untuk menyuplai kebutuhan beban puncak listrik di daerah tersebut, dan akhirnya ketika target itu secara nasional tercapai, presidenlah yang mencanangkan pencapaian itu.

Hasilnya? Jauh lebih besar dari kelima hal itu. "Di PLN saya merasa telah menemukan model transformasi korporasi yang sangat besar yang biasanya sulit berubah," katanya.

Kita bisa melihat, Dahlan punya visi untuk memetakan masalah, merumuskannya dengan sederhana, menyusun langkah mengatasi hal itu, dan dengan berfokus pada konsumen yang harus dilayani PLN, ia serta-merta memperbaiki kinerja internal PLN.  

Ia melakukan transformasi besar-besaran, sesuatu yang tadinya sulit bahkan mustahil dibayangkan bisa terjadi.

Mungkin ada hal lain di luar tujuh hal tadi. Tapi bagi saya itu saja sudah cukup sebagai penanda dari seseorang yang berpikir dan bertindak solusional. Demikian. []  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun