Para Jugun Ianfu yang telah direkrut tersebut kemudian akan dikumpulkan ke dalam markas tentara Jepang dalam bentuk rumah bordil yang dikenal juga sebagai rumah pelacuran. Hal ini dilakukan oleh pemerintah Jepang agar para tentaranya tidak melakukan pemerkosaan terhadap penduduk lokal yang dapat mencemari nama baik tentara Jepang.Â
Mereka dikumpulkan dalam Ian’jo dengan masing-masing kamar dan nomor kamar. Selain itu di setiap pintunya terdapat nama samaran yang disematkan pada setiap orang. Mereka diberikan nama samaran bergaya Jepang agar para tentara merasa seperti berada di Jepang. Tentunya hal ini merupakan sebuah penghinaan bagi para korban yang dieksploitasi dan bahkan direndahkan identitas lokalnya demi kepuasan tentara Jepang.
Pada dasarnya para wanita yang dipekerjakan sebagai Jugun Ianfu bukanlah wanita penghibur yang sebenarnya. Dalam artian mereka sama sekali tidak memberikan hiburan atau menghibur secara sukarela. Dari beberapa sumber dikatakan bahwa para Jugun Ianfu banyak mendapatkan tindak kekerasan dari tentara Jepang.Â
Mereka tidak hanya melayani 1 atau 2 tentara setiap harinya, bahkan dalam sekali berhubungan mereka harus melayani 5 orang atau lebih. Hal ini merupakan suatu tindakan pelecehan bahkan bagi sebutan wanita penghibur itu sendiri.
Kekerasan seksual yang dilakukan oleh tentara Jepang dan juga pihak pengelola Ian’jo terhadap para Jugun Ianfu bahkan tidak hanya dialami oleh para penduduk pribumi. Para interniran Sekutu yang termasuk di dalamnya orang-orang Inggris dan Belanda diperlakukan secara sama sebagai seorang Jugun Ianfu.Â
Orang-orang Inggris dan Belanda yang berjumlah kurang lebih sekitar 100 orang tersebut diambil dari tahanan dan harus bekerja melayani nafsu seks tentara Jepang. Para Jugun Ianfu baik dari pribumi maupun Eropa tersebut bahkan tidak mendapatkan upah sekecil apapun, mereka hanya mendapat jatah makanan sekitar 1 sampai 3 kali sehari (lebih sering 1 kali sehari).
Praktek Jugun Ianfu yang dilakukan Jepang di Indonesia ini merupakan hal yang sangat mencederai perasaan wanita. Terlebih banyak sekali korban di bawah umur yang dieksploitasi oleh Jepang untuk menjadi budaks seks di negeri sendiri. Hal ini pun menjadi bukti bagaimana kebiadaban Jepang yang membawa kultur perbudakan seks ke Indonesia meninggalkan sisa-sisa trauma yang tidak dapat dilupakan.Â
Diketahui, banyak para korban Jugun Ianfu lebih memilih untuk bunuh diri dibandingkan bertahan dalam ketidakadilan yang dilakukan oleh Jepang baik di Indonesia maupun di negara Asia lainnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H