Di sebuah desa kecil yang asri, janur kuning melambai-lambai di depan rumah keluarga Shodiqin.Â
Hari itu adalah hari yang dinantikan oleh banyak orang, terutama bagi Alina dan Boriel, pasangan muda yang telah lama menjalin cinta.Â
Hari pernikahan mereka telah tiba, dan seluruh desa berkumpul untuk merayakan momen bahagia ini.
Suasana pagi begitu cerah. Alina terlihat anggun dengan kebaya putih, sementara Boriel tampak gagah dalam balutan beskap hitam.Â
Rangkaian acara akad nikah berlangsung penuh khidmat. Dalam satu nafas, Boriel dengan lantang mengucapkan ijab kabul.Â
Semua orang yang hadir bersorak bahagia, menyaksikan cinta mereka resmi bersatu dalam ikatan suci pernikahan.
Namun, siapa yang menyangka, hanya beberapa saat setelah akad selesai, sebuah kejadian tragis mengguncang suasana bahagia itu.Â
Alina, yang tadinya tersenyum lebar, tiba-tiba terjatuh. Tubuhnya lunglai, wajahnya pucat, dan napasnya tersengal.Â
Keluarga dan para tamu segera panik. Alina dilarikan ke klinik terdekat, namun takdir berkata lain.Â
Dokter menyatakan Alina meninggal dunia akibat serangan jantung mendadak.
Tangis pecah seketika. Boriel, yang masih dalam balutan beskap hitam, tak mampu berkata-kata.Â
Air matanya jatuh membasahi pipi, menyadari bahwa kebahagiaannya hanya sekejap.Â
Hari yang seharusnya menjadi momen paling indah dalam hidupnya berubah menjadi tragedi.
Dalam waktu singkat, janur kuning yang menghiasi gerbang rumah berubah fungsi.Â
Alih-alih simbol kebahagiaan, janur itu kini menjadi pertanda duka. Bendera kuning dipasang, menandakan kematian Alina.Â
Warga desa yang sebelumnya datang dengan wajah ceria kini kembali dengan hati yang pilu.
Di tengah kepedihan, Boriel duduk di samping jenazah isterinya yang masih dalam pakaian pengantin.Â
Ia menggenggam tangan Alina, seolah ingin memastikan bahwa momen ini bukan mimpi buruk.Â
"Alina, kita memang sudah bersatu, meski hanya sebentar. Aku yakin Allah punya rencana yang lebih indah untuk kita," ucapnya lirih.
Hari itu, janur kuning berubah menjadi simbol dua hal: pernikahan yang sah, dan perpisahan yang tragis.Â
Meski berat, Boriel mencoba ikhlas menerima takdir. Dalam hati, ia berjanji akan selalu mengenang Rahman sebagai cinta sejatinya, meski mereka hanya sempat bersama dalam waktu yang sangat singkat. ***
*) Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan nama itu hanya kebetulan semata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H