ALKISAH, di suatu waktu. Seorang wartawan baru diajak seniornya liputan. Mereka mengunjungi seorang narasumber. "Boy, ntar siang ikut gw 'merapat.' Jangan lupa pake seragam," ujar senior.
"Kemana bang?" tanya Junior bingung. "Ikut aja jangan banyak tanya, nanti pake satu motor aja kita berangkat ke sana," ujar senior.
Di waktu yang dijanjikan, keduanya pun bertemu dan segera meluncur ke lokasi tujuan di bilangan Glodok, Jakarta Barat.
Setelah menyusuri puluhan kios, tibalah mereka di satu kios yang cukup megah dan lengkap perangkat elektronik yang dijajakan. Tampak di kios itu seorang enci (wanita keturunan) sedang merapikan dagangan di etalase.
"Ci, engkoh ada di dalem," ujar wartawan senior menyapa si enci.
"O ada.. Masup aja ke dalam," ujar enci cadel yang terlihat kenal dengan wartawan senior itu.
Wartawan senior tersebut kemudian masuk ke dalam ruangan di dalam kios diikuti wartawan junior yang planga-plongo tidak mengerti sambil merapikan seragamnya yang lecek.
Di dalam ruangan, engkoh bertubuh buncit tampak sedang asyik duduk sambil mencatat di buku panjang. Sementara, gepokan uang gambar Soekarno merah diikat karet gelang terlihat di atas meja.
"Siang koh," sapa wartawan senior di hadapan si engkoh yang sedang sibuk.
Betapa terkejut si engkoh ketika melihat sosok yang menyapanya. "Hayyah... Lu lagi-lu lagi. Liki-liki lu dateng, liki-liki lu dateng. Sekalang lu pake bawa temen lagi (artinya: Jiaah... Kamu lagi, kamu lagi. Sebentar-sebentar kamu dateng2x. Sekarang sampai membawa temen segala)," ujar si engkoh dengan nada cadel sambil melirik wartawan junior.
"Ah si engkoh bisa aja," ujar wartawan senior mesem-mesem. Wartawan junior yang berdiri di samping seniornya masih bingung.
"Lebalan lu dateng, Natal lu dateng, Idul Adha lu dateng....Sampe IMLEK pun lu dateng. Agama lu apa sih? Owe ampe pusing," ujar engkoh ketus sambil tepok jidat yang basah oleh keringat.