Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

INC-5 Dinilai Gagal Membuat Hukum Mengikat Kurangi Polusi Plastik

2 Desember 2024   19:32 Diperbarui: 2 Desember 2024   22:41 60
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Para aktivis lingkungan menyatakan kekecewaanya terhadap hasil INC-5 yang masih dikooptasi oleh negara-negara produsen minyak dan produsen plastik.

Captain River Warrior Indonesia Aeshnina Azzahra Aqilani tidak bisa  menahan kekecewaaannya atas hasil pertemuan negosiasi untuk hukum yang mengikat untuk mengurangi polusi yang telah ditutup di Busan, 1 Desember 2024. Dara yang baru berusia 17 tahun ini juga mewakili Break from Plastic merasa bahwa konferensi yang telah berlangsung sejak 25 November itu tidak memberikan harapan bagi masa depan generasinya.

"Saya berdiri di hadapan Anda datang ke Busan  menyampaikan tidak banyak kemajuan yang jelas.  Padahal kami dan anak-anak Anda ingin hidup dan berkembang di dunia yang sehat,"  ucap Siswi SMA  Muhammadiyah X Gresik ini dengan lantang.

Nina, panggilannya menyatakan bahwa INC-5 memberi harapan bagi generasina untuk bebas dari polusi plastik. Bayi-bayi sejak dalam Rahim hingga lahir tidak akan lagi terancam mikroplastik yang berbahaya bagi kesehatan.

Sayangnya harapan itu sirna, pembicaraan di Busan telah dihambat oleh sejumlah suara yang menolak. Padahal keputusan yang mereka lakukan berakibat panjang bagi satu-satunya planet yang bisa didiami manusia.

Nina mengakui memang banyak negara tetap teguh  memperjuangkan kesepakatan yang ambisus dan untuk itu dia memberikan apresiasi.  Sayangnya banyak juga negara yang ambisius menolak kesepakatan hukum yangmengikat untuk mengurangi polusi plastik yang mengandung bahan kimia beracun.

Bukan hanya Nina yang kecewa, aktivis lingkungan dari negara lain juga mengatakan hal sama. The Guardian edisi 1 Desember 2024 menyampaikan kegalauan mereka atas kegagalan para negosiator.

Mereka menyesalkan kegagalan mencari perjanjian mengikat secara global membatasi produksi dan menghapus bahan kimia berbahaya  dari negara penghasil limbah plastik dengan bahan kimia yang berbahaya. 

Seorang delegasi Rwanda, Juliet Kabera menuding sejumlah kecil negara tidak mau menyokong langkah nyata untuk melakukan perubahan. "Rwanda tidak dapat menerima perjanjian yang tidak bergigi,"  ucap Kabera sengit.

The Guardian mengungkapkan sebagian besar negara penghasil minyak termasuk Arab Saudi dan Rusia telah berupaya untuk memblokir pemotongan produksi dan tujuan ambisius lainnya. 

Kelompok lingkungan telah mendesak negara-negara yang ambisius untuk mengadakan pemungutan suara jika kemajuan terhenti dan mengatakan putaran negosiasi lainnya tidak diperlukan.

Pemimpin kebijakan plastik global di WWF Eirik Lindebjerg  menyampaikan pihaknya langkah apa yang harus dilakukan untuk mengakhiri polusi plastik, tetapi menambah pertemuan bukan solusinya. 

Lebih dari 100 negara mendukung penetapan target pemotongan produksi, dan puluhan negara juga mendukung penghapusan beberapa bahan kimia dan produk plastik yang tidak perlu.

Masalah yang paling terbesar dua produsen plastik terbesar dunia Amerika Serikat dan China mangkir dari jumpa pers pada Minggu 1 Desember yang digelar negara-negara pendukung perjanjian kuat.

Yang masih belum jelas adalah posisi dua produsen plastik teratas dunia, Tiongkok dan AS. Keduanya secara khusus absen dari panggung pada konferensi pers pada hari Minggu oleh negara-negara yang mendesak perjanjian yang kuat.

"Kami berharap mereka berminat.  Koalisi bersedia memberikan undangan terbuka, tetapi bukan seperti mereka melawan kita,"kata Kepala Delegasi Meksiko Camila Zepeda.

Sementara Juan Carlos Monterrey Gmez dari Panama menyebut  "sejarah tidak akan memaafkan kita" karena meninggalkan Busan tanpa perjanjian yang ambisius.

Juru Kampanye Centre for International Enviromental Law Daniela Duran Gonzales mengecam produseun bahan bakar fosil mampu memblok kemajuan dari desakan perjanjian plastik yang kuat, padahal didukung lebih dari seratus negara yang sadar efek dari bahan kimia beracun pada plastik.  Baca: INC-5 Conclusion 

Direktur organisasi kajian ekologi dan lahan basah (Ecoton) yang konsen terhadap masalah polusi plastik Daru Setyorini mengungkapkan kekecewaannya, karena negara penghasil minyak menghambat tercapainya kesepakatan yang kuat dan mengikat.

Bahkan, lanjutnya  mereka mengingkari pengetahuan ilmiah yang  jelas menunjukkan overproduksi plastik jauh melebihi kapasitas pemerintah dunia menangani sampahnya dan menolak pembatasan produksi plastik, pengaturan bahan beracun dalam plastik dan tanggungjawab produsen.

Salah seorang perwakilan Aliansi Zero Waste Indonesia Nindhita Proboretno seperti dikutip dari Tempo  juga menyatakan kekecewaannya, khusus Indonesia yang dinilai seperti tidak punya ambisi dari kebanyakan negara Asia lainnya untuk  menciptakan perjanjian yang mengikat secara hukum mengurangi produksi plastik, berikut kandungan senyawa kimia berbahaya yang ada dalam plastik. 

Padahal produksi plastik negara-negara Asia Tenggara saja pada 2024 diproyeksikan 30.48 juta ton. Sementara pertumbuhan tahunan gabungan lebih dari empat persen  antara 2024 hingga 2029.

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun