Itu catatan saya di diary empat belas tahun yang silam. Â Sekarang fenomena yang sama terlihat ketika Timnas Indonesia menunjukkan prestasi yang lebih meningkat di tingkat Asia di Babak Ketiga Kualisifikasi Penyisihan Piala Dunia 2026. Â
Indonesia bisa menahan Arab Saudi 1-1, Bahran di pertandingan tandang, lalu menang menahan seri Australia 0-0 dan menang atas Arab Saudi 2-0 pada 19 November lalu di GBK. Â Sekalipun Indonesia kalah 1-2 di kendang China dan 4-0 oleh Jepang, marahkah supporter Indonesia?
Saya kira nggak. Sama seperti empat belas tahun lalu yang penting sudah usaha dan tidak lagi "main-main". Â Saya kira banyak supporter yang tahu Jepang memang kuat dan sudah setara Tim Eropa dan Arab Saudi juga tim kuat. Waktu nobar dekat rumah Indonesia kalah 4-0, tidak ada yang maki-maki. Mereka tetap mengidolakan Timnas.Â
Saya kira juga walaupun Indonesia gagal ke Piala Dunia 2026, namun dengan upaya maksimal para supporter tidak akan marah dan mencaci. Â Berada pada posisi tiga dan empat dan harus berjuang lagi menjadi untuk merebutkan sisa tiket menjadi tanda upaya maksimal itu.
Sama seperti empat belas tahun lalu selebrasi Marselino Ferdinan juga menjadi ikon dan viral mengingatkan pada selebrasi Irfan Bachdim. Sejumlah nama pemain Timnas Indonesia lainnya seperti Maarten Paes, Kevin Diks juga jadi idola. Â Timnas Sepak Bola Indonesia kembali jadi harapan yang membanggakan rakyat Indonesia.
Apa boleh buat sepak bola adalah budaya populer dan mempunyai daya pikat yang luar biasa, bahkan bukan tidak mungkin menjadi magnet bagi para politisi juga untuk ikut nimbrung.  Seperti yang sudah-sudah prestasi atlet Panjat Tebing yang sudah terbukti mendunia, pelan-pelan menggeser prestasi bulutangkis yang agak meredup, jadi  tenggelam dalam hingar bingar sepak bola.
Tidak ada salah dengan naturalisasi kalau tujuannya membangkitkan rasa kebanggaan. Â Saya pernah kemukakan hasil wawancara dengan pemain Kamerun yang main di salah satu klub di Indonesia era 1990-an bahwa fisik orang Indonesia tidak terlalu cocok untuk sepak bola, namun untuk bulutangkis memang memungkinkan. Â
Jadi naturalisasi adalah jurus yang saya sendiri tidak menduga dilakukan PSSI Â untuk menutup kekurangan itu. Hasilnya memang tim-tim Timur Tengah jadi ketar-ketir karena mereka juga punya fisik besar-besar. Â
Terkait dengan nasionalisme gaul ini, penampilan Yura Yunita, idola saya menyanyikan lagu Indonesia Pusaka, Tanah Airku, sangat menyentuh. Saya dan beberapa netizen lega ketika Yura Yunita memilih lagu nasional dan tidak menyanyi lagu cinta-cintaan menghibur penonton seperti dilakukan artis sebelumnya tidak kalah menghiburnya.
Yura Yunita bahkan memakai kaos Timnas dengan bagian bawah kain tradisional ciri khasnya ketika di panggung. Mudah-mudahan ini jadi pelajaran bahwa menyanyi lagu nasional itu menjadi gempita pada momentumnya.