Kedigayaan media sosial menjadikan sejumlah orang terpengaruh hingga mengabaikan untuk mencintai diri sendiri.
Aku tak sempurna/Tak Perlu Sempurna/Akan Kurayakan apa adanya. Â Penggalan lirik lagu dari penyanyi favorit saya Tutur Batin punya makna dalam tentang bagaimana menghargai dan mencintai diri sendiri, tidak perlu menuruti ekspetasi orang lain.
Lagu Tutur Batin dikaitkan dengan mencintai dan menghargai diri sendiri beberapa kali saya temukan menjadi tema berbagai makalah terutama untuk bidang komunikasi.
Sheila Marlita, Dian Rhesa Rahmayanti dan W. Pandapotan Rambe dalam makalahnya "Representase Selflove dalam Lirik Lagu Tutur Batin" Karya Yura Yunita yang dimuat di dalam Jurnal Komunikasi Massive Vol 2, Nomor 2, Desember 2022 menyampaikan penggalan lirik itu memberikan arti  bahwa  bisa jadi kita memiliki ketidaksempurnaan, tetapi bukan jadi alasan untuk tidak bersyukur.
"Mencintai diri sendiri merupakan bentuk kasih sayang dan kepedulian yang kita berikan kepada diri sendiri. Kita harus bersyukur dengan segala hal yang ada dalam diri kita, " kata para penulis menilai lirik lagu itu.
Lagu itu kata para penulis mengkritisi banyak orang yang hanya mencari yang paling sempurna yang sesuai dengan standar di masyarakat. Â Standar ini hanya fokus pada kekurangan seseorang tanpa melihat kelebihannya (Halaman 51).
Lirik lagu ini sebangun yang apa yang disampaikan Rhyma Permatasari, seorang influencer dan penulis buku bertajuk Speak (Up) dalam seminar nasional "The Art of Loving Yourself", yang digelar Keluarga Mahasiswa Psikologi Seluruh Bandung Raya (Kemapsibaraya), Sabtu 2 November 2024 di Gedung Dinas Pendidikan, Kota Bandung.
Menurut alumi Fakultas Psikologi Universitas Maranatha ini  konsep "The Art of Loving Yourself" menekankan pentingnya mengembangkan rasa cinta dan penghargaan terhadap diri sendiri sebagai dasar untuk kesejahteraan pribadi dan hubungan yang sehat dengan orang lain.
"Pada dasarnya  seni mencintai diri sendiri adalah menerima diri sepenuhnya, dengan segala kekurangan dan kelebihan, serta merawat diri dengan cara yang penuh kasih sayang, bukan hanya secara fisik, tetapi juga mental dan emosional," ungkap Rhyma.
Dalam penerapannya di kehidupan sehari-hari, "The Art of Loving Yourself" bisa berarti banyak hal, seperti memberikan waktu untuk diri sendiri, menjaga kesehatan tubuh dan pikiran.
Kita  menetapkan batasan yang sehat dalam hubungan, serta berani untuk berkata "tidak" jika sesuatu tidak sesuai dengan nilai atau kebutuhan kita.
Hal ini juga mencakup memberi ruang untuk merasa, merawat diri melalui aktivitas yang memberi kebahagiaan, serta memahami bahwa kesalahan dan ketidaksempurnaan adalah bagian dari proses pertumbuhan.
Banyak miss persepsi tentang self love yang seolah-olah self love bicara kenyamanan dan kebahagiaan semata, di luar dari hal tersebut mencintai diri bukan selalu yang nyaman saja.
"Para mahasiswa mengerjakan tugas dengan baik merupakan cara self love karena menghargai dan mendukung perkembangan diri, sebaliknya ketika mahasiswa tidak mengerjakan tugas dengan baik dia tidak mencintai dirinya, dan tidak mendukung perkembangan pada dirinya," papar perempuan kelahiran 5 Februari 1994 ini.
Mudah Terengaruh, Bisa Merusak Diri
Mengapa ini penting? Lanjut Rhyma, karena hanya dengan mencintai diri sendiri, kita bisa memberikan kasih sayang yang tulus kepada orang lain. Tanpa rasa cinta dan penghargaan terhadap diri sendiri, kita rentan merasa kosong, mudah terpengaruh oleh pendapat orang lain, atau bahkan cenderung merusak diri.
Ketika kita mencintai diri, kita juga lebih bisa menerima dan menghargai orang lain, yang tentunya mendukung hubungan yang lebih sehat dan bahagia.
Menurut Rhyma generasi milenial dan Z  menghadapi  banyak tantangan, terutama dengan tekanan media sosial yang bisa membuat orang merasa kurang atau tidak cukup.
"Meski begitu, semakin banyak orang yang mulai menyadari pentingnya menghargai diri sendiri, dengan cara berbicara lebih terbuka tentang perasaan dan mengutamakan kesejahteraan mereka," pungkas Rhyma ketika saya hubungi, 5 November 2024.
Apa yang disampaikan Rhyma memang menjadi isu sosial setelah sudah banyak masyarakat yang aktif  di media sosial dan banyak menjadi kajian berbagai bidang, terutama  pendidikan dan psikologi.
Elsa Nadia Riani dan kawan-kawannya dalam artikelnya  bertajuk "Pentingnya Self of love Serta Cara Penerapannya dalam Diri" dalam Sicedu, Science and Education Journal  Vol. 1 Nomor 2 (Oktober 202)  mengaitkan isu ini dengan semakin maraknya masyarakat, khususnya remaja dalam menggunakan media sosial.
Karena kecanduan internet terutama media sosial kalangan remaja menjadi kurang mencintai dirinya sendiri, sehingga terpengaruh untuk memenuhi standar yang dipaparkan konten media sosial, tidak percaya diri sendiri, membandingkan dirinya dengan orang lain dan merasa ketidaksempurnaan menganggu dirinya.
Jadi apabila dulu rasa tidak percaya diri karena dibandingkan dengan orang lain bisa jadi hanya terjadi pada sejumlah kasus saja, maka setelah era kedigayaan digital dan media sosial tampaknya menjadi fenomena mengkhawatirkan, setidaknya menurut  sejumlah penelitian.
Irvan SjafariÂ
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H