Lutung Kasarung versi 1952 menggambarkan Purbararang, ditaktor kejam dan kata-katanya merupakan undang-udang harus dipatuhi. Purbararang mengusai sebagian besar pejabat karena kekejamannya bukan karena sikap tegas.
Sementara di akhir cerita Purbasari justru memberikan pengampunan terhadap kakaknya dengan memberi hukuman pembuangan juga pada saudara perempuannya yang berkomplot. Â Sementara Indrajaya dihukum jadi tukang rumput.
Namun Lutung Kasarung 1952 mendapat sejumlah kritikan.  Majalah Aneka edisi 20 Juni 1953 menyoroti film itu dari segi soundtrack, di mana setelah adanya nyanyian dan musik Sunda yang mengiringi  beberapa adegan, masuk lagu "Ave Maria" dan "Pagan Love Song".  Lalu mengapa tidak "Es Lilin"?  Paguyuban Sunda menurut Pikiran Rakjat 14 April 1954  mengkritik film itu karena adanya adegan mistis  yang bisa bertentangan dengan kebudayaan Sunda.
Â
Era 1980-an
Pada 1983,  Lutung Kasarung kembali dirilis dibintangi Enny Beatrice, Johan Saimima, Erna Santoso, Avent Christie, Godfried Sancho Opening scene Guru Minda ingin mendapatkan perempuan secantik ibunya Sunan Ambu dikutuk jadi lutung dan turun ke bumi dari kahyangan. Pengambilan gambar dilakukan di kawasan Cirebon-Subang. Agak anehnya pakaian rakyat  Galuh ada yang pakai sarung model sekarang. Namun menurut budayawan Sunda Chye Retty Isnandes sarung adalah budaya Nusantara dan terekam dalam sisindiran Sunda.Â
Maklumat Raja menyerahkan kekuasaan pada Purbararang putri tertua dari selir, sementara menunggu Purbasari menjadi lebih dewasa. Â Sayangnya Purbararang menyalahgunakan wewenang itu dan memerintah secara lalim. Â
Raja dan permaisuri tidak mengetahui hal itu dan pergi bertapa.  Penyebab konflik sebetulnya antara keabsahan atau legitimasi kekuasaan penerus  antara anak tiri dari selir dengan anak sah dari permaisuri.  Itu dilontarkan Purbararang dalam sebuah percakapan.
Setelah berkuasa Purbararang dan saudara-saudara yang lain merundung Purbasari. Â Purbararang minta bantuan Indrajaya untuk menyingkirkan Purbasari. Â
Dalam versi 1983 ini Purbararang didukung seorang dukun penyihir yang membuat wajah Purbasari jadi buruk hingga bisa diusir. Purbararang ingin berkuasa, tidak hanya ingin jadi penguasa wali.
Ketika memerintah, Purbararang digambarkan meningkatkan pajak untuk meningkatkan pendapatkan kerajaan. Cara yang paling klise menggambarkan pemerintahan yang lalim.