Penelitian Anyar dari Inggris mengingatkan bahwa RTH adalah perisai yang aling baik melindungi dampak pemanasan global.
Terbentang dari Dago Pakar hingga Maribaya, Taman Hutan Raya Djuanda seluas 590 kilometer adalah paru-paru besar bagi Kota Bandung dan sekitarnya. Hutan Kota ini hingga terakhir saya ke sana pada  April 2023 bagaikan payung yang meredam Kota Bandung dari ancaman pemanasan global hingga resapan air.Â
Tentunya juga kawasan hutan di daerah wisata Puncak Bintang hingga Patahan Lembang, juga memberikan tempat mencari udara segar di tengah Bandung yang makin panas daripada ketika saya kecil ke kota hingga era 1990-an. Â
Bandung juga beruntung masih mempunyai Babakan Siliwangi atau Baksil sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) yang cukup baik untuk bernafas di tengah polusi dan kualitas udara kota yang termasuk buruk di Indonesia.
Okelah, kalau memang sulit menambah Ruang Terbuka hijau dari 12 persenan dari batasan ideal 30 persen, ya kantong-kantong hijau ini jangan hilanglah, seperti halnya kawan Dago Pakar lainnya yang masih hijau ketika saya melewatinya. Saya prediksi untuk sampai 20 persen saja menambah RTH, sudah hebat karena masih memungkinkan untuk hal ini.
Secara umum Bandung masih lebih baik dari segi RTH dibanding Jakarta yang hanya 5 persenan. Jika saya berjalan kaki di trotoar Sudirman-Thamrin, Salemba yang sering saya lalui panasnya begitu menyengat. Sekalipun saya tahu ada hutan kota di kawasan Senayan dan beberapa RTH cukup baik seperti Lapangan Banteng dan Tebet Eco Park yang bisa jadi rekreasi murah warga untuk bernafas di tengah hiruk pikuk polusi.
Dua Kota lain yang pernah saya kunjungi Malang cukup baik sekitar 17 persenan dan Yogyakarta hampir 25 persen. Saya pernah berjalan kaki di Malioboro berapa tahun lalu tidak terlalu panas dan kawasan Kayutangan, Malang lumayan. Namun Malang ketika saya kunjungi pada 2023 tidak sedingin ketika saya datang 1994. Â
Namun tingkat kualitas udara di Malang dan Yogyakarta termasuk tingkatan sedang, masih tergolong sehat. Kota Yogyakarta saya intip dari situs IQAir pada tanggal 20-an Oktober rata-rata di bawah 100. Sayang tidak ditemukan data tentang Kota Malang, tetapi Kabupaten Malang juga di bawah 100.
Nah, mengapa hal ini saya ungkapkan. Saya merinding membaca tulisan di The Guardian bertajuk "Urban Green Space Have Vital Role in Cutting Haet Related Detah Study Finals" pada 22 Oktober 2024 lalu.Â
Nah, peneliti dari London School of Hygiene & Tropical Medicine mengaitkan  ruang terbuka hijau yang melimpah di area perkotaan ternyata tingkat penyakit dan kematian akibat panas  lebih rendah, serta memelihara kesehatan mental warganya lebih baik dan mendorong kesejahteraan lebih baik.Â
"Ruang terbuka hijau perkotaan memainkan peran penting dalam mengurangi risiko kesehatan akibat panas, menawarkan strategi potensial bagi perencanaan perkotaan untuk mengatasi perubahan iklim dan meningkatkan kesehatan masyarakat," tulis para peneliti dalam jurnal BMJ Open. Â Â
Para peneliti menyertakan konten yang dipublikasikan dalam bahasa Inggris antara Januari 2000 dan Desember 2022. Mereka mempelajadi dan membedah  12 studi dari hasil awal lebih dari 3.000 studi dari Hong Kong, Australia, Vietnam, AS, Korea Selatan, Portugal, dan Jepang
Ahsana Nazis, Kirain Abbas dan Emmama Satar mencontohkan pada  2015, Karachi Pakistan, 65.000 orang warga Karachi, Pakistan dibawa ke rumah sakit dengan gejala terkait panas atau kurangnya akses ke pendingin udara.
Apa yang mereka ungkapkan tidak mengherankan karena Karachi telah kehilangan 650 taman dari 1800 taman. Sementara Pakistan kehilangan tutupan hutan dari 20 persen pada 1990-an hingga 2 persen pada 2010. Baca: Karachi' Dead End Urban Greening    Â
Catatan lain kualitas udara di kota ini juga tidak baik-baik pernah menyentuh angka 180 alias tidak sehat pada awal Desember 2020. Sudah RTH tidak memadai masih ditambah polusi dan tak mengherankan waku itu kota ini pernah dilanda kabut asap.
Ahsana dan kawan-kawan juga menyitir sebuah studi di Australia juga menekankan manfaat kesehatan dari infrastruktur penghijauan, yang mungkin mengurangi mortalitas akibat panas hingga 11,7 per hari di wilayah Sydney.Â
Sebagai catatan kota ini mampunyai 400 taman dengan total RTH 46% atau hampir separuh dari luas kota 2.145 km2. Saya mengintip dari situs IQAir berapa sih indeks kualitas udara di Sidney pada 21 hingga 23 Oktober ternyata antara 16-49 termasuk baik. Jangan bandingkan dengan Jakarta dan Bandung? Ngeri sekali.
Masih ada waktu kok memperbaiki RTH di kota-kota Indonesia. Mudah-mudahan belum terlambat. Bagaimana nih pemimpin daerah yang baru?
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H