Dalam benak saya transportasi di sungai di Jakarta adalah sebuah utopia, walaupun pada era Kerajaan Padjadjaran seperti pernah diungkapkan sejarawan Saleh Danaasmita (1933-1986) Sungai Ciliwung bisa dilayari hingga ke wilayah Bogor.
Pangeran Wijayakrama, vasal dari Kesultanan Banten di Sunda kelapa pada awal abad 17 hingga pemerintahan  VOC juga pernah menggunakan sungai  sebagai transportasi  dengan menggunakan perahu setidaknya di bagian utara.  Kesultanan Banten  menggunakan Sungai Cibanten untuk menghubungkan pelabuhan dan ibu kota.
Tapi itu dulu, sungai masih lebar, airnya dalam dan jernih dan jangan bayangkan seperti sekarang Sungai Ciliwung sekarang yang di beberapa tempat penuh sampah.Â
Saya sering melewati daerah Manggarai dengan Transjakarta  saya membayangkan indahnya bisa mengarungi sungai itu dari Kanal Barat tembus ke Timur dengan air yang jernih dan melewati jembatan yang tinggi hingga bisa dilewati perahu.Â
Kemudian dengan menggunakan kapal kecil saya bersama penumpang lain melambaikan tangan kepada pemilik mobil yang sedang macet di sore hari atau pagi hari. Â Karena kalau transportasi sungai hadir dengan kapal kecil tidak akan terkena macet. Tidak ada kasus di negeri mana pun kemacetan di sungai.
Indah sekali, kalau Transjakarta dan MRT di Dukuh Atas, bisa terintegrasi dengan moda transportasi di sungai dan LRT atau kereta komuter. Bisa-bisa jalan-jalan berganti moda menjadi rekreasi sendiri. Â Apalagi Sungai Ciliwung bisa dilayari sampai ke Bogor dengan sungai yang bersih, alangkah indahnya.
Namun khayalan itu segera buyar melihat jembatan yang rendah, kolongnya pasti kotor hingga kapal sulit lewat, bagaimana debet airnya? Mungkin sungai harus dikeruk dan diperlebar hingga bisa dilalui. Tetapi bagaimana dengan pintu air Manggarai? Â Boleh kan berfantasi Jakarta yang multi moda transportasi.
Saya ingin tahu bagaimana Ridwal Kamil sebagai Calon Gubernur Daerah Khusus Jakarta menghadirkan apa yang dia sebutkan sebagai riverway. Hal itu dikemukanya dalam Debat PIlkada di JIExpo Kemayoran, 6 Oktober 2024.
Boleh jadi dengan latar belakang pendidikan arsitek di ITB Bandung  dia sudah punya konsep dan rancangannya untuk menyulap 13 sungai Jakarta sebagai lalu lintas.
Setidaknya Ridwan Kamil punya bukti sebagai wali kota Bandung menghadirkan sejumlah taman tematik yang kini maish terpelihara, Setidaknya Teras Cikapundung adalah buktinya, daerah yang tadinya berantakan diintegrasikan pula dengan Babakan Siliwangi.
Direktur Ecoton (organisasi kajian ekologi dan lahan basah)  Daru Setyorini  yang pernah mengkaji  Sungai Ciliwung mengatakan gagasan sangat sulit diwujudkan.
Butuh biaya sangat besar untuk pembebasan lahan dan pemeliharaan kedalaman. Sungai ciliwung dari  kawasan Condet umumya dangkal dan sempit, butuh dana sangat besar untuk melebarkan dan mengatur kedalamannya agar sesuai untuk jalur transportasi.
"Selain itu jika mengubah Sungai Ciliwung untuk lalu lintas transportasi ada risiko  dampak lingkungannya akan sangat merusak ekosistem sungai. Imbasnya akan menghilangkan vegetasi sempadan daerah resapan air dan habitat satwa liar. Kalau mau direalisasikan mungkin bisa untuk  jarak pendek di Banjir Kanal Timur," tutur Daru ketika saya hubungi, 8 Oktober 2024.
Banjir Kanal Timur memang memungkinkan karena mempunyai lebar signifikan sekitar seratus hingga tiga ratus meter dengan bantaran sungai yang memadai.
Lanjut Daru, debit air sungai sangat fluktuatif di musim hujan dan debit kemarau bisa sangat rendah sehingga sulit dilalui kapal. Lokasi Jakarta di wilayah hilir dengan kemiringan elevasi sungai yang agak curam dan profil aliran cenderung lurus sehingga rawan terjadi banjir kiriman dalam waktu cepat dan dapat membahayakan pengguna moda transportasi sungai.
Sementara pengamat tata kota, Nirwono Joga mengingatkan bahwa tiga gubernur Jakarta, Sutiyoso, Fauzi Wibowo dan Joko Widodo  sudah pernah mencoba menghidupkan riverway. Namun gagal.
Penyebabnya menurut pandangan Nirwono Yoga sedimentasi sungai tinggi dan sampah yang masih banyak dibuang. Kalau masih terjadi memberikan risiko sampah menyangkut di baling-baling. Jadi syaratnya sungainya harus bebas sampah.
Saya sendiri sepakat dengan Nirwono Yoga. Â Apa indahnya menggunakan transportasi sungai yang kotor? Kalau bisa bersih dan bebas sampah wisatawan juga akan memilih menggunakan tranportasi sungai.
Menurut Nirwono, sedimentasi ini mempercepat pendangkalan sungai. Â Musim kemarau juga membuat penurunan ekstrem hingga sulit dilalui kapal penumpang.
Bangunan jembatan pun perlu diubah bentuk melengkung hingga bisa dilalui kapal penumpang. Tinggi jembatan pun harus diubah. "Harus ada upaya pengaturan kagar tinggi air sungai stabil," kata Nirwono seperti dikutip dari Katadata.Â
Kalau semua persyaratan yang dikatakan dua ahli itu diwujudkan artinya perlu perombakan besaran-besaran untuk sungai hingga infratsruktur jembatan.Â
Paling memungkinkan memang Banjir Kanal Timur dan Banjir Kanal Barat  dan sebagian Ciliwung. Tiga ruas ini kalau terwujud dengan konsisten sudah prestasi yang baik, setidaknya bisa mendukung pariwisata.  Tentunya juga yang paling utama sungainya harus sehat.
Kalau 13 sungai terwujud sampai terwujud dalam masa pemerintahannya dengan tidak menimbulkan dampak lingkungan bahkan bermanfaat bagi keberlanjutan Jakarta, saya kira Ridwan Kamil akan tercatat sebagai Gubernur Jakarta yang visioner dalam sejarah.
Irvan Sjafari
Sumber Gambar: Â https://www.merdeka.com/politik/program-waterway-rk-suswono-ini-daftar-dan-rute-sungai-jakarta-yang-akan-dibangun-transportasi-air-211357-mvk.htmlÂ
Â
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI