Sekitar sepuluh tahun terakhir ini beruang madu menambah deretan satwa liar berkonflik dengan manusia di berbagai tempat kawasan Sumatera, penyebab mirip dengan konflik harimau dan gajah rusaknya habitat dan kekurangan pakan.
Konflik antara manusia dengan satwa liar seperti harimau, gajah hingga buaya merupakan hal kerap saya baca di berbagai surat kabar dan literatur bahkan sudah terjadi selama berabad-abad.Â
Hanya saja kalau dulu konflik antara satwa liar dan manusia terjadi hutan rimba atau memang habitat satwa liat tersebut, kini sudah ke pemukiman menuasia terutama  akibat berkurang habitat satwa liat tersebut karena tergerus berbagai kepentingan ekonomi.
Kalau dulu lebih banyak yang memberi contoh orang Belanda menjadikan berburu gajah, harimau dan buaya sebagai kesenangan dan kejantanan daripada dilakukan orang Indonesia.
Harimau bahkan mendapat penghormatan dalam masyarakat Minangkabau dengan panggilan inyak hingga legenda "Manusia Harimau", buaya ada dalam budaya orang Melayu di Bangku dan Belitung dan gajah tercatat dalam sejarah sebagai kendaraan Kesultanan Aceh.
Namun konflik antara manusia dengan beruang madu cukup mengherankan saya, karena waktu saya kecil tidak pernah saya dengar dari keluarga orang tua saya, terutama dari keluarga Ayah yang dari Minang beruang madu bertemu manusia, diburu atau datang ke pemukiman. Â Sastrawan Rosmein Kasim yang masih kerabat ayah saya hanya bercerita soal harimau.
Dari budaya, hanya Provinsi  Bengkulu yang menjadikan beruang madu (Helarctos malayanus) sebagai ikonnya. Mungkin karena satwa banyak berada di provinsi tersebut.
Pada September 2024 Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Provinsi Riau  mencatat tiga kali konflik antara beruang madu dengan manusia.
Pada 13 September 2024 warga Kelurahan Pematang Pudu, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengalis gempar karena beruang madu menyerang dan memakan ternak pemeiharaan warga. Â Pihak BBKSDA Riau bertindak cepat dengan memasang perangkap dan menangkap satwa itu, kemudian melepaskannya ke alam liar.
Pihak BBKSDA Riau tahu kalau mereka tidak bertindak cepat, maka warga bisa main hakim sendiri terhadap satwa liar yang dilindungi undang-undang itu.