penurunan muka air tanah tidak bisa diatasi maka kota Bandung masa mendatang akan mengalami krisis air bersih. Kota asri, sejuk dan nyaman tinggal kenangan?
JikaPada September 2024 ini, sejumlah daerah di kawasan Bandung Raya menghadapi kekeringan. Â Sekira 856 hektar sawah di lima kecamatan, seperti Cieleunyi, Rancaekek, Solokan Jeruk, Majalaya dan Ciparay, Kabupaten Bandung menghadapi kekeringan akibat kemarau panjang yang membuat ratusan petani merana.
Kondisi kekeringan ini kata Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bandung Ningning Hendarsah kepada Jabar Ekspress 7 September 2024, berdampak pda sawah mulai fase baru tanam hingga generatif. Â https://jabarekspres.com/berita/2024/09/07/kemarau-panjang-ratusan-hektar-sawah-di-kabupaten-bandung-kekeringan/
Kabupaten Bandung Barat juga mengalami kekeringan. Menurut  Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Bandung Barat, Meidi kekeringan menyebabkan 34 desa dan 134 RW di lima kecamatan seperti Kecamatan Ngrampah, Padalarang, Ciependeuy mengalami krisis air bersih.
Pemerintah Kabupaten Bandung Barat  sudah mengumumkan status siaga kekeringan sejak 23 Agustus hingga 23 November mendatang.
Bagaimana dengan Kota Bandung? Sejumlah warga Kota Bandung yang saya hubungi mengaku air tanah di darahnya masih aman. Saepul Hadi Santoso, warga Keurahan Hegarmanah, Kecamatan Cidadap  mengaku  saat ini air bersih bisa dibilang masih mencukupi. Â
"Walaupun  pasokan air sedikit berkurang dibanding  dulu. Mungkin berkurangnya  akibat musim kemarau," ujar Saepul.
Rahmat Kurnia, warga Antapani Selatan juga mengaku air tanah di daerahnya relatif aman. Â Hanya saja kalau di luar Kota Bandung sudah mula terasa dampaknya.
Namun menurut Rahmat kelihatannya tidak seburuk kejadian beberapa tahun ke belakang.
Hanya saja sejumlah pakar mengingatkan , bukan soal kemarau membuat kawasan Bandung Raya mengalami krisis air. Staf pengajar Geodesi Institut Teknologi Bandung Heri Andreas menyampaikan 80 persen penurunan muka air tanah (land subsidence)  di Kota Bandung disebabkan  pemakaian air tanah yang begitu tinggi.
Selain pemakaian air dari PDAM, sejumlah warga mempunyai sumur artesis sediri yang airnya dijual kepada warga. Jadi penurunan muka air tanah bukan hanya persoalan di daerah pesisir tetapi di daerah cekungan seperti Bandung.
Saat ini laju penurunan tanah di kawasan Bandung Raya mencapai  satu hingga 20 cm per tahun. Hingga saat ini level  air tanah di Bandung sudah ada yang mencapai 70 meter.
"Air tanah tidak bisa direcharge, maka jika eksploitasi tidak dihentikan maka Bandung akan menuai bencana krisis air bersih pada masa mendatang," Â ujar Heri Andreas, 7 September 2024 dalam sebuah webinar yang diselenggarakan Masyarakat Sains Jurnalis Indonesia.
Yang mengerikan kata Heri, seandainya saja Bandung berada di pesisir maka akan lebih dulu tenggelam dibandingkan Jakarta, Semarang , Pekalongan yang saat ini sedang berjuang menghadapi ancaman tenggelam.
Seperti dikutip dari Bandung Bergerak  sejumlah penelitian memperkirakan sumur-sumur air tanah di kawasan cekungan Bandung akan mengering sekitar 2050 bahkan bisa lebih cepat. Â
PDAM Tirtawening Kota Bandung mengakui  untuk melayani warga, bertumpu pada sejumlah mata air dari Bandung Utara. Penggunaan air tanah  diutamakan mensuplai kawasan  yang tidak terjangkau oleh pelayanan dari Instalasi Induk PDAM.
PDAM Tirtawening memiliki tiga puluh dua unit sumur air tanah dalam.
Penelitian yang dilakukan Aditya Firdaus Nusantara dan Dewi Kania Sari dalam makalahnya (2022) mengungkapkan dataran cekungan Bandung terbentuk oleh endapan danau purba
Material lepasnya berukuran lempung, lanau, pasir dan kerikil, juga mengandung sisipan breksi. Komposisi ini sangat rentan terhadap getaran seismik dan penurunan muka tanah.
Seperti halnya Heri Andreas, kedua menuding ekstraksi air tanah yang berlebihan menjad menyebab penurunan muka air tanah.  Mereka menyebut sebagian besar industri yang ada di cekungan Bandung mengkonsumsi  air tanah sebagai bahan baku.
Hal senada juga disampaikan Kepala Pusat Air Tanah dan Geologi Tata Lingkungan (PATGTL) Badan Geologi Rita Susilawati seperti dikutip dari Kompas.com 6 Februari 2023 bahwa pengambilan air tanah yang eksploitatif  berimbas penurunan yang rawan terjadi di kawasan Cileunyi-Rancaekek, Kabupaten Bandung. Â
Di daerah Cileunyi penurunan muka air tanah dalam atau artesis sudah mencapai sekira 60 meter. Sementara di Rancaekek penurunan muka air tanah sekira 70 meter.
Hanya saja sekalipun mengakui bahwa banyak industri terdapat di daerah Rancaekek, masih perlu dievaluasi apakah mereka penyebabnya.  Pada Februari 2023 itu, Rita  hanya menyoroti adanya pengambilan air tanah yang illegal.
Penurunan muka air tanah, kerusakan di Kawasan Bandung Utara, kondisi sungai yang tidak sehat karena sampah, menambah pekerjaan rumah bagi kepala daerah mendatang di kawasan Bandung Raya, baik di Kota Bandung, Kota Cimahi, Kabupaten Bandung, maupun Kabupaten Bandung Barat.Â
Sebab mereka harus menyelesaikan masalah bukan hanya untuk kepentingan hari ini tetapi masa depan umat manusia, anak dan cucu mereka sendiri.
Sayang sekali kalau kawasan yang tadinya  hijau, sejuk, asri, yang nyaman untuk tempat tinggal manusia hanya tinggal menjadi sejarah dan kenangan.
Irvan Sjafari Â
Sumber Lain:
https://bandungbergerak.id/article/detail/1292/krisis-air-bersih-melanda-kota-bandung
Nusantara, Aditya Firdaus dan Sari, Dewi Kania "Deteksi Penurunan Muka Tanah Menggunakan Metode Dinsar" Â FTSP Series : Seminar Nasional dan Diseminasi Tugas Akhir 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H