Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Bandung 1969, Isu Dekadensi Moral dan Fenomena "Sakit Asmara"

31 Agustus 2024   22:58 Diperbarui: 31 Agustus 2024   23:00 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kliping Berita Pikiran Rakjat 16 Juni  1969-Repro: Irvan Sjafari dari perpusnas

Pada pertengahan Mei 1969, Kota Bandung dikejutkan dengan lima belas kasus anak-anak di bawah umur terkait masalah asusila hanya dalam satu kuartal tahun itu.  Secara angka statistik Kepala Seksi Binapta Kepolisian Kota Besar Bandung AKP Achmad Hidajat menyampaikan bahwa tidak perlu mencemaskan sudah terjadinya dekadensi moral di kalangan anak-anak. 

Karena jumlah populasi anak-anak di kota itu sekitar 500 ribu, maka lima belas kasus itu kecil  secara  statistik. Meskipun Hidajat menyebut lima belas kasus ini cukup menjadi peringatan bagi para orangtua, pendidik dan pihak terkait untuk memiliki rasa tanggungjawab terhadap kesalamatan generasi akan datang.

"Kita tidak terlalu pesimis dengan adanya gejala dekadensi moral, karena belum menghinggapi anak-anak secara umum dan bisa ditanggulangi bersama," ujar Hidajat seperti dikutip dari Pikiran Rakjat 19 Mei 1969.

Tetapi bagaimana tidak khawatir, sebelumnya komik-komik yang dianggap tidak sesuai dengan usia anak-anak dan remaja  membanjiri lapak-lapak.  Baca:  Bandung 1969 Gempar Inflasi Komik, Hiburan Corak Baru dan Film Bioskop.  

Lima belas kasus itu yang ketahuan oleh polisi, bagaimana kalau yang tidak? Tidak ada yang bisa menjamin.  Bioskop-bioskop di Kota Bandung antara Mei hingga Juli 1969 masih dibanjiri film romans Italia bahkan mengumbar adegan cabul. Yang paling mencolok dan mengundang kritik pedas adalah "Young Aphrodites"  dan "The Seducer".

Di situs Imdb, "Young Aphrodites", berjudul asli Mikres Afrodites ini rilis 1963 dibuat oleh Yunani. Film ini berlatar belakang abad ke 2 sebelum masehi berdasarkan teks klasik mitologi Yunani tentang eros, tentang dua pasang manusia. Salah satunya remaja.  Ratingnya 6.7. Tidak terlalu buruk sebetulnya.

Namun menurut warga Babakan Ciamis, Bandung bernama Aeng Sudarma film yang dia tonton di bioskop Nusantara 16 Juni 1969 in mengecewakan, dari segi teknis maupun jalan cerita. Walaupun pelakunya remaja, tetapi bukan yang layak ditonton remaja.

Begitu juga dengan "The Seducers" buatan 1962,  mendapat rating 4.3 mengumbar sejumlah adegan yang tidak sesuai untuk anak-anak dan remaja.

Amato menyebutkan hal sama dalam tulisannya bertajuk  bertajuk "The Seducers" di Pikiran Rakjat 25 Juli 1969 menceritakan film ini tentang seorang pemuda SLTA jatuh hati pada perempuan yang lebih tua, yang membawanya pada satu petualangan yang membuat sadar pada realitas.

Film lainnya dari judulnya saja hanya menjual seksualitas-fenomena ini mirip booming film Indoensia era 1990-an-nseperti "Girls Tonite", "Gungala: The Black Phanter Girl (1968), "Women Desire" , "Imperial Venus".  Sekalipun ada film yang lebih lumayan seperti "Romeo and Juliet" (1968) yang menampilkan debutan Olivia Hussey. Film yang populer di banyak negara. 

Bagi bioskop film-film dengan tema ini merupakan fenomena sejak 1968 menguntungkan, setelah terpuruk pada masa akhir kekuasaan Sukarno. Begitu juga bagi Pemerintah Kota Bandung mendapat untung dari pajak tontonan. 

Pikiran Rakjat edisi 19 Juni 1969 mengungkapkan bahwa pemasukan pajak tontonan pada 1968 mencapai Rp14,6 juta dan nyaris tiga kali lipat target Rp5 juta.  Padahal pada 1967 pemasukan pajak tontonan hanya Rp3 juta.  Pajak tontonan menempati urutan kedua setelah pajak rumah tangga Rp80 juta pada 1968.

Film nasional belum bisa mengimbangi waktu itu, sehabis masa transisi politik. Para elite politik masih sibuk dengan penumpasan komunis, yang sudah merambah ke daerah seperti PGRS-Paraku dan muncul lagi lagi masalah Organisasi Papua Merdeka. 

Sementara di bawah kebutuhan hiburan bagaikan mendapatkan saluran setelah mendapatkan ketegangan berada dalam  masa Demokrasi Terpimpin yang sangat membatasi hal-hal yang berbau barat.

Masalah yang menimpa remaja semakin kencang ketika Pikiran Rakjat 16 Juni 1969 menuliskan berita tentang "Sakit Asmara" yang menjangkiti sebagian anak muda kota Bandung yang menjadi gosip di kalangan masyarakat.

Kepala Rumah Sakit  Immanuel Drs JE Siregar mengungkapkan seorang gadis kedapatan meninggal karena bunuh diri akibat minum obat dildrin  dengan sebab perkara asmara.

Ini menjadi soal karena rumah sakit ini merawat sepuluh pemuda karena mengkonsumsi obat tidur overdosis yang dipicu masalah cinta.  "Akibat perbuatan nekad-nekadan mereka diserang penyakit jiwa," kata JE Siregar.

Tidak diketahui apa pemicu minum obat tidur overdosis ini. Namun kemungkinan terinspirasi dari  kalangan selebrtis Barat. Pada era 1960-an sejumlah artis Hollywood bunuh diri dengan minum obat tidur, seperti Marlyn Monroe (1962), Judy Garland (1969).

Irvan Sjafari

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun