"Kakak kelas aku, seorang alumni  bilang ada proyek. Aku dikasih DP dan tiket pesawat. Tetapi ternyata dia ikut komplotan ini," bisik Rahma ketakutan.
Tiga jam kemudian kami sudah berada di hutan.  Di situ ada sebuah pondok  berbentuk kubah.
"Kalian yang membangun pondok yang bagus ini?"
"Bukan Bos. Ini bivak yang dibangun mencinta alam. Â Kelihatannya bagus untuk kita bermalam sambil bersenang-senang pada mereka beruda," ucap Sudin.
Rahma ketakutan. Aku juga takut untuk pertama kalinya berhadapan dengan pemburu satwa liar. Â Di dekat pondok itu sebuah tong besar.
"Nah, itu tempat kalian berdua nanti. Asyik, kan? Bermesraan. Lalu tong kami tutup dan kami buang di sungai," kata Yongki tertawa.
Kami diikat berdua berpunggungan. Tubuh kami berpeluh dan duduk dengan kaki berselonjor.
"Silahkan bos, kita masuk ke dalam," ajak Yongki. "Kita makan dulu! Habis itu kita masukan mereka ke dalam tong!"
Sudin, Yongki dan dua orang lain masuk ke dalam pondok, mereka membawa lentera dan kotak makanan. Seorang lagi mengawasi kami dengan tatapan mata dingin.
"Yang cewek boleh dicobain dulu nggak..!" terdengar suara Sudin di dalam pondok yang cukup besar dulu.
Namun belum sempat dia bersuara pondok berbentuk kubah itu mengunci pintunya  dan daun-daun serta ranting yang tadi menutup. Lentera mereka terlemar keluar.  Bola itu  terbuat semacam kulit  transparan yang mengetat membuat mereka berempat  tidak bergerak.Â