Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan mengungkapkan angka yang lebih mengerikan dalam lima tahun terakhir ini terjadi 127 konflik antara buaya dengan manusia. Konflik ini bahkan terjadi di Kota Pangkal Pinang sebanyak 20 kasus.
Pihak BKSDA mengungkapkan bahwa di seluruh Pulau Bangka terdapat 23 kantong habitat buaya. Sungai Selatan tempat kejadian serangan buaya itu adalah kawasan habitat buaya.
Menurut Endi R Yusuf pihaknya kewalahan menampung buaya yang diungsikan ke tempat penyelamat satwa milik Alobi di kawasan Air Jangkang, Dusun Sinar Rembulan, Kabupaten Bangka. Di kawasan yang mempunyai luas sekira 4,5 hektar terdapat 50 kandang satwa, hewan-hewan yang diselamatkan.
Buaya adalah salah satu spesies yang ada di sana. Ada dua puluh ekor buaya sendiri menempati kolam berukuran 30x 40 meter tentunya bisa dibayangkan sesak seperti apa. Itu pun harusnya lebih banyak karena banyak buaya yang diserahkan dalam keadaan sudah mati karena cara penangkapannya salah.
Untuk makanan para buaya itu, menurut penuturan Endi sumbangan dari para peternak yang kambing atau sapinya mati karena sakit.Â
"Untungnya buaya tidak memerlukan daging segar untuk makanannya, bangkai juga bisa. Namun kami mulai kewalahan karena sulit mencari tempat melepas-liarkan buaya-buaya itu," tutur Endi ketika saya hubungi, 21 Agustus 2024.
Untuk itu Endi meminta Pemerintah Daerah untuk menyediakan zona khusus untuk konservasi buaya di pulau itu. Zona itu tidak diganggu untuk kegiatan lain, hingga buaya yang ditangkap masyakarakat atau yang mengancam manusia bisa dipindahkan ke tempat itu. Tidak boleh penambangan timah illegal lagi di zona itu.
Kalau tidak ada solusi kongkrit maka konflik akan terus terjadi. Sudah ada kasus buaya berada di daerah pantai karena habitatnya terdesak. Memang buaya bisa beradaptasi dengan lingkungan air tawar maupun asin. Â Namun umumya habitat hewan ini adalah air tawar.
"Tempat Penampungan Satwa kami tidak permanen. Arealnya pun terbatas," pungkas Endi.
Irvan Sjafari