Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Bawa Bekal atau Jajan, Siswa Bawa Misting dan Tumbler

27 Juli 2024   22:33 Diperbarui: 27 Juli 2024   22:41 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kantin SMPN 2 Bandung-Foto: https://www.bandung.go.id

Bukan saja kantin sekolah yang hygenis dengan makanan sehat dan bergizi, tetapi sudah saatnya siswa membawa misting, tempat makan dan tumbler untuk minum yang bisa diisi ulang.

Dulu sewaktu saya duduk di Taman Kanak-kanak di kawasan Kebayoran tidak mengenal istilah jajan. Saya ingat benar bawa ibu selalu membekali  beberapa potong roti meises atau selai stroberi di misting dan air minum berupa teh manis atau air putih dalam botol plastik atau istilah sekarang tumbler.  

Seingat saya, semua potongan roti kadang nasi dengan telor ceplok serta sayuran ketimun habis tidak saya sisakan. Padahal  jam TK hanya sekitar tiga jam.  Mungkin karena konsepnya hanya bermain sambil diberikan materi, lalu sambil ngemil hingga tak terasa.  Saya tidak kenal istilah jajan.

Karena jarak TK dengan rumah tempat kami tinggal bisa ditempuh jalan kaki, kadang saya dijempur oleh sepupu yang lebih tua dengan becak kadang ditemani ibu jalan kaki atau naik becak. Makan pun di rumah. Benar-benar nol sampah atau  Zero waste. Anak-anak lain juga begitu.  Dulu kami belum kenal plastik.

Hingga kelas 3 SD, saya dan adik saya yang beda setahun tidak kenal jajan dan bawa bekal.  Baru kira-kira kelas 4 SD mulai jajan bakso atau bubur  tanpa mengetahui apakah bakso dan mi itu mempunyai gizi atau tidak. Jajan minum pun limun. Namun saya masih punya kebiasaan lebih suka sayur daripada daging, gado-gado uleg betawi adalah jajanan favorit saya. 

 Untuk makan siang sayur sop dan dendeng balado jadi favorit saya.  Selain itu juga gemar camilan buah, mulai sawo, kedondong, rambutan, mangga, hingga mengkudap tomat, serta ketimun.  Jadi bukan hamburger atau hot dog.  Itu saya lakukan hingga SMA. 

Satu kebiasaan yang ketika bekerja baru tahu ternyata bermanfaat.   Kebiasaan pernah diabaikan lagi tetapi kemudian dilakukan lagi setelah tahu bahaya terlalu banyak konsumsi daging. 

Waktu di SMP hingga SMA makan mi ayam, bubur, minum es kelapa, siomay tanpa peduli hygenitas  atau makanan disantap komposisi gizinya seperti apa. Tidak ada edukasi  makan tanpa sisa. Tidak pernah mendengar kampanye bawa makanan yang tersisa bakal menjadi masalah nantinya.  

Seingat saya hygienitas tidak terlalu diperhatikan. Mangkok dicuci dalam satu ember air besar untuk digunakan lagi. Ember air itu digunakan untuk mencuci berulang kali walau airnya sudah berminyak dan kotor.   

Hanya saja waktu SMA saya kerap ke  makan siang di samping sekolah, anak SMAN 28 menyebutnya dengan Warung Bu De.  

Saya suka nasi sayur kacang dengan tahu atau udang dengan cabe rawit. Kadang ayam, ikan dan ayam goreng juga menu dengan sayuran.  Namun saya suka jajan buah dari segi gizi lumayan dan itu terbawa hingga kuliah bawa makan itu harus ada lauk dan sayur.

Puluhan tahun kemudian baru saya menyadari bahwa kantin atau tempat makan itu harus memperhatikan hygenis, komposisi gizi, hingga zero waste. 

Saya menyesali mengapa tidak dari dulu membawa misting atau tumbler seperti waktu TK, mungkin karena merasa tidak praktis. Padahal kadang ibu mengingatkan.

Kebiasaan membawa misting dan tumbler itu baru dilakukan ketika sudah bekerja, terutama ketika ke lapangan.  Saya baru tahu "ngeh" istilah anak sekarang bawa makan dengan misting ini sebetulnya pas dengan takaran nasi dan lauk hingga tak bersisa.

Dalam kegiatan "ASEAN Summer: School Meals Programmes in ASEAN Cities" yang berlangsung di Bandung pada 23-26 Juli kantin sehat dan berkelanjutan sekolah menjadi topik.

Salah satu agenda para peserta mengunjungi Kantin SMPN 2 Bandung yang berlokasi di Jalan Belitung.  Menurut ASN staf Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian  (DKPP) Kota Bandung Nanang Zulkarnaen  kantin di sekolah ini mempunyai manajemen sendiri.

Kantin sekolah bekerja sama dengan Puskesmas Tamblong secara rutin melakukan pengecekan makanan dan minuman agar sesuai standar kesehatan.

Sekalipun jajanan yang masih standar, seperti nasi dengan ayam serta sayur, bubur ayam, batagir, bakso soun sayur, aneka snack, pudding buah.  Namun makanan yang disajikan ini harus sesuai standar.

Namun yang paling terpenting, kata Nanang ialah seluruh siswa SMPN 2 Bandung dianjurkan memakai misting dan tumbler kalau jajan di kantin dan tentunya lebih baik kalau bawa bekal ke sekolah. 

"Sebagian sayur dan buah yang digunakan di kantin ternyata hasil dari kebun sekolah," ujar Nanang kepada saya, 27 Juli 2024, seraya mengatakan bahwa sekalipun menjadi percontohan masih ada beberapa kantin SMP Swasta di Bandung yang juga mempunyai manajemen baik.

Hal ini diakui oleh salah seorang peserta, yaitu PMHP Ahli Muda Dinas Ketahanan Pangan Perikanan dan Pertanian Kota Bontang Kalimantan Timur Fahrudin Nor bahwa Kantin SMPN 2 Bandung ini terintegrasi dengan Buruan SAE yaitu kebun sekolah dan hygenitas terjaga dengan baik.

Para peserta mendapat masukan dari peserta negara ASEAN. Yang paling menarik ialah Singapura yang menyerahkan makanan dikantin sekolah pada vendor yang sudah diseleksi.  Di sini minuman untuk anak usia TK dan  SD pun diatur  kadar gulanya. Sejak dini mereka diajarkan untuk makan sehat dan itu terbawa hingga dewasa.

"Kalau di sini bebas-bebas saja hingga kebablasan dan sudah saatnya makanan untuk anak sekolah ditata. Sekalipun Indonesia belum memungkinkan seperti Singapura di mana penduduk sedikit dan mudah diatur. Sementara di sini penduduknya banyak dan kebanyakan tidak mau diatur," papar Fahrudin.

Hasil dari ASEAN Summer School ini akan dijadikan masukan untuk Kota Bontang. Di sana masih ada sekolah yang tidak punya kantin. Kalau pun ada sekolah punya kantin, tempatnya kecil. Walaupun ada sekolah punya kantin memadai dan hasil dari ASEAN Summer ini akan menjadi masukan bagi Wali Kota untuk kemudian dilakukan penataan.

Kota Bontang juga punya program Urban Farming seperti Buruan SAE di Kota Bandung. Bedanya kalau di Kota Bandung warganya masih banyak yang konsisten tetap mengelolanya, sementara di Bontang, warganya ada yang meninggalkan begitu saja begitu sudah ada titik urban farming. 

Apa yang diungkapkan Nanang dan Fahrudin patut digarisbwahi bahwa urban farming penting untuk mensuplai makanan sehat ke sekolah dan ini juga berpotensi mendukung program makan siang gratis yang digadang pemerintah mendatang. Itu sudah ada praktisnya.

Selain SMPN 2 Bandung menurut Kompas.Com SMKN 5 Bandung juga mewajibkan siswanya membawa misting dan tumbler. Dengan demikian sekolah-sekolah ini  berupaya meminimalisir sampah, termasuk sampah anorganik. https://edukasi.kompas.com/read/2019/01/20/23091371/menjadikan-tren-kampanye-bawa-misting-dan-tumbler-ke-sekolah 

Menurut saya tidak ada salahnya kalau seluruh anak sekolah membawa misting dan tumbler yang bisa diisi ulang. Tentunya juga harus ada tempat mereka mencuci misting tempat makan dan tumbler ketika sudah digunakan dan mau dipakai lagi.

 

Irvan Sjafari

 Foto: SMPN 2 Bandung-Kredit Humas Kota Bandung

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun