Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Ini Kisah Pernikahan Ramah Lingkungan dari Garut

18 Juli 2024   10:00 Diperbarui: 20 Juli 2024   15:09 308
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesadaran generasi Z terhadap lingkungan di sejumlah negara bukan hanya pada gerakan konservasi,  tetapi juga pada gaya hidup. Mereka bukan hanya bicara, tetapi juga menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari, bahkan untuk menikah saja sejumlah pasangan memilih pesta yang ramah lingkungan.   

Pada 14 April 2024 Acep Lukman Nur Hakim, seorang aktivis lingkungan dari Garut menerapkan pernikahan ramah lingkungan. Alumni Jurusan Pendidikan Biologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Jakarta ini mengaku terinspirasi dari sebuah workshop Eco family class di mana ada satu tema yang dinamakan ecowedding.

Patriot Desa dari Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) Provinsi Jawa Barat ini  dan pasangannya membuat persiapan sejak enam bulan sebelumnya.

Pertama Acep dan pasanganya Cucu Sopiah Kartika menggelar pernikahan di rumah, Jalan Mustofa Kamil, Garut dan  bukan di gedung.  Undangan selain cetak juga undangan via web. Mereka menyewa pakaian pengantin dan bukan membeli. 

Sementara untuk dekorasi bunga yang digunakan adalah bunga hidup, yang setelah pernikahan masih bisa digunakan lagi untuk hiasan dan setelah layu dijadikan kompos.

"Kami juga tidak menggunakan balon untuk dekorasi  karena itu merusak lingkungan, termasuk juga souvenir ramah lingkungan," kata peraih #SDGCertifiedLeader  ini ketika saya hubungi, 17 Juli 2024.

Untuk  resepsi, Acep dan pasangannya memakai cara prasmanan dengan piring dan gelas kaca, tidak menggunakan Styrofoam, menggunakan besek dan centong. Yang terpenting lagi, mereka meminta para tamu untuk menghabiskan makanan.  Selain itu ada tempat sampah untuk yang organik dan non organik.

"MC menyerukan para tamu untuk mengambil makan secukupnya dan mengingatkan pada saudara di Palestina yang masih kelaparan," ujar Acep seraya mengatakan menyelipkan edukasi pemilahan sampah pada para tamu di sela pesta pernikahan.

Sisa makanan pernikahan yang masih layak dibagikan kepada  keluarga sekitar atau tetangga yang belum hadir. Resepsi juga menggunakan botol plastik tetapi dibuang pada tempat yang sudah disediakan. 

"Alhamdullilah kami meninggalkan  sampah anorganik sebanyak 7 kilogram dan dijual Rp19.250. Sampah organik lima ember dibuat kompos, sampah kertas  sebanyak 0,5 kg  dijual Rp250, sampah kaleng 0, 3 kg  dan ketika dirupiahkan Rp3.150 dan sampah karangan bunga dijadikan kompos," ungkap Acep.

Pesta pernikahan ramah lingkungan pertama di Garut dan dia mengharapkan menular pada pasangan yang akan menikah.

Edukasi di tengah resepsi-Foto: Koleksi Acep LUkman Nurhakim
Edukasi di tengah resepsi-Foto: Koleksi Acep LUkman Nurhakim

Mereka bertekad  menerapkan rumah tangga ramah lingkungan di kompleks perumahan, mulai dari gerakan memilah sampah.  Mereka  berhemat dengan air bekas mandi, air keran tersisa untuk menyiram tanam. Tetunya juga menyediakan tong sampah organik dan anorganik. 

"Sampah organik kita setor pengelola kompleks untuk jadi kompos.  Sementara sampah botol plastik  disetor ke rumah botol kemudian dijual," pungkasnya.   

Di luar negeri isu pernikahan ramah lingkungan menjadi wacana yang mengkhawatirkan. The Guardian pada Mei lalu mengungkapkan rata-rata pernikahan di Amerika Serikat menghabiskan sekira 60 metrik ton CO2. Hal ini sama dengan 71 penerbangan pulang pergi dari New York ke Los Angles.  Untuk mengatasi dampak itu diperlukan 60 juta pohon. 

Jadi kalau ada dua juta pernikahan pada 2022, bisa dibayangkan apa dampak lingkungannya. Kate Wrat dan Midfulness Wed mengatakan elemen pesta pernikahan yang beirmbas pada emisi karbon adalah jumlah tamu yang tinggi, sisa makanan dan pilihan pada pakaian serta dekorasi.

Praktisi pernikahan berkelanjutan di Inggris Michelle Miles menyarankan para pasangan menggunakan bunga lokal hidup untuk dekorasi, memilih makanan produk lokal dan bukan impor, kalau perlu menyewa tanaman pot. 

Dia juga mengingatkan agar penggunaan daging sapi untuk makan pesta dihindarkan dan lebih makanan hijau atau vegan.

Irvan Sjafari

Sumber Lain:

https://www.theguardian.com/wellness/article/2024/may/02/sustainable-eco-friendly-wedding

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun