Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Wali Kota Bandung Mendatang: Lingkungan Hidup, Buruan SAE, Kang Pisman

3 Juni 2024   23:07 Diperbarui: 5 Juni 2024   17:00 710
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penghijauan yang dilakukan warga di kawasan Ledeng Bandung-Foto: Irvan Sjafari

Walaupun saya tidak bermukim di Kota Bandung, namun saya merasa ikatan batin saya terhadap kota ini begitu kuat. Pertama ibu saya pernah tinggal di kota dan saudara-saudara dari garis ibu banyak menikah dengan orang Bandung. Pada sisi lain almarhum ayah saya asli berasal dari Sumatera Barat. Praktis saya adalah separuh Jawa Barat, tepatnya Bandung. Saya tidak pernah ke Sumatera Barat.

Jadi, Pemilihan Kepala Daerah di Bandung menjadi perhatian saya karena Bandung is My Lovely City. Kira-kira begitu. Tentunya juga Depok dan Jakarta tetapi nantilah di tulisan lain.

Bandung itu punya modal besar. Pertama Bandung adalah pabrik SDM yang luar biasa karena empat perguruan tinggi negeri ada di kota itu, Institut Teknologi Bandung, Universitas Padjadjaran, Universitas Pendidikan Bandung dan UIN Gunung Djati. 

Belum lagi perguruan tinggi negeri lain yang spesifik seperti Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung, Politeknik Negeri Bandung, Politeknik Kesehatan Bandung, Institut Seni Budaya Indonesia

Belum lagi perguruan tinggi swasta yang terkemuka, ada Universitas Parahyangan, Telkom University, Itenas, Universitas Pasundan, Universitas Islam Bandung, Universitas Muhammadyah Bandung, Universitas Kristen Maranath, Unikom dan sebagainya. Total jumlah perguruan tinggi negeri dan swasta dari berbagai spesifikasi di kota ini saya perkirakan lebih dari 50

Perguruan tinggi ini sudah punya akar sejarah yang panjang sejak 1950-an dan hebatnya hampir perguruan tinggi-sekalipun sebagian pindah ke Jatinangor berkumpul dalam suatu massa berdekatan di Bandung Utara. Badan Pusat Statistik Jawa Barat menyebutkan angka partisipasi kasar lulusan perguruan tinggi mencapai 48,70 pada 2022, naik signifikan dibanding 2021 yaitu 41,77.

Terkait dengan SDM yang baik ialah Indeks Baca Masyarakat (IBM) Kota Bandung menurut rilis Badan Pusat Statistik pada 2023 berada pada angka 78,81. Nilai ini naik dari 2022 sebesar 76.07.

Sementara Indeks Literasi masyarakat di kota kembang ini pada tahun yang sama berada pada angka 86,70. Perpustakaan Nasional juga melakukan survey senada terkait membaca, Bandung berada pada posisi keenam dengan angka 73,63. 

Dengan angka APK perguruan tinggi yang nyaris separuh dari warga kota berpopulasi 2,7 juta jiwa ini dan tingkat literasi yang tinggi mustahil, masyarakat yang terdidik ini tidak tahu masalah krusial di kotanya,ancaman dari lingkungan misalnya krisis ekologi di Kawasan Bandung Utara, masalah sampah, berkurangnya mata air dan sungai. 

Mereka pasti mengalami kemacetan yang luar biasa karena rasio kendaraan bermotor serta populasi 1:1. Angka ini lebih tinggi dari Jakarta. Jika waktu weekend wisatawan Jakarta masuk, seperti apa Bandung macetnya. Kawan-kawan saya di Bandung ketika libur panjang malas ke Lembang karena pasti macet. Kalau saya ke Bandung untuk healing pasti di hari kerja.

Orang-orang yang melek literasi ini pasti tahu bahwa Bandung mempunyai masalah geng motor yang sudah bertahun-tahun, yang menjurus ke kriminal, sekalipun menurut saya harus dibedakan dengan klub motor yang menjadikan kota ini dijuluki Gotham City.

Menjadi tanda tanya saya mengapa dengan modal SDM yang begitu besar Kota Bandung mempunyai banyak masalah? Apakah para pemimpinnya gagal melibatkan masyarakat dalam pembangunan?

Modal SDM Berlimpah 

Meskipun demikian dalam berapa hal menurut saya Bandung memang hebat. Dengan modal SDM lulusan perguruan tinggi, industri kreatif,seperti musik, fesyen, kuliner, kriya, desain interior, desain produk, fotografi, hingga arsitektur bermunculan dari Kota Bandung. Banyak musisi, wirausaha, profesional kreatif adalah lulusan perguruan tinggi.

Itu tercermin dari distro, factory outlet, pertunjukkan musik dan budaya begitu marak dan kulinernya beragam. Sebagian besar didorong dari akar rumput dan saya meragukan peran Pemerintah Kota Bandung. Bahkan untuk menyelamatkan Saung Udjo yang mengalami kesulitan finansial, Pemerintah kota Bandung tidak terlihat upaya maksimalnya. Padahal Saung Udjo juga dicari pariwisata.

Pada masa kepemimpinan Ridwan Kamil sempat membuat warga Bandung bangga, karena ada taman-taman tematik, penataan pedestrian, hingga gagasan pertanian kota seperti Buruan SAE dan pemilahan sampah berupa Program Kang Pisman yang kemudian dilanjutkan Oded adalah hal yang baik dan luar biasa.

Namun permasalahan sampah masih belum selesai, terbukti dengan peristiwa terbakarnya TPST Sarimukti menimbulkan efek berantai, Bandung menjadi darurat sampah dan mengancam eksistensinya sebagai kota pariwisata ketika sampah bisa-bisa bertumpuk di titik-titik yang banyak dilalui wisatawan seperti Cihampelas Walk. Sampah di sungai pun juga masih menjadi masalah.

Yang paling menjadi krusial ialah Kawasan Bandung Utara yang justru ekologinya jadi korban komersialisasi. Saya yakin banyak warga yang lulusan perguruan tinggi itu menyadari bahaya masalah ekologi itu. Padahal lingkungan yang asri berada di antara pegunungan adalah modal kedua selain SDM yang dimiliki Bandung. 

Penghijauan yang dilakukan warga di kawasan Ledeng Bandung-Foto: Irvan Sjafari
Penghijauan yang dilakukan warga di kawasan Ledeng Bandung-Foto: Irvan Sjafari

Sayang, udara yang saya rasakan sejuk dan bikin malas mandi pagi pada 1970-an hingga 1990-an menjadi terdegradasi setelah 2000-an. Jadi berlibur ke Bandung benar-benar beristirahat, banyak tidur di udara yang segar. Ketika iklim Bandung mulai panas, untung masih ada sejumlah ruang terbuka hijau seperti Taman Hutan Raya Djuanda, Babakan Siliwangi masih eksis menjadi paru-paru kota yang meredam polusi.

Jadi isu lingkungan seharusnya menjadi salah satu soal yang harus disuarakan dan menjadi program kandidat kepala daerah di Kota Bandung. Keberhasilan mengatasi masalah lingkungan akan berdampak membuat kunjungan meningkat ke kota Bandung.

Perbanyak Guest House dan Homestay, Moratorium Hotel Berbintang dan Apartemen

Saya khawatir apakah dengan membangun hotel dan apartemen ingin membidik wisatawan premium. Padahal hotel berbintang yang ada saja belum maksimal okupansinya.

Padahal membangun hotel dan apartemen kebanyakan, investor inginnya di bagian utara berpotensi berdampak pada ekologi. Jadi hitungannya ke depannya justru membahayakan keberlangsungan Kota Bandung. Bukan saja lahan hijau, tetapi juga mata air dan beban berat tanah. Apa ada hitungannya.

Jangan hanya membidik wisatawan premium dengan memperbanyak hotel besar, tetapi justru membuka kesempatan bagi warga Bandung menjalankan bisnis homestay. 

Wisatawan backpacker dan medium dalam jumlah besar menjadi pemasukan bagi kota. Wisatawan backpacker dan medium ini mencari kuliner menengah ke bawah yang menghidupi rakyat kebanyakan di Bandung. Mengapa mereka tidak juga difasilitasi? 

Bagi saya menginap di Guest House Backpacker dan Homestay adalah asyik, bisa langsung berinteraksi dengan warga. Sementara di hotel berbintang itu individual. Hal itu sama dengan memilih makan di kulineran kaki lima atau rumah makan menengah ke bawah, bisa bertemu langsung dengan mahasiswa, warga Bandung dan ngobrol. Mereka akan memberikan informasi tentang apa yang menarik di Kota Bandung.

Pertahankan Program Kang Pisman dan Buruan SAE

Salah satu program Pemkot Bandung sejak masa Kang Emil dan dilanjutkan almarhum Kang Oded adalah Kang Pisman (Kurangi, Pisahkan dan Manfaatkan ) sampah dan Buruan SAE. (Pekarangan Sehat Alami dan Ekonomis) atau sebenarnya bentuk dari urban farming atau pertanian kota. Kedua program ini bisa digandeng dan merupakan contoh solusi mengatasi masalah lingkungan yang jitu.

Program Kang Pisman sudah banyak diterima oleh akar rumput untuk mengurangi sampah dari hulu. Sejumlah RW sudah mampu membuat tempat kompos dengan berbagai cara di antaranya maggot. Program ini sudah banyak dijalankan di daerah lain.

Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Kota Bandung Gin Gin Ginanjar mengungkapkan hingga saat ini titik Buruan SAE yang dikelola masyarakat mencapai 375 titik yang tersebar di 151 kelurahan. Pemkot Bandung menargetkan menambah 100 kelompok buruan SAE.

"Kami berharap bukan hanya sayuran, tetapi juga ada turunannya seperti ternak ayam dan ternak ikan," ujar Gin Gin dalam keterangan tertulisnya kepada saya berapa waktu lalu.

Apakah Buruan SAE bisa berkembang menjadi seribu titik, mengingat jumlah RW di Bandung mencapai 1.596? Gin Gin menjawab capaian angka 1.000 belum tertuang dalam tujuan pengembangannya. Tapi dia berharap setiap Rukun Warga bisa ada kelompok Buruan SAE.

Buruan SAE di beberapa titik sudah terkoneksi dengan program Kang Pisman. Beberapa lokasi buruan SAE juga menjadi lokasi Kang Pisman. Buruan SAE sendiri memiliki 8 aktifitas. Salah satu di antara aktivitasnya mengolah sampah organik menjadi kompos atau makanan ternak.

"Pemanfaatan sampah dapur, sampah organik sisa makanan sudah menjadi bagian sejak awal dari Buruan SAE sebagai penguatan ketahanan pangan sehingga terjadi sirkular ekonomi yang kuat antara pemanfaatan sampah dan ketahanan pangan," pungkasnya.

Program Kang Pisman oleh warga-Foto: Koleksi Aktivis Lingkungan Tini Martini
Program Kang Pisman oleh warga-Foto: Koleksi Aktivis Lingkungan Tini Martini

Sementara aktivis Bandung Food Security Theresia Gunawan berharap agar Program Buruan SAE dipertahankan bahkan harus dikembangkan oleh siapa pun yang menjadi Wali Kota Bandung nanti.

Buruan SAE merupakan langkah awal yang baik untuk meningkatkan produksi pangan lokal dan mengurangi ketergantungan pada pasokan dari luar kota.

Program ini tidak hanya meningkatkan ketahanan pangan, tetapi juga memiliki dampak positif terhadap lingkungan dan kualitas hidup masyarakat. Penting untuk memastikan bahwa program ini terintegrasi dalam kebijakan jangka panjang dan mendapat dukungan anggaran yang memadai.

Theresia menyebut membuat titik Buruan SAE sebanyak 1.596 sesuai jumlah RW di Kota Bandung adalah suatu target yang sangat ambisius. Namun, katanya hal ini bukan tidak mungkin dicapai dengan perencanaan yang matang dan dukungan yang konsisten

"Kemudian pertanyaan berikutnya adalah, adakah Sang Kandidat Wali Kota yang mau memimpin orkestrasi ketahanan pangan Kota dan menjawab tantangan ini dalam program kerja mereka?" ujar staf pengajar Universitas Parahyangan ini melalui Whatsapp kepada saya 2 Juni 2024 (Bagian Pertama dari Dua Tulisan)

Irvan Sjafari

Tulisan Terkait:

https://www.kompasiana.com/jurnalgemini/651da846edff76628a4dd752/buruan-sae-jadikan-bandung-kota-berkelanjutan?page=3&page_images=4 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun