Orang-orang yang melek literasi ini pasti tahu bahwa Bandung mempunyai masalah geng motor yang sudah bertahun-tahun, yang menjurus ke kriminal, sekalipun menurut saya harus dibedakan dengan klub motor yang menjadikan kota ini dijuluki Gotham City.
Menjadi tanda tanya saya mengapa dengan modal SDM yang begitu besar Kota Bandung mempunyai banyak masalah? Apakah para pemimpinnya gagal melibatkan masyarakat dalam pembangunan?
Modal SDM BerlimpahÂ
Meskipun demikian dalam berapa hal menurut saya Bandung memang hebat. Dengan modal SDM lulusan perguruan tinggi, industri kreatif,seperti musik, fesyen, kuliner, kriya, desain interior, desain produk, fotografi, hingga arsitektur bermunculan dari Kota Bandung. Banyak musisi, wirausaha, profesional kreatif adalah lulusan perguruan tinggi.
Itu tercermin dari distro, factory outlet, pertunjukkan musik dan budaya begitu marak dan kulinernya beragam. Sebagian besar didorong dari akar rumput dan saya meragukan peran Pemerintah Kota Bandung. Bahkan untuk menyelamatkan Saung Udjo yang mengalami kesulitan finansial, Pemerintah kota Bandung tidak terlihat upaya maksimalnya. Padahal Saung Udjo juga dicari pariwisata.
Pada masa kepemimpinan Ridwan Kamil sempat membuat warga Bandung bangga, karena ada taman-taman tematik, penataan pedestrian, hingga gagasan pertanian kota seperti Buruan SAE dan pemilahan sampah berupa Program Kang Pisman yang kemudian dilanjutkan Oded adalah hal yang baik dan luar biasa.
Namun permasalahan sampah masih belum selesai, terbukti dengan peristiwa terbakarnya TPST Sarimukti menimbulkan efek berantai, Bandung menjadi darurat sampah dan mengancam eksistensinya sebagai kota pariwisata ketika sampah bisa-bisa bertumpuk di titik-titik yang banyak dilalui wisatawan seperti Cihampelas Walk. Sampah di sungai pun juga masih menjadi masalah.
Yang paling menjadi krusial ialah Kawasan Bandung Utara yang justru ekologinya jadi korban komersialisasi. Saya yakin banyak warga yang lulusan perguruan tinggi itu menyadari bahaya masalah ekologi itu. Padahal lingkungan yang asri berada di antara pegunungan adalah modal kedua selain SDM yang dimiliki Bandung.Â
Sayang, udara yang saya rasakan sejuk dan bikin malas mandi pagi pada 1970-an hingga 1990-an menjadi terdegradasi setelah 2000-an. Jadi berlibur ke Bandung benar-benar beristirahat, banyak tidur di udara yang segar. Ketika iklim Bandung mulai panas, untung masih ada sejumlah ruang terbuka hijau seperti Taman Hutan Raya Djuanda, Babakan Siliwangi masih eksis menjadi paru-paru kota yang meredam polusi.
Jadi isu lingkungan seharusnya menjadi salah satu soal yang harus disuarakan dan menjadi program kandidat kepala daerah di Kota Bandung. Keberhasilan mengatasi masalah lingkungan akan berdampak membuat kunjungan meningkat ke kota Bandung.