Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menjadi Hip Hip Yura (Komunitas Penggemar Yura Yunita)

30 Mei 2024   01:03 Diperbarui: 30 Mei 2024   01:05 266
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Saya (bertopi di tengah) bersama Komunitas Hip Hip Yura-Foto: Dokumentasi Hip Hip Yura

Begitu juga ketika berinteraksi di media sosial ketika Yura "diserang", penggemarnya merespon dengan  bahasa yang santun dan argumentatif.  

Dalam kopi darat itu terungkap sebagian dari mereka merasa terwakili oleh lagu "Tutur Batin" dan "Cinta dan Rahasia". Kalau saya sendiri dan satu orang lagi alumni Sastra Rusia Universitas Padjadjaran memuji lagu "Kataji" sebagai lagu yang cerdas.  Dalam pertemuan itu anggota komunitas bisa saling curhat terhadap masalahnya. 

Begitu juga dalam kopi darat berikutnya. Jadi komunitas ini seperti keluarga.  Tentunya kami juga suka nobar film yang Yura menjadi penyanyi soundtracknya, selain menonton pertunjukkan Yura, entah hanya mengisi acara, gigs hingga konser.  Sebagai catatan Hip Hip Yura punya regional di berapa kota, seperti Bandung, Surabaya, Yogyakarta dan mungkin ada di kota lain. Namun tampaknya yang paling aktif adalah Jabodetabek.

Lalu bagaimana dunia akademik memandang fan base artis.  Psikolog David Greenberg dalam Universitas Bar-Ilan menyatakan kepribadian publik para penggemar musiknya  mencerminkan kepribadian musisinya.   Dalam penelitiannya yang dibuat di Journal of Personality and social Psychology  pada Juli 2020, Greenberg dengan timnya  merekrut 86 ribu perserta menggunakan Big Data  untuk menguji apakah kepribadian publik musisi mempengaruhi preferensi penggemarnya.

Para peserta adalah penggemar dari 50 musisi dan band yang beragam, mulai dari Bob Dylan, Elton John, Whitney Huoston, Taylor Swift hingga Rolling Stones.

Hasilnya? Greenberg menemukan pesona figur publik penyanyi memainkan peranan penting menarik penggemarnya karena ada yang mirip dengan kepribadian mereka sendiri. Greenberg menyebut fenomena ini "efek musik yang selaras dengan diri sendiri".

Sebuah artikel yang ditulis CNN tentang penggemar Taylor Swift mengungkapkan penyanyi Amerika menulis lagunya sejak belia. Dia menjadikan musik bagaikan diary, dengan bahasa yang sederhana hingga pendengar menangkap maksud lagu itu. Hasilnya  para penggemarnya kerap merasa Swift menyuarakan kisah hidup mereka. 

Bagaimana saya? Kalau kisah hidup lagu Yura menceritakan secara temporer kisah hidup saya. Pada November 2022, lagu "Tutur Batin" memang pas menyuarakan saya, namun saat ini tidak. Saya sampai membuat puisi terinspirasi lagu itu dan memang liriknya sedih sih.

Lagu "Intuisi" menyuarakan aspirasi saya ketika menemui orang yang saya jatuh hati pada berapa waktu lalu.  Namun saat ini tidak.  Jadi "thesis" Greenberg dan tulisan CNN benar sebagian. 

Tetapi di sisi lain, lagu Yura bertajuk "Kataji" dan "Bandung" seperti melekat sebagai aspirasi diri saya mencintai kota Bandung hingga saat ini dan menjadi lagu wajib saya.  Kedua lagu itu menjadi hiburan sekaligus juga punya nilai seperti saya bahas di atas. 

Lagu "Jalan Pulang" redefinisi dari Yura  menarik tentang arti pulang.  Pada masa sekarang bisa jadi rumah bukanlah di kampung, tetapi memberikan kenyamanan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun