Gadis itu mengangguk. "Aku sebetulnya menjaga mereka agar tidak keterluan di Leuweung larangan. Tapi mereka tidak patuh, ya seperti inilah nasib mereka."
"Apa tubuh mereka kan ditemukan?"
"Tidak, mereka akan jadi pupuk di Leuweung Larangan seperti tubuh kawan kakak itu. Â Aa tidak akan terlibat tidak ada yang tahu, Aa ikut mereka. Semua bukti sudah mereka lenyapkan sendiri," kata cewek itu.
Wajahnya manis bahkan ayu. Dia tahu aku memperhatikannya. "Kalau  Aa kangen aku tunggulah di Curug Beureum, aku akan datang menemui Aa."
"Lalu bagaimana aku Kembali? Seperti dahulu anjeun antar?"
"Tidak, nanti kakak dicurigai bersama mereka."
"Jadi?"
"Air minum itu ada obat tidurnya," katanya tersenyum.
Tahu-tahu aku tidak sadarkan diri dan menemukan diriku terbaring di saung dekat Curug Bereum. Â Kang Anom membangunkanku.
"Masih suka kontempelasi lagi ya, hari sudah siang. Ayo kita makan dulu," ajak Kang Anom.
Aku menurut.  Para penjaga belum tahu  empat motor trail naik ke Leuweng Larangan tanpa lapor.  Yang jelas ketika aku turun, sempat melihat ke atas curug. Perempuan itu berdiri di atas bukit dan melambai. Di dekatnya empat ekor lutung ketakutan.  Aku yakin mereka jelmaan kawanan Darmawan.