"Harta Paling Berharga adalah Tetangga Kita". Â Demikian ungkapan dalam spanduk Halal Bihalal Silaturahmi warga kompleks saya di Blok A Â Cinere pada Sabtu 5 Mei 2024. Acara digelar di sebuah lapangan menjadi semacam "reuni" antar warga yang sudah puluhan tahun tinggal di kompleks yang jarang saling bertemu karena pekerjaan, kecuali mereka yang aktif di kegiatan warga.
Bagi saya halal bihalal ini upaya yang baik untuk membuktikan mitos orang kota yang tinggal di kompleks apa yang terjadi pada lingkungannya dan tidak kenal dengan tetangganya. Â Sebetulnya upaya ini sudah dimulai dengan membentuk WA Grup yang dengan cepat memberikan kabar jika terjadi masalah pada satu keluarga.
Efektivitas WA Grup ini terbukti ketika terjadi pandemi Covid-19, salah seorang pengurus RT/RW membantu makanan seorang warga yang keluarga isolasi mandiri. Â Jika ada yang meninggal ada tetangga yang datang membantu dan pengumuman di masjid ikut memberi kabar. Â
Keluarga kami mendapatkan bantuan ketika ayah saya meninggal berapa tahun yang silam, Ketua RW-nya  mmebantu rekomendasikan mencari tempat pemakaman di dekat rumah. Luar biasa.
Saya sendiri menjadi warga Cinere pada usia remaja,ikut orangtua bersama empat adik saya.  Kawasan yang awalnya masuk Kecamatan Limo, Kabupaten Bogor ini dicibir sebagai tempat yang tidak menarik untuk tinggal karena sangat jauh dari pusat kota. Sekalipun  almarhum ayah sudah membeli sejak 1980, tetapi kami resmi menempati rumah pada 1983 karena saya dan seorang adik harus menyelesaikan SMP di Tebet.
Jalan Cinere waktu itu masih tergolong kecil, bagian depan kompleks masih didominasi semak belukar dengan alang-alang dan hanya ada jalan setepak membelah untuk masuk ke jalan tempat tinggal saya. Akses masuk kompleks hanya ada di Jalan Markisa.Â
Satu-satunya pertokoan hanya ada di dalam kompleks yang buka sampai jam 9 -an malam tidak banyak toko. Satu di antaranya menyediakan akses telepon analog. Â Tidak semua rumah punya telepon analog.
Apakah menyenangkan tinggal? Oh, kalau saya sih senang karena udaranya asri. Proposi RTH dan  pemukiman masih memadai bahkan hingga sekarang.  Ada Fasilitas Umum dan Sosial bisa digunakan semua warga. Bahkan hingga sekarang.
Saya sekolah di SMAN 28 Ragunan yang juga dikelilingi pohon-pohon yang asri. Â Kalau olahraga sekolah kami menyewa kawasan atlet Ragunan yang juga banyak pepohonannya, hingga jalan kaki dari terminal ke tempat sarana olahraga menjadi begitu menyenangkan.
Pada paruh kedua 1980-an sudah ada pertokoan yang mengambil lahan semak, sudah toko swalayan hingga rental video. Sementara itu di Blok M ada Bioskop Dinasti. Â Keberadaan bioskop membuat lebih mudah mengakses hiburan dengan harga tiket yang murah dan bisa ditempuh dengan jalan kaki dari rumah. Â
Cinere berkembang pesat sejak 1990-an dengan adanya Cinere Mal, yang praktis jadi mal komunitas, sebetulnya cukup dengan tiga hal: pusat jajanan dan restoran cepat saji, pasar swalayan, bioskop. Sisanya toko busana dan ruang kebugaran hanya pelengkap. Pusat kebugaran menjadi ruang berinteraksi, saya pernah ikut taekwondo di sini dan kenal dengan warga dari kompleks lain.
MC acara Halal Bihalal Isti juga menceritakan kisah yang mirip  ketika pertama kali menghuni kompleks di usia balita pada 1979, masih dicibir oleh teman-temannya: Cinere daerah mana tuh!
Ketika masih kecil Isti mengaku suka main sepeda dengan beberapa teman sebayanya yang hadir di kompleks tersebut. Â Saya ketika remaja juga pernah melihat anak-anak bersepeda denga naman. Itu sebabnya sejumlah jalan dibuat buntu agar mobil dari luar kompleks tidak seenak-enaknya motong jalan kalau Cinere macet.
Moefti, Warga RT 04 juga generasi pertama di kompleks bercerita ketika dia baru menghuni sapi bisa berkeliaran di sekitar rumahnya. Â Cerita yang sama juga saya dengar dari adik kelas saya di FIB UI yang tinggal di Kompleks AL di mana kerbau masih berkeliaran pada 1970-an dan 1980-an awal.
Blok A hanya punya dua ruang publik, yang di kawasan belakang ada lapangan basket kerap digunakan untuk tempat TPS dan ruang publik di bagian depak untuk tempat Salat Id dan juga tempat halal bihalal. Â Kami juga punya masjid yang dulunya hanya bangunan kecil, namun kemudian berkembang dilengkap dengan sarana pendidikan.
Saya bersyukur ada dua situ yang ada di sekitar kompleks yang menjadi tempat parkir air kalau terjadi hujan lebat, yang satu di belakang kompleks dan yang satu lagi di kompleks Angkatan Laut. Â Secara umum ruang terbuka masih aman. Begitu juga dengan keberadaan air tanah, entah sampai kapan.
Lingkungan hidup masih memadai, ditandai dengan masih banyak biawak dan musang berkeliaran. Itu pertanda masih ada habitat yang sehat untuk spesies itu.
Pedagang Kaki Lima Sahabat Warga
Hal yang paling saya suka di kompleks ialah pedagang kaki lima di pelataran parkir Blok A sudah menjadi bagian dari masyarakat. Pasalnya sebagian dari mereka tumbuh bersama kompleks ini. Di antara Tukang Sate Ayam Si Doel (almarhum), Bakmi Bangka Bang Karim (almarhum). Yang pertama dilanjutkan anak-anaknya dan yang kedua istrinya.
Interaksi ini bermanfaat. Pedagang kaki lima dan tukang parkir di kompleks jadi pagar sosial. Suatu ketika dompet saya jatuh, mereka yang menemukan dan mengembalikan kepada saya. Â Almarhum ayah saya pernah jatuh diantar ke rumah. Â Saya tersentuh.
Ada tukang nasi uduk yang berjualan bersama seorang warga yang menitip produk martabaknya. Â Walau pun hanya berjualan di akhir pekn almarhum suaminya pengurus masjid. Â Ibu Tukang Nasi Uduk juga membantu masjid kalau mengedarkan iuran. Â Kalau ada yang punya hajatan membagikan makan di masjid, ibu itu akan mendapatkan pesanan.
Infrastruktur Tidak Memadai
Hanya ada satu persoalan kawasan yang tadinya dipandang sebelah mata tiba-tiba melesat sepertinya tidak diprediksi oleh otoritas setempat terutama ketika Cinere akhirnya digabungkan ke Kota Depok pada 1999. Â Akses jalan yang menghubungkan Pondok Labu hingga Jalan Sawangan di selatan tidak diperlebar secara signifikan sejak 1980-an.
Namun yang paling saya kesalkan ialah pedestrian sangat tidak memadai hingga sulit untuk berjalan kaki dari kompleks hingga pertokoan  dikompleks lain.  Hingga saya yang punya kebiasaan jogging hanya bisa melakukan hal itu di kompleks Puri Cinere seberang. Pada 1980-an ketika masih sepi bisa jogging dengan nyaman hingga Limo tanpa terganggu debu dan lalu lalang kendaraan bermotor.
Padahal jumlah kompleks terus bertambah dan malah dibuat jalan tembus ke Pondok Cabe memotong akses jalan utama. Â Akibatnya Cinere macet luar biasa terutama pada akhir pekan dan jam pergi atau pulang kerja.Â
Saluran drainase pun tidak memadai hingga air bisa menggenangi pelataran parkir Blok A jika hujan lebat. Â Padahal PBB yang cukup besar mengalir dari Cinere. Â Untungnya kawasan Cinere termasuk tinggi hingga banjir tidak masuk rumah.
Pada Januari 2023 sebetulnya para ketua RW di Keluarahan Cinere yang tergabung dalam sebuah paguyuban sudah mengeluarkan petisi agar  otoritas di Depok mengubah status jalan Cinere dari jalan kota ke Jalan Provinsi. Dengan demikian Pemerintah Provinsi Jawa Barat memounyai kewajiban merevitalisasi jalan tersebut yang kini yang selalu macet.  Sumber: Kompas
Jalan dari Mal Cinere hingga Pondok Labu masih menggunakan jalan yang sama yang tidak diperlebar begitu juga akses ke Lebak Bulus melalui Karang Tengah.  Padahal daerah itu sudah Mal Cinere Bellevue dan jauh  sebelumnya ada Cinere Mas, hingga penghuninya atau stakeholders  memakai akses yang sama ke utara maupun selatan.
Namun apakah aspirasi warga  ini ditanggapi atau tidak,  saya belum dengar kabarnya.  Jangankan Jalan Cinere hingga Meruyung, Jalan Sawangan saja belum dilebarkan, padahal jalan itu strategis menghubungkan pusat Depok hingga Parung kerap macet pulang di jam pergi dan pulang kerja.
Apakah memang anggaran tidak ada, belum menjadi prioritas atau juga terkendala dengan regulasi yang mengatur persyaratan apa sebuah jalan itu menjadi provinsi atau nasional?Â
Terlepas dari perhatian otoritas, lebih dari empat puluh sudah Blok A Cinere berdiri menjadi sebuah pemukiman dan seiring pertumbuhan kompleks lain menjadikan Cinere menjadi kawasan heterogen dan setahu saya hingga saat ini harmonis. Â Tidak ada kabar tawuran antar kampung atau kriminalitas yang mengkhawatirkan. Â Saya bersyukur karena itu.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H