Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Dokumentasi Pribadi: Review Student Hidjo, Jurnalis, Sarekat Islam

15 April 2024   09:31 Diperbarui: 15 April 2024   09:36 179
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ihttps://id.carousell.com/p/student-hidjo-1185264467

Selain menulis review film, saya juga membuat sejumlah review buku yang saya baca di diary. Sebagian di antaranya saya keluarkan dari catatan pribadi dibuka untuk publik di Kompasiana.  Nah salah satu buku yang saya review adalah karya  Mas Marco Kartodikromo  "Student Hidjo:Sebuah Novel" yang saya baca pada Juli 2000.  Tentunya sudah melalui proses pengeditan tanpa mengubah substansi.

Kelahiran Cepu 1890 ini memang penulis novel terbitan Balai Pustaka dan meninggal di Boven Digul pada 18 Maret 1932 karena penyakit malaria. Berikut catatan saya pada 12 Juli 2000.

Review: Student Hidjo: Sebuah Novel

"Sarekat Islam memang bermaksud mulia sekali karena memperhatikan nasib orang-orang Islam yang sudah ratusan tahun diinjak-injak" salah satu petikan dari Student Hidjo.

Jurnalis Indonesia awal abad 20 penyuara keresahan masyarakatnya tanpa pamrih.  Apa yang diderita rakyat I sekelilingnya, dia tangkap dan dia tulis.

Di antara jurnalis itu adalah Mas Marco Kartodikromo, Sekretaris Sarekat Islam Solo 1911. Pendiri surat kabar Dunia Bergerak ini merelakan hidupnya berakhir di tanah pembuangan Boven Digul  yang alamnya terkenal  ganas.

Penyebabnya, aktivitas politik Mas Marco bersama Semaoen dan Tan Malaka.

Student Hidjo adalah salah satu peninggalannya, mulanya cerita bersambung yang dimuat di Sinar Hindia pada 1918. Menurut pengakuannya novel ini adalah salah satu penanya selama di penjara Weltervreden setahun.

Student Hidjo berkisah tentang anak priyayi yang orangtuanya saudagar.  Lulus HBS bernama Hidjo, karena pintar dan berbakat ia melanjutkan sekolah di negeri Belanda.

Di sana Hidjo mengalami "shock culture" dengan pergaulan gadis-gadis di sana, nyaris melupakan tunangannya Raden Biroe.  Namun akhirnya Hidjo kembali ke Solo setelah sempat berpacaran dengan Betje, seorang gadis Belanda yang memikatnya.

Hidjo kemudian menikah dengan R.A Wangie, kerabatnya, sementara Raden Biroe menikah dengan Wardoyo yang masih saudara dengan Wangoe.  Betje menikah dengan Walter, kontroleur Belanda yang humanis terhadap Bumi Putera dan sempat jatuh cinta pada Wangoe.

Novel ini mungkin gambaran Mas Marco sendiri (yang juga pernah di negeri Belanda).  Marco menembus batas rasial berpacaran dengan perempuan Belanda, yang masa itu masih tabu, setidaknya jarang terjadi.

Ihttps://nationalgeographic.grid.id/read/133860777/sepak-terjang-marco-kartodikromo-dalam-sejarah-pers-nasional?page=allnput sumber gambar
Ihttps://nationalgeographic.grid.id/read/133860777/sepak-terjang-marco-kartodikromo-dalam-sejarah-pers-nasional?page=allnput sumber gambar

Saudagar ayah dari Hdjo berbesanan dengan ayah Wangoe yang menjabat jadi regent.  Tentu saja novel ini menyinggung Sarekat Islam serta mengecam  sterotype orang Belanda terhadap orang Jawa melalui tokoh bernama Walter.

Walter ini mendamprat seorang Sersan Belanda yang menghina jonggos Jawa.  Sersan: "Orang Jawa kotor!". Namun Walter menyelanya: Apakah Tuan tidak malu mengucapkan kata-kata itu? Tuan hidup senang di Hindia.  Berapa ribu bangsa kita mencari makan di Hindia. Tuan bilang orang Jawa kotor, tetapi banyak orang Belanda yang lebih kotor. Semua orang tahu Tanah Hindia yang bikin kaya Nederland".

TH Sumartana tentang Tirtoadisuryo

Dalam catatan tertanggal 12 Juli 2000, saya juga membuat ulasan tulisan TH Sumartana bertajuk "Raden Mas Tirtoadisuryo: Pengubah Sejarah di Pergantian Abad" dimuat di harian Kompas tertanggal 1 Januari 2000.

Tirtoadisurjo juga salah seorang jurnalis pribumi pertama di masa Hindia Belanda.  Dia lahir di Blora 1880 dan meninggal pada 1918.

Penulis tetap di Pemberita Betawi, Medan Priyayi, Soeloeh Keadilan ini adalah redaktur pertama pribumi di Hindia Belanda. Pada 1909, Tirtoadisrujo mendirikan Sarekat Dagang Islamijah.

TH Sumartana mengungkapkan tema-tema tulisan Tirto mengenai perlunya pekerjaan partikulir dan wiraswasta untuk pribumi, hingga tidak bergantung hanya pada mesin administrasi kolonial. Bidang perdagangan, bekerja di kebun dan kerajinan melatih kemandirian pribumi.  

Teolog ini juga mengutuip pernyataan Pramudya tentang Direktur Balai Pustaka Rinkes yang merekayasa Sarekat Islam agar dilihat sebagai gerakan ekonomi bukan gerakan politik.

Rinkes menginginkan SI berhadapan dengan orang Tionghoa. Akibatnya di kalangan orang Tionghoa pun kampanye SI.  Tujuan politik kolonial agar terjadi konflik horizontal di masyarakat.

Irvan Sjafari

Foto1: https://id.carousell.com/p/student-hidjo-1185264467/

Foto2: https://nationalgeographic.grid.id/read/133860777/sepak-terjang-marco-kartodikromo-dalam-sejarah-pers-nasional?page=all

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun