Saya memilih film Catatan Si Boy (1987)  untuk direview sebagai contoh film yang dibuat di bawah tahun 1990-an untuk tantangan komunitas  Komiks.Â
Catatan Si Boy bukan film favorit saya dan apresiasi saya pada film biasa saja, tetapi menurut saya harus diakui film ini monumental sekaligus juga mengandung kontroversi.
Catatan Si Boy menjadi kontroversi, Pertama  terutama karena tokoh utamanya Boy (Ongky Alexander), anak orang kaya, tidak sombong, anak gaul,  rajin salat, tetapi ada adegan berciuman dengan Vera (Meriam Bellina), pacarnya,  tetapi perempuan yang bukan muhrim.  Pada masa itu menjadi salah satu dari kontroversi.
Bagi kalangan muslim saleh hal ini munafik dan secara tak langsung membenarkan hal yang ke arah perzinahan. Itu yang saya dengar dari pembicaraan dengan rekan-rekan saya era 1980-an ketika saya sudah duduk di bangku kuliah tentang Catatan Si Boy.
Saya pribadi tidak mempersoalkan moralitas ini karena kenyataannya kehidupan tidak selalu hitam-putih. Bisa saja ada remaja yang salat (terlepas kualitasnya seperti apa), tetapi tergelincir berhubungan badan di luar nikah. Mereka tahu itu tahu itu dosa, tetapi mereka juga tidak suka dinyinyirin. Apa boleh buat?
Kalau kebanyakan film remaja Indonesia 1970-an, tokoh bergajulan itu, tidak religius, sembarangan berhubungan badan seperti tokoh Citra dalam Semau Gue (1977),  sementara  Andi (Rano Karno) yang alim menjaga sopan santun ketimuran.  Tidak ada yang mempersoalkan karena dibuat hitam putih.
Film Indonesia 1990-an pergaulan bebas  semakin dibenarkan.  Film-film mengeksploitasi seksualitas semakin marak dan tak terbendung.  Moralitas ketimuran era yang begitu kukuh dalam film Indonesia sebelum 1980-an runtuh berlahan.
Kalau saya mempersoalkannya ialah Catatan Si Boy boleh menjadi ingin membantah  stereotype bahwa anak orang kaya adalah anak yang tidak sombong, seperti pada adegan tak lupa mengucapkan terima kasih setelah dibukakan pintu oleh satpam rumahnya.
Tetapi saya mengkritisi  Catatan Si Boy memberikan pengaruh pada film dan sinetron setelah era 1980-an menjual mimpi bahwa orang kaya itu bisa berbuat saja, memakai mobil, tinggal di rumah gedongan, tanpa diperlihatkan bagaimana proses mencapainya, instan begitu saja.
Ini kontroversi kedua menurut saya. Â Apakah memang anak orang kaya pada kenyataan seperti itu? Mungkin ada sebagian dan sebagian lagi.