Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pajak Desa dalam Oetoesan Hindia 3 November 1916

3 Maret 2024   09:18 Diperbarui: 3 Maret 2024   09:34 330
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana desa masa Hindia Belana- infogarut.id

Selain menonton film dan travelling, mengunjungi perpustakaan nasional adalah salah satu hobi saya sejak 1992.  Salah satu lokasi yang paling saya suka adalah ruang microfilm, surat kabar langka atau majalah.  Hasilnya adalah tumpukan catatan dan fotokopian yang sudah mulai dan usang dan tidak lagi saya sanggup memelihara. Untuk itu saya mencicil hasil catatan ini berupa tulisan.

Di antaranya di bawah ini sebuah ulasan yang bertajuk "Pajak Desa" yang dimuat di surat kabar Oetoesan Hindia pada 3 November 1916.  Surat kabar ini merupakan media pergerakan yang digunakan oleh H.O.S Tjokroaminoto dalam menyebarkan propaganda Sarekat Islam di Surabaya.

Tjokroaminoto dan tokoh-tokoh SI  merespon setiap isu terkait kondisi sosial, ekonomi  masyarakat kecil  waktu itu.  Sarekat Islam mengkritisi kebijakan yang dianggap tidak adil dan menindas, sekalipun dalam wacana. 

Di antaranya ketika sejumlah desa berencana melakukan pungutan terhadap warganya untuk membiayai belanjanya.  Padahal kebijakan itu bisa bertentangan dengan aturan dari pemerintah kolonial.  Artikel ini bisa menjadi refleksi dengan isu masa kini seperti masa jabatan kepada desa, otonomi desa dan aturan lain.

Berikut Isi artikel Pajak Desa yang sudah saya sunting disesuaikan dengan bahasa sekarang.

Menurut aturan-aturan yang berlaku pada masa ini, yaitu aturan yang termaktub dalam Inlandsche Gemeente-ordonnantie (ketetapan untuk mengatur desa dari Pemerintah Kolonial), maka pungutan uang yang dilakukan desa pada penduduknya tidak mempunyai kekuatan buat memaksa orang yang tiada suka membayar atau tidak suka menurut aturan pungutan itu.

Sekarang Direktur Binnenlands Bestuur (pemerintahan dalam negeri) hendak mengadakan perubahan di dalam ketentuannya Inlandsche Gemeente-ordonnantie supaya desa mempunyai hak buat untuk keperluan desa.

Tetapi sebelum mengajukan voorstel (proposal) yang tentu kepad Pemerintah Agung, Direktur Binnenlands Bestuur terlebih dahuluu meminta pertimbangan kepala-kepala pemerintah residensi di Jawa dan Madura.

Tujuannya agar Kepala Residen menyuruh para ambtenaar yang ada di bawahnya untuk membuat pemeriksaan yang teliti tentang keadaan di desa-desa.

Kepala Pemerintah Residen Kita di sini telah mengirimkan satu surat kepada kepala pemerintah afdeeling.  Dalam surat itu ada peringatan agar kepala desa tidak boleh melakukan pungutan pajak dan juga penduduk desa tidak boleh membayar uang.  Buat gantinya, asal saja disetujui oleh sebagian terbanyak penduduk desa yang berhak memilih kepala desa.

Untuk melakukan pemeriksaan tentang keadaan desa yang dimaksud Direktur BB perlu musyawarah dengan penduduk desa, pemerintah desa dan ambtenar Bumi Putera.  Regent dan Kontrolir mengadakan musyawarah dalam kumpulan Onder District (kecamatan).

Pemerintah desa mengadakan musyawarah dengan penduduk desa yang tertua, meskipun tidak memegang jabatan, tetapi mereka yang dinilai sebagai  orang terhormat dan terpandang di desa yang bisa melahirkan pikiran penduduk.

Surat itu juga mengingatkan dengan sungguh-sungguh bahwa aturan yang dimaksudkan itu bukan suatu pajak.  Jikalau hal ini tidak diperingatkan para ambtenar dikhawatirkan menimbulkan salah sangka.

Beberapa pertanyaan yang Harus dijawab sejelas-jelasnya.

  1. Kesusahan manakah telah timbul buat berlakunya pasal 17 dari Indlandsche Gemeente-ordonantie, lantaran dari sebagian kecil penduduk desa tiada suka menurut aturan itu?
  2. Apakah desa mempunyai daya upaya yang cukup aturan  dalam rumah tangga (ART), agar orang yang tidak suka menurut dan supaya boleh dipaksa?
  3. Apabila desa diberikan hak buat pungut pajak, apakah pemberian hak itu bertujuan membuat kemajuan desa?
  4. Apakah kiranya akan ada kejadian yang lebih baik apabila berapa desa diberi hak memungut pajak, mengingat susahnya pekerjaan administrasi yang mesti berhubungan dengan perkara itu?
  5. Jikalau orang memberi jawaban pertanyaan di atas, orang boleh mengira desa itu suka melakukan pungutan pajak?
  6. Apakah ada desa-desa di mana dalam jalannya pemerintahan desa, perkara pembagian hasil pekerjaan hendak digantinya dengan urusan uang?  Jikalau ada di mana desa-desa itu?
  7. Apakah desa-desa di mana orang bisa dan suka setiap tahun membuat satu begrooting (taksiran) belanja per tahun yang akan dipikul oleh desa? Begitu juga dengan pembagian belanja di antara orang yang memikulnya

Demikian berapa pertanyaan yang kita harapkan akan dijawab dengan teliti dan sejelas-jelasnya oleh teman-teman kita bangsa Bumi Putera yang sepanjang riwayat dan adat harus terpandang menjadi pemimpin rakyat desa.

Kita tiada nfasu besar buat menyatakan pikiran kita dengan panjang lebar tentang perkara itu terutama sekali disebabkan pada dewasa ini timbul lain perkara yang lebih besar  dan lebih penting yang harus diperbaiki lebih dahulu.

Lebih dahulu hendaklah dijaga dan diatur:

a)Supaya penduduk desa mempunyai pengertian tentang hak-haknya yang diberikan kepada mereka oleh Indlansch Gemeente Ordinantie.

b)Supaya dilahirkan aturan yang sungguh-sungguh melindungi hak-hak penduduk desa dan supaya praktik jahat diberi hukuman yang harus menjadi contoh dan membuat takut orang lain.

c) Supaya dibuat aturan yang melindungi segenap desa atau masing-masing penduduk desa agar lebih kuat sikapnya menghadapi pihak yang mencari keuntungan dengan menggunakan barang-barang milik atau kekuatan rakyat desa

d) Supaya aturan pemerintah desa terutama sekali kepala desa, diperbaiki dengan seharusnya hendaklah diatur sehingga kepala desa tidak dipandang sebagai musuh atau penindas

e) Harusnya Kepala Desa itu oleh penduduk dianggap sebagai pendidik, guru, bapak atau penolongnya

Pemerintah Desa yang tidak cakap melakukan kewajibannya  jangan diberikan "senjata lain" untuk menindas penduduknya.  

Irvan Sjafari

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun