Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Palembang Pilihan

Lestari dan Restorasi Sungai Musi adalah Keberlanjutan Palembang

26 Februari 2024   19:14 Diperbarui: 26 Februari 2024   19:20 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sungai Musi adalah jiwa kota Palembang.  Demikian yang ada di pikiran saya ketika berkunjung ke Kota Palembang bersama rombongan TX Travel akhir Januari hingga awal Februari 2015.

Ketika menjelajah Sungai Musi saya bisa membayangkan bagaimana Kesultanan Palembang dahulu menjadikan sungai ini sebagai urat nadi perekonomiannya  dan berhubungan dengan dunia luar. Sungai terpanjang di Pulau Sumatra dengan total 750 kilometer membentang dari Hulu di kawasan Ujan Mas Bengkulu hingga Hilir bermuara di Selat Bangka.

Sebagian besar tempat bersejarah yang menjadi destinasi wisata berada di pinggir Sungai Musi, mulai dari Pulau Kemaro, Benteng Kuto Besak, Kampung Kapiten, bekas bangunan pejabat Belanda kini menjadi Museum Mahmud Badaruddin II, Masjid Agung Palembang dan sebagainya.

Sungai Musi adalah pusat perekonomian, pasar bersejarah di kota ini adalah Pasar Ilir 16 merupakan di antaranya.   Saya juga melihat pabrik es bersejarah ada di tepi Sungai Musi.

Ibu saya pernah tinggal di Palembang sebelum pindah ke Bandung selama setahun di SAA kota itu bercerita Sungai Musi dulu bersih dan asri, sekitar 1960-an (sebelum ada Jembatan Ampera dibangun).  Ibu pernah menginap di rumah kawannya di atas rakit.  Rumahnya bagus.

Saya bertanya bagaimana dengan sanitasinya? Nggak masalah jawab Ibu. Untuk mandi pakai air ledeng yang dialirkan, sampah tidak dibuang ke sungai ada tempat khusus ke tempat lain.

Kemudian kembali ke 2015, saya sempat melihat Pabrik Pupuk Pusri dengan baunya yang menyengat hingga kilang minyak Plaju Sungai Gerong ketika saya bersama-sama teman-teman menumpang perahu wisatawan.  Produk dari tempat ini diangkut dengan kapal dengan mudah dengan adanya Sungai Musi.

Ancaman Baru Sungai Musi 

Hingga saat itu  tampaknya belum ada gangguan lingkungan yang signifikan yang mengancam nyawa sungai.  Namun ceritanya beda ketika pada pertengahan Juli 2022, Tim Ekspedisi Sungai Nusantara bersama perkumpulan Telapak Sumatera Selatan dan Spora Institut Palembang menjelajahi Sungai Musi menemukan indikasi pencemaran  parah.

Pada waktu itu Koordinator Telapak Sumatera Selatan Hariansyah Usman menyampaikan dari riset investigasi diketahui banyak sekali sampah plastik yang dibuang ke sungai.

Yang mendominasi yaitu sampah plastik dari kemasan sekali pakai, di antaranya air minum kemasan, kopi sacet, mi instan, makanan ringan serta kantong plastik.

Kurangnya kesadaran warga serta kurangnya fasilitas tempat pembuangan dan lemahnya pengawasan serta penegakan hukum, ini semua yang menjadi sebab Sungai Musi menjadi tercemar. Dia juga menduga perkebunan sawit itu memberikan kontribusi terhadap pencemaran.  Baca: Koridor

Dari hasil uji kualitas air yang ditemukan kadar klorin yakni sebesar 0,16 mg per liter. Padahal, kadar ini tidak boleh lebih dari 0,03 mg per liter. Kemudian, kadar Pospat mencapai 0,59 mg per liter.

Tingginya kadar Pospat ini berpengaruh dengan kadar oksigen. Selain itu tingginya kadar klorin dan phospat sangat mempengaruhi sistem pernapasan ikan dan mengganggu pembentukan telur ikan.

Pada 2022 itu juga Muhammad Hafidz Zain  dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Muhammad Hafidz Zain mendapatkan informasi dari para pedagang, ikan belida sudah sulit didapatkan. Ikan ini adalah bahan untuk membuat kuliner pempek, olahan kerupuk dan pindang.  Baca: Koridor 19 September 2022 

Data Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Palembang pada 2023 mengungkapkan  hampir 100 ton sampah mencemari Sungai Musi per hari. Sebagai jumlah sampah tersebut dinilai mengkhawatirkan jika tidak ditanggulangi dengan cepat.

Ikan-ikan endemik Sungai Musi seperti Baung Pisang, Patin, Kapiat, Tapah, dan Belida, mengalami penurunan jumlah populasi akibat pencemaran lingkungan.  Baca: IDN Times.

Pulihkan Sungai Musi Sebelum Terlambat 

Pada 2022, Cindy O.S Aritonang, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya menikmati kuliah fisiknya yang pertama setelah dua tahun kuliah daring akibat pandemi Covid-19.

Aktivis pencinta alam ini terkejut sungai yang luas ini kotor dan banyak sampah, masih ditambah dengan gulma enceng gongok. Bila curah hujan tinggim air aik sampai ke pemukiman penduduk sekitar sungai.  Padahal sebelumnya  dia membayangkan sebuah sungai megah dan asri.

"Tidak jarang juga melihat anak anak atau masyarakat di sekitar sungai Musi mandi dan berenang hingga miris melihatnya," ungkap Cindy ketika saya kontak lewat WA, 26 Februari 2024.

Rima Febriani warga Palembang mengatakan sampah masih ada hingga sekarang karena datang dari kawasan hulu.  Pada kawasan hulu juga banyak hutan dan rawa selain sampah dari penduduk yang tinggal di pinggir sungai.

Namun menurut perempuan yang kerap menjadi pemandu wisata ini sampah di Sungai Musi belum terlambat untuk ditanggulangi karena belum benar-benar kotor.

"Kalau mengancam  keberlangsungan pariwisata  bisa aterjadi jika betul-betul kotor. Kalau dibuat jernih kembali lebih baik dan bisa didiskusikan kepada pihak yang terkait," ucap Rima ketika saya kontak lewat WA 26 Februari 2024.

Kalau menurut saya pemulihan Sungai Musi  jauh lebih besar efek ekonominya pada Palembang  dibanding dengan revitalisi kota tua di Jakarta atau di Semarang, terutama dari segi pariwisata.

Berperahu di Sungai Musi 2015-Foto: Irvan Sjafari
Berperahu di Sungai Musi 2015-Foto: Irvan Sjafari

Bahkan wisata di Sungai Musi bisa langsung melibatkan warga kota, mereka bisa dibantu untuk membuat homestay di atas rakit yang belum pernah saya dengar ada di Indonesia. 

Wisata perahu menjadi lebih indah dengan warga lokal sebagai operatornya, dengan penjualan kuliner terapung seperti di Banjarmasin.

Destinasi wisata bangunan bersejarah bisa menjadi lebih maksimal dengan kulinernya mulai dari kaki lima hingga premium di tepi sungai, tentunya dengan kebersihan dan lingkungan.

Bagi wisatawan yang punya jiwa petualang wisata petualangan dari hulu ke muara dengan titik singgah di Palembang merupakan hal menarik.

Keberadaan LRT yang sebelumnya digunakan untuk keperluan Asian Games 2018 juga bisa menjadi lebih maksimal  karena berkembangnya pariwisata baik di wilayah Ilir maupun Ulu.

Jernihnya sungai juga menjadi hal yang baik untuk pemeliharaan ikan belida dan endemik Sungai Musi dan akhirnya bisa untuk mengembangkan kuliner khas Palembang, seperti pempek, tekwan, pindang. 

Pasar Ilir 16 akan berkembang menjadi pasar untuk wisata,  selain bermanfaat bagi masyarakat. 

Jadi bisa dihitung  berapa lapangan kerja yang akan terbuka? Tentunya juga penataan di kawasan hulu sungai agar pelaku perkebunan dan pertambangan tidak mencemari sungai.

Memang butuh kerja sama lintas daerah, toh juga dengan adanya perahu wisata jarak jauh, mereka juga dapat rezeki.

Pelestarian dan restorasi Sungai Musi memang mahal, tetapi ke depan mendukung keberlanjutan Kota Palembang. Jika Sungai Musi tidak sehat, maka kesehatan Kota Palembang pun terganggu.

Irvan Sjafari 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Palembang Selengkapnya
Lihat Palembang Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun