Benteng terakhir dari ancaman emisi karbon setelah laju deforestasi semakin sulit dihentikan adalah hutan mangrove yang disebut juga sebagai hutan bakau atau rawa garaman dan padang lamun. Keduanya merupakan ekosistem karbon biru.
Mangrove merupakan suatu tempat yang bergerak akibat adanya pembentukan tanah lumpur dan daratan secara terus menerus oleh tumbuhan sehingga secara perlahan-lahan berubah menjadi semidaratan. Rawa garam ini adalah  hulu antara tanah dan air laut atau air payau terbuka.
Hutan bakau ini juga punya fungsi lain sebagai pelindung pesisir dari ancaman abrasi dan juga menjadi habitat sejumlah spesies.
Hanya saja timbul pertanyaan apakah rawa-rawa pesisir itu dapat mengimbangi laju kenaikan permukaan laut
Sebuah studi baru dari Universitas Tulane yang diterbitkan di Nature Communications mencoba menjawab pertanyaan itu  dengan membuat  gambaran sekilas tentang kemungkinan dampak perubahan iklim terhadap lahan basah pesisir dalam 50 tahun atau lebih di masa depan.
Para ilmuwan biasanya terpaksa mengandalkan model komputer untuk memproyeksikan dampak jangka panjang dari naiknya permukaan air laut. Namun keadaan yang tidak terduga memungkinkan dilakukannya eksperimen nyata di sepanjang Gulf Coast.
Kawasan yang diamati ini sangat luas mencakup hampir 400 lokasi pemantauan didirikan di sepanjang pantai Louisiana setelah badai Katrina dan Rita.
Kenaikan Terjadi hingga 2070
Laju kenaikan permukaan laut di kawasan ini melonjak hingga lebih dari 10 milimeter (hampir setengah inci) per tahun, sekira tiga kali lipat rata-rata global.
Hal ini menyebabkan wilayah tersebut mengalami kenaikan air laut yang tidak diperkirakan terjadi hingga sekitar 2070.