"Nggak, karma alam pasti terjadi kok! Kami hanya mengambil kesempatan untuk memberi keadilan. Yang kami rusak para penjahat kok, yang kami tolong orang-orang yang kalah dengan sistem yang dibuat manusia sendiri dan tidak melanggar KUHP."
"Soal etika?"
"Ah, pertanyaan bagus. Etika mana yang tidak dilanggar manusia? Bayu dengan bekingannya menghalangi saingannya untuk apel Elsa Karmenita, melanggar etika atau tidak? Â Mengambil habitat orangutan itu melanggar etika atau tidak? Etika hanya untuk orang-orang yang punya kekuasaan tidak untuk orang-orang yang kalah."
Roby menyantap kentang goreng di hadapannya dengan santai seperti Adinda. "Kamu jadi kuliah di ITB? Aku dan kakakmu berencana kuliah di Fikom atau di FISIP."
"Sampai ketemu di Jatinangor," ucap Adinda. "Oh, ya masih punya musuh geng motormu. Yang di luar itu bukan kawan kamu, Aa?"
Roby menoleh ke luar, tampak beberapa anak muda dengan motor menanti. Dia paham Adinda bis baca pikiran orang sekitarnya. "Musuh kami!"
"Kami yang beresin ya, nggak usah panggil anak buahmu!"
Dari luar halaman kafe di kawasan Jalan Riau itu, ada sepuluh motor menunggu Roby.  Mereka tidak memperhatikan ada dua remaja putri menghampiri mereka dengan santai menimpuk kepala dua di antara  mereka dengan batu sambil mengendarai sepeda motor.
"Sorry sengaja!" Â teriak mereka.
Lalu keduanya melarikan motor dikejar sepuluh motor yang pengendaranya berang. Entah dari mana, ketika kejar mengejar memasuki  Jalan Ahmad Yani, ada rombongan motor besar lewat konvoi  dan dua motor remaja putri itu lewat depan mereka.Â
Para laki-laki yang bawa motor gede melambaikan tangan kepada dua cewek cantik itu yang melepas helem. Â Mereka juga tidak mengapa harus lewat jalan itu tetapi senang berpapasan dengan cewek cantik hingga tidak memperhatikan jalan di sampingnya. Â