Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Bukankah Makan Tanpa Sisa Cara Sederhana untuk Masa Depan Berkelanjutan?

23 Januari 2024   23:35 Diperbarui: 23 Januari 2024   23:53 441
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makan Prasmanan lebih mudah menentukan porsi yang pas agar makan tanpa sisa-Foto: Dokumentasi Pribadi

Sebagai jurnalis yang paling aku sebal ialah ketika menghadiri sebuah seminar, peluncuran sebuah produk, jumpa ketika sudah saatnya makan siang. 

Hidangan makan siang disajikan secara prasmanan, sebagian kawan -mungkin karena mumpung gratis-mengambil nasi sedikit, tetapi lauk tidak kira-kira disikat semua.

Iya, kalau habis semua. Ini tidak! Saya kerap melihat makanan piring diletakan dengan lauk yang masih tersisa. Banyak lagi! Teman-teman jurnalis yang datang terlambat kerap  hanya kebagian nasi dan sisa sayuran, padahal mereka harusnya bisa dapat lauk. 

Hal yang sama ketika saya menghadiri pesta pernikahan atau hajatan, tamu-tamu juga mengambil lauk dengan rakus, lalu meninggalkan sisanya yang cukup signifikan di piring dan diletakan di bawah meja.

Padahal di luar tempat acara, ada kalangan marjinal yang tidak bisa menikmati makanan mewah itu bagi mereka.

Kalau saya sendiri ambil nasi secukupnya, satu lauk dan satu sayuran.  Kalau ada salad atau gado-gado dan buah saya makan lebih dulu dengan porsi yang sudah ditakar.   

Memang saya punya kebiasaan makan dibalik, sayuran dan buah lebih dulu, baru makan utama.  Karena literasi yang saya baca, sayuran dan buah mengenyangkan, tetapi juga cepat dicerna. Hingga ketika makan utama bisa dengan porsi seimbang. Hasilnya saya makan tanpa sisa.

Hal ini saya terapkan di rumah jadi kebiasaan saya sejak sepuluh tahun ini, karena saya sadar bahwa makanan tersisa itu bakal menjadi sampah organik yang kini menjadi komponen sampah terbesar di Indonesia.

Namun ketika memulai kebiasaan ini, dasar pemikiran belum sejauh itu. Tetapi itu keinginan itu tercetus, saya mendapat kiriman foto dari kawan saya Ciciek Kemalasari di Singosari, Malang sekitar 2014. 

Foto itu memperihatkan tikus-tikus got menjadi besar-besar badannya, mereka menyantap sampah makanan di bak yang cukup banyak, termasuk fast food seperti pizza. Sayangnya, saya  belum menemukan penelitian menyebutkan fast food menyebabkan obesitas pada manusia juga  terjadi pada tikus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun