Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Belajar dari Menurunannya Panen Madu di Amerika Serikat

6 Januari 2024   22:48 Diperbarui: 6 Januari 2024   23:16 185
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: https://theecologist.org/2019/aug/21/eating-honey-bad-bees 

Populasi lebah di AS terus menurun selama beberapa dekade terakhir. Meskipun koloni lebah madu komersial telah mendapat perhatian dari CDC untuk memulihkan stabilitas, populasi lebah liar terus menyusut.

Pentingnya lebah tidak dapat dilebih-lebihkan, karena mereka bertanggung jawab dalam penyerbukan 80% tanaman berbunga.

Lebah madu menyerbuki produk pertanian senilai USD15 miliar setiap tahunnya, termasuk lebih dari 130 jenis buah, kacang-kacangan, dan sayuran di Amerika Serikat.

Penyerbuk, termasuk lebah madu dan lebah liar, menyumbang hingga USD200 miliar per tahun dalam jasa ekologi.

Antara Januari 2015 dan Juni 2022, AS kehilangan 11,4 juta koloni lebah madu dan walaupun bisa menambah 1,1 juta koloni madu, seperti dikutip dari USA Fact

Tingkat kerugian tahunan lebah madu telah meningkat dibandingkan dekade sebelumnya, seperti pada tahun 1980-an ketika tingkat kerugian lebah madu mencapai 9% secara nasional.

Tingkat kehilangan tertinggi selama satu dekade terakhir adalah sebesar 4%, yang menunjukkan penurunan yang mengkhawatirkan.

Namun dapat dikendalikan bagi mereka yang bergantung pada lebah untuk penyerbukan tanaman.

Selama periode yang sama, peternak lebah juga menyelamatkan 9,4 juta koloni dari kehancuran dengan memperkenalkan ratu lebah atau lebah madu baru.

Upaya berkelanjutan seperti ini membantu mencegah peningkatan tingkat hilangnya koloni di masa depan.

Pada Awal Januari 2024, tim peneliti dari Universitas Pennsylvania menyampaikan penggunaan herbisida, berkurang program konservasi lahan yang mendukung penyerbukan,  hingga anomali cuaca tahunan berdampak  pada penurunan panen madu di Amerika Serikat mengalami penurunan sejak 1990-an.

Mereka menggunakan database  sumber terbuka termasuk yang dioperasikan oleh Layanan Statistik Pertanian Nasional Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) dan Badan Layanan Pertanian USDA.

Data itu mencakup informasi seperti rata-rata hasil madu per koloni lebah madu, penggunaan lahan, penggunaan herbisida.  Iklim, anomali cuaca dan produktivitas tanah di Amerika Serikat.

Para peneliti menemukan bahwa kondisi iklim dan produktivitas tanah  merupakan beberapa faktor terpenting dalam memperkirakan hasil madu.

Negara-negara bagian di daerah hangat dan dingin menghasilkan hasil madu yang lebih tinggi bila mereka memiliki tanah yang produktif.

Kondisi tanah dan iklim eco-regional menentukan tingkat produksi madu.  Sementara perubahan penggunaan lahan, penggunaan herbisida dan cuaca memengaruhi jumlah produksi madu pada tahun tertentu, demikian kesimpulan para peneliti.

Gabriela Quinlan, penulis utama studi ini dan peneliti pascadoktoral National Science Foundation (NSF) di Departemen Entomologi dan Pusat Penelitian Penyerbuk Universitas Pennsylvania mengatakan   perubahan iklim menjadi semakin terkait dengan hasil madu dalam data setelah tahun 1992.

"Tidak jelas bagaimana perubahan iklim akan terus mempengaruhi produksi madu, namun temuan kami dapat membantu memprediksi perubahan ini," kata Quinlan seperti dikutip dari Situs Universitas Pennsylvania 

Quinlan mencontohkan sumber daya penyerbuk mungkin menurun di Great Plains seiring dengan menghangatnya iklim dan menjadi lebih moderat.

"Sementara sumber daya mungkin meningkat di Atlantik tengah karena kondisi menjadi lebih panas,"  uimbuhnya.

Bagi Quinlan, salah satu temuan paling menarik adalah pentingnya produktivitas tanah.

Menurutnya merupakan faktor ini belum dieksplorasi dalam menganalisis seberapa cocok berbagai lanskap untuk penyerbuk.

Rekan penulis makalah Christina Grozinger, Profesor Entomologi Publius Vergilius Maro dan direktur Pusat Penelitian Penyerbuk, mengatakan bahwa meskipun para ilmuwan sebelumnya mengetahui bahwa banyak faktor yang mempengaruhi kelimpahan tanaman berbunga dan produksi bunga.

"Yang benar-benar unik dari penelitian ini adalah kami dapat memanfaatkan data selama 50 tahun dari seluruh benua AS," kata Grozinger.

Salah satu penyebab stres terbesar bagi lebah penyerbuk adalah kurangnya bunga yang menyediakan cukup serbuk sari dan nektar untuk makanan, menurut para peneliti.

Karena wilayah yang berbeda dapat mendukung tanaman berbunga yang berbeda-beda tergantung pada karakteristik iklim dan tanah.

"Banyak faktor yang mempengaruhi produksi madu, tapi faktor utama adalah ketersediaan bunga," ujar dia.

Lebah madu adalah penjelajah yang baik, mengumpulkan nektar dari berbagai tanaman berbunga dan mengubahnya menjadi madu.

Jika peternak lebah melihat lebih sedikit madu, apakah itu berarti sumber daya bunga yang tersedia bagi penyerbuk secara keseluruhan juga lebih sedikit?

Dan jika ya, faktor lingkungan apa yang menyebabkan perubahan ini?"

Para peneliti juga menemukan bahwa penurunan lahan kedelai dan peningkatan lahan program Konservasi, sebuah program konservasi nasional yang terbukti mendukung penyerbuk, keduanya berdampak positif pada hasil madu.

Tingkat penggunaan herbisida juga penting dalam memprediksi hasil madu, karena menghilangkan gulma berbunga dapat mengurangi sumber nutrisi yang tersedia bagi lebah.

Greenpeace mengingatkan lebah madu -- liar dan domestik -- melakukan sekitar 80 persen dari seluruh penyerbukan di seluruh dunia.

Satu koloni lebah dapat menyerbuki 300 juta bunga setiap harinya. Biji-bijian terutama diserbuki oleh angin, namun buah-buahan, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran diserbuki oleh lebah.

Tujuh puluh dari 100 tanaman pangan manusia -- yang memasok sekitar 90 persen nutrisi dunia -- diserbuki oleh lebah.

Greenpeace menuding dalam empat tahun terakhir, industri kimia telah menghabiskan USD11,2 juta pada inisiatif humas untuk menyatakan bahwa ini bukan salah mereka.

Para ilmuwan mengetahui bahwa lebah mati karena berbagai faktor---pestisida, kekeringan, perusakan habitat, kekurangan nutrisi, polusi udara, pemanasan global, dan banyak lagi.

Banyak dari penyebab ini saling berkaitan. Intinya adalah kita tahu bahwa manusialah yang paling bertanggung jawab atas dua penyebab paling utama: pestisida dan hilangnya habitat.

"Ahli biologi telah menemukan lebih dari 150 residu kimia berbeda dalam bee pollen, "campuran pestisida" yang mematikan menurut ahli apikultur dari Universitas California, Eric Mussen seperti dikutip dari Greenpeace USA 

Selain itu, habitat lebah liar menyusut setiap tahun karena industri agrobisnis mengubah padang rumput dan hutan menjadi peternakan monokultur, yang kemudian terkontaminasi pestisida.

Untuk membalikkan penurunan jumlah lebah dunia, kita perlu memperbaiki sistem pertanian kita yang tidak berfungsi dan merusak.

Irvan Sjafari 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun