Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Emisi Minyak dan Asap Kebakaran Hutan Ancam Kehidupan Ikan Paus

3 Januari 2024   08:08 Diperbarui: 3 Januari 2024   08:21 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://wwf.ca/species/southern-resident-killer-whales/Input sumber gambar

Tim peneliti dari Universitas British Columbia(UBC), Kanada menemukan adanya bahan kimia beracun yang berasal dari kandungan emisi minyak dan asap kebakaran hutan pada sampel otot dan hati paus paus pembunuh (orca) Southern Resident dan orca jenis Bigg.

Penelitian yang dirilis pada Scientific Reports Desember lalu menemukan hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) pada orca di lepas pantai British Columbia, serta transfer bahan kimia dalam rahim dari ibu ke janin.

Peneliti utama dari Unit Penelitian Polusi Laut UBC Juan Jose Alava mengatakan PAH adalah jenis bahan kimia yang ditemukan dalam batu bara, minyak, dan bensin yang menurut penelitian bersifat karsinogenik, mutagenik, dan memiliki efek toksik pada mamalia.

Keberadaan mereka di lautan berasal dari berbagai sumber, antara lain tumpahan minyak, pembakaran batu bara, dan partikel asap kebakaran hutan.

Para peneliti menganalisis sampel otot dan hati dari enam paus pembunuh Bigg, atau paus pembunuh sementara, dan enam paus pembunuh southern Resident yang terdampar di timur laut Samudra Pasifik antara 2006 dan 2018.

Mereka menguji 76 PAH dan menemukan beberapa di semua sampel, dengan separuhnya PAH muncul di setidaknya 50 persen sampel.

Salah satu senyawa, turunan PAH yang disebut C3-phenanthrenes/anthracenes, menyumbang 33 persen dari total kontaminasi di seluruh sampel.

Bentuk PAH ini, yang dikenal sebagai PAH teralkilasi, diketahui lebih persisten, beracun, dan lebih banyak terakumulasi dalam tubuh organisme atau hewan dibandingkan PAH induk.

Belum ada yang mempelajari PAH pada paus pembunuh di British Columbia sebelum.

Para peneliti mencatat tingkat rata-rata kontaminasi dalam penelitian mereka lebih rendah dibandingkan penelitian sebelumnya terhadap cetacea di Teluk California.

Temuan itu hampir dua kali lebih tinggi daripada yang ditemukan dalam sampel darah paus pembunuh yang ditangkap dari perairan Islandia.

Kontaminan di paus pembunuh tersebut sebagian besar berasal dari emisi manusia

Kontaminan pada paus pembunuh Bigg sebagian besar dihasilkan oleh pembakaran batu bara dan tumbuh-tumbuhan, serta kebakaran hutan. Dalam tubuh paus Southtern Resident, bahan bakar tersebut dihasilkan oleh tumpahan minyak dan pembakaran bahan bakar fosil seperti bensin.

Para peneliti mengatakan hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan habitat hewan.

Paus pembunuh Bigg tersebar dari California hingga Alaska tenggara dan hingga Samudra Pasifik Utara, sementara SRKW tinggal di lingkungan perkotaan yang lebih tercemar di sekitar Laut Salish.

Preferensi makan, perilaku dan metabolisme juga dapat mempengaruhi jumlah kontaminan yang terakumulasi pada hewan.

"Pesisir British Columbia mengalami pembangunan pipa minyak, lalu lintas kapal tanker minyak, limbah industri, kebakaran hutan, limpasan air hujan, dan air limbah," kata Kiah Lee, penulis lainnya yang melakukan penelitian tersebut sebagai mahasiswa sarjana di Institut Kelautan dan Perikanan UBC.

"Aktivitas ini memasukkan PAH beracun ke dalam jaring makanan laut dan, seperti yang kita lihat di sini, PAH dapat ditemukan pada orca, predator puncak," ujar Kiah Lee.

Penelitian ini menyampaikan bahwa  manusia perlu mengurangi dan pada akhirnya menghilangkan konsumsi bahan bakar fosil untuk membantu memerangi perubahan iklim dan melestarikan keanekaragaman hayati laut.

"Hal ini juga akan meningkatkan ketahanan dan kesehatan ekosistem laut, sehingga memberikan manfaat bagi masyarakat yang bergantung pada ekosistem seperti masyarakat pesisir dan generasi mendatang," pungkas Juan Jose Alava seperi dikutip dari News UBC.

Irvan Sjafari

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun