Dana ini berasal dari program iklim yang dijalankan melalui bank multilateral, seperti Bank Dunia dan Bank Pembangunan Afrika dan Asia. Atau dana tersebut dialokasikan melalui dana iklim multilateral.
Wadah pendanaan multilateral yang paling menonjol adalah Green Climate Fund (GCF). Sumber dayanya bertujuan untuk memperlambat perubahan iklim, seperti perluasan energi terbarukan, dan untuk adaptasi terhadap cuaca ekstrem dan dampak lain dari pemanasan planet.
Hingga saat ini, negara-negara donor telah menjanjikan sekitar USD20 miliar. Sejauh ini, USD12,8 miliar telah disetujui untuk proyek-proyek dan USD3,6 miliar telah dibelanjakan untuk program-program tertentu.
Sebagian besar proyek berada di Afrika dan Asia, namun ada juga beberapa di Amerika Latin, Karibia, dan Eropa Timur. Setiap empat tahun, negara-negara donor diharapkan menambah dananya.
Hampir setengah dari dana tersebut diberikan dalam bentuk pinjaman yang menguntungkan, dan setengahnya lagi sebagai hibah langsung yang tidak perlu dibayar kembali oleh negara penerima.
Apakah Janji Negara Kaya Ditepati Sepenuhnya?
Gerakan Global untuk Perubahan, Membangun masa depan yang bebas dari ketidakadilan akibat kemiskinan (Oxfam) membantah janji-janji itu terealisasi sepenuhnya.
Jan Kowalzig, pejabat perubahan iklim dan kebijakan iklim di Oxfam Jerman menyampaikan pihaknya hanya mendapatkan klaim sekitar USD83 miliar mengalir ke pendanaan iklim internasional pada tahun 2020.
“Pada awalnya, USD83 miliar terdengar seperti jumlah yang sangat besar, namun kebutuhan negara-negara miskin di Selatan jauh lebih besar dari itu,” kata Jan seperti dikutip dari DW.
Jan mengungkapkan Oxfam mengetahui dari penelitian bahwa biaya adaptasi terhadap perubahan iklim di negara-negara ini akan melebihi USD300 miliar per tahun pada 2030. Jumlah itu belum termasuk biaya mitigasi iklim di negara-negara tersebut.
Bahkan, katanya angka USD83 miliar ini telah dilebih-lebihkan. Oxfam menghitung bahwa bantuan iklim riil maksimum berjumlah sekitar USD24,5 miliar yang diberikan pada 2020.