Rektor Universitas Pakuan Didik Notosudjono menyampaikan dalam paparannya bahwa insan perguruan tinggi  dapat berkontribusi dalam  upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim.
Caranya dengan memberikanedukasi kepada masyarakat melalui program KKN, PKM, dan MBKM, para dosen dan mahasiswa. Civitas akademika dapat melakukan riset-riset dengan memanfaatkan teknologi terkini, yang dapat membantu dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim menjadi lebih efektif.
"Melalui upaya tersebut, harapannya akan muncul kesadaran masyarakat untuk mengurangi emisi GRK," ucap  Didik.
Pada kesempatan berbeda  Riza Suarga, Ketua Asosiasi Perdagangan Karbon Indonesia (APERKARIA) Riza Suarga mengingatkan  kredit karbon tidak serta-merta bisa diperjualbelikan. Kredit karbon yang diperdagangkan harus disertifikasi oleh badan sertifikasi internasional, seperti Verra dan Gold Standard.
Tujuan sertifikasi adalah untuk memastikan penjual kredit karbon berkomitmen pada pengurangan emisi dari hasil penjualan. Â Misalnya, perusahaan konservasi hutan tidak menggunakan dana hasil penjualan kredit karbon untuk mengubah lahan hutan menjadi perkebunan sawit yang justru menghasilkan emisi CO2.
"Tanpa disertifikasi, (kredit karbon) tidak bisa dijual karena barangnya tidak kelihatan. Yang dijual adalah kemampuan penyerapan karbonnya. Harga kredit karbon akan menarik jika proyeknya berintegritas tinggi, surveilansnya jelas, dan bukan hoaks," papar Riza seperti dikutip dari VOA.
Irvan Sjafari
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H