"Siapa pun yang menemukan surat ini. Tolong berikan sebelas kuntum bunga mawar putih dan enam kuntum bunga mawar merah kepada Si Cantik pada 6 November 2023". Lalu selipkan tulisan: Â Selamat Ulang Tahun Cantik dari IS. Aku sayang sama kamu dan buah hatimu apa pun keadaan kamu dan keadaan aku. Â Alamatnya di daerah Ngaglik, Kota Batu, Jawa Timur.
Demikian tulisan kertas yang aku temukan di sebuah buku bertajuk "Kisah Dua Negeri "di perpustakaan Preanger Satu, Planet Titanium. Â Pasti 6 November waktu Planet Bumi tempat asal usul kami.Â
Saat ini Koloni Preanger di Titanium baru menginjak tahun 207.  Para perintis meninggalkan Bumi entah tahun berapa waktu Bumi. Menurut Sejarawan Okataviani Eka dari Universitas Preanger, eksodus manusia  dari Bumi ketika merasa planet itu berbahaya.
Kapan? Eka bilang sulit mengukurnya pakai tahun Bumi. Â Sejarah Titanium baru dimulai setelah pesawat terakhir dari Gedebage tiba. Â Itu sekira 100 tahun setelah koloni pertama didirikan.
Eksodus manusia dibantu alien yang disebut Hiyang. Alien ini sudah bersama manusia sejak masih tinggal di gua-gua. Â Sebagian dari mereka menyayangi manusia. Â Nenek moyang kami berangkat dari Gedebage Technopolis di Bandung ke Titanium.
Sebagian orang Indonesia ada yang berangkat dari Banggai  ke  koloni planet lain yang tidak diketahui.  Sejumlah negara juga meluncurkan pesawat ke berbagai planet untuk mendirikan koloni pula. Diaspora. Â
"Memang buku itu cerita apa, Kang Fardhan?" tanya Chiara Whardani, mahasiswi Jurusan Sejarah Bumi yang baru kenal tadi di di perpustakaan 32 lantai yang menyimpan semua jejak peradaban Bumi yang sempat diselamatkan.
"Kisah dua negeri, tentang sejarah Malang Raya dan Bandung Raya yang ditulis oleh IS dalam bentuk novel panjang mulai dari prasejarah hingga akhir hidup dan prediksi dia pada masa depan," tutur aku.
Namaku sendiri Fardhan Arifin, karyawan Hutan Raya Preanger. Â
Di samping saya ada Umima Husna, pengemudi pesawat Guru Minda yang mampu menjelajah antar bintang. Baru aku kenal juga. Dia membaca tulisan itu dan tersenyum.
"Kita bisa ke Bumi pada waktu itu melalui lubang cacing. Kalau kamu mau melaksanakan keinginan si penulis aku bisa antarkan, tapi harus seizin salah satu petinggi Koloni Preanger," ucap Umima.
Menurut dia, Dewan pasti mengizinkan. Sudah terlalu banyak yang melarikan pesawat Guru Minda secara ilegal. Sebagaian besar ke bumi dan tetapi hanya berapa pesawat yang kembali pulang. Sisanya hilang entah kesasar ke Bumi pada masa apa atau ke planet lain. Â Setelah itu kunjungan wisata boleh asal minta izin dan pengawasan.
"Sudah tiga pesawat kembali. Mereka wisatawan hanya jalan-jalan, tetapi semua didampingi pilot dan tentara. Wisatawan diberi waktu tiga hari di Bumi. Mereka tidak boleh ikut campur terhadap peristiwa besar, apalagi mengubah sejarah. Mereka  menyamar sebagai manusia pada masa yang dikunjungi."
Aku menunjuk surat ini? Boleh nggak aku ke Bumi sehari sebelum 6 November 2023 dan pulang 7 November 2023. Â Di situ ditulis 6 November hari Senin.
"Tak hubungi atasan saya dulu ya? Bu Khorinunnisa Selulerita," kata Umima bersemangat. "Saya juga ingin jalan-jalan ke Bumi."
Umima menggunakan telekomunikasi virtual yang seolah berhadapan dengan Nisa, panggilannya. Dengan singkat dia bercerita keinginan Fardhan.
"Jadi kamu mau menyampaikan amanat yang tak tersampaikan itu ke orang yang disebut Si Cantiek itu? Baik banget! Tapi aku suka, karena orang itu pasti tidak bisa memberikan enam kuntum mawar merah dan sebelas kuntum mawar putih secara langsung."
Aku mengangguk. Â Itu kalau tidak salah tahun-tahun pertama ketika pemanasan global di Bumi tidak bisa lagi dihentikan.
Aku minta cuti selama seminggu. Kini Aku berada di landasan Preanger. Aku  dmembawa sebelas kuntum mawar putih dan enam kuntum mawar merah hasil budi daya Titanium dalam ruangan khusus yang membuatnya tetap segar.
Untuk bekal, kami membawa uang dari era 1990 hingga 2020 untuk berjaga kalau menyasar ke tahun yang bukan diinginkan seperti ekspedisi nekat sebelumnya. Yang pasti kami mendarat pada 5 November di Bukit Panderman, Kota Batu.
Yang berangkat Aku, Umima, Chiara dan Kilat Buana, seorang tentara Titanium buat penjaga kami kalau bertemu alien bermusuhan. Â Kami harus pergi dari Bumi pada 7 November 2023, malam hari.
Pesawat Guru Minda berangkat dengan kecepatan tinggi dan tak lama tiba di lubang cacing menuju lokasi Bumi. Â Aku sudah membawa Riwayat hidup Si Cantiek yang ditulis IS di balik bukunya sejak dia lahir hingga 2023.
"Mengapa kamu ikut Chiara?"
"Lah, aku ingin tahu seperti apa cewek yang membuat si penulis jatuh cinta?"
Umima tersenyum dan tetap konsentrasi pada kemudinya. "Jujur aku juga!"
Pesawat melaju cepat untuk tiba pada Minggu, 5 November 2023, waktu Bumi. Tiba-tiba ada sesuatu yang menabrak kami dari arah belakang, entah siapa. Umima terkejut dan berusaha mengendalikan kemudi.
Tabrakan itu menyebabkan waktu di kolom tahun bergeser begitu juga tempatnya. Â Guru Minda mendarat malam hari di sebuah danau yang tidak terlalu dalam.
"Siapa yang menabrak kita?" cetus Umima kesal.
Dia melihat dashboard, tetap Minggu 5 November hanya tahun 2000, bukan di Batu, tetapi di sebuah danau di kawasan Depok. "Jauh sekali dari Batu, kita bisa pakai sepeda Maurizia berkecepatan tinggi. Â Tetap butuh waktu dua belas jam."
Aku tersenyum dan melihat tablet virtual yang berisi catatan IS tentang Si Cantiek. "Nggak juga, Si Cantiek sedang kuliah di Jurusan Sejarah FIB Universitas Indonesia, Depok. Â Dia tinggal di sekitar kampusnya bersama kedua orangtuanya.
"Jadi besok kamu kasihkan bunga tanda cinta itu. Sementara baik yang diberikan bunga maupun pemberinya sama-sama belum kenal?" tanya Chiara.
"Mau bagaimana lagi? Saat ini Si Pemberi Bunga adalah  wartawan media daring. Menurut catatan malam ini dia menonton film Jakarta Festival Film Internasional (Jiffest) di kawasan Cikini," ujar aku.
"Kamu mau sapa dia?" tanya Chiara.
"Jangan itu berpotensi mengubah sejarah. Lagipula kita mendarat di Danau UI dan harus menyembunyikan pesawat kita dengan teknologi kamuflase," sergah Umima.
Kami berempat berpakaian ala mahasiswa tahun 2000. Â Umima menyembunyikan Guru Minda dalam danau dengan teknologi kamuflase hingga tak terlihat. Lalu kami berempat bersepeda, karena Maurizia bisa tampak seperti sepeda biasa. Padahal sepeda itu bisa berjalan di air dan melayang.
Kami menyewa dua kamar kost dengan mudah di daerah Margonda, yang satu untuk Umima dan Chiara, yang satu untuk aku dan Kilat.
Esok paginya aku sudah mengenakan clean jins dan kemaja kotak-kotak, Ummima mengenakan hijab. Chiara memakai rok panjang dengan blazer. Sementara Kilat mengenakan jins dan kaos. Â Kami berempat bersepeda menuju FIB UI. Aku membawa satu buket bunga segar sebelum jam kuliah pukul 7.30. Â Aku membekali diri dengan foto Si Cantiek waktu mahasiswa.
Benar dia ada di dekat Gedung Satu bersama temannya-temannya. Chiara, Umima dan Kilat mengawasi. Â Aku dengan tenang mendekatinya dan memberikan buket berisi sebelas kuntum mawar putih dan enam kuntum mawar merah.
"Selamat Ulang Tahun Cantiek!" ucap Aku. "Bukan dari aku loh, tetapi dari IS, penggemarmu!"
Yang disebut Si Cantiek terperanjat. "Iya, memang hari ini ulang tahun aku. Kapan aku punya anak?  Siapa itu IS? Mungkin penggemar rahasia  naksir aku."
Ternyata anaknya ramah sekali. "Entah mengapa dia menamakan aku si Cantik. Namaku sebenarnya ini, dia berbisik padaku. Iya aku dari Malang, Jawa Timur."
"Kalau kamu siapa? Temannya si Pemberi Bunga? Kok nggak dia sendiri?" ujar seorang kawannya yang berhijab bernama Nuraisyah.
"Aku Fardhan Arifin, mahasiswa Kehutanan," jawabku. "Itu temanku, Chiara, mahasiswa Sejarah juga dan itu Umima mahasiswa Teknik Elektro dan Kilat, seorang taruna.
Si Cantik tersenyum. "IS itu mahasiswa? Atau sudah kerja? Eh, ada taruna ganteng!" katanya melambai pada Kilat.
Wajahnya ayu walau kulitnya hitam, jawani. Rambutnya hitam legam bagus, tubuhnya berisi. Â Dia ramah. Apa itu tipe idealnya si penulis surat? Entahlah. Â
"Fardhan, Chiara, namanya  seperti dj vu!" ujar Si Cantiek.
Dia  dikerubuti teman-temannya yang terheran. Siapa pengirim sebelas bunga warna putih yang mungkin melambangkan bulan sebelas dan enam bunga mawar merah tanggal enam.
"Mengapa tidak kamu masih tahu saja namanya?" kata Chiara heran ketika aku kembali ke mereka.
"Bagus nggak dikasih tahu. Bisa mati berdiri si pengirim kalau Si Cantiek itu datang ke kantornya dan menanyakan apa dia mengirim bunga," kata Umima.
"Ayo kita jalan-jalan  menikmati Jakarta 2000 era reformasi dengan sepeda, lalu pulang besok malam," kata Chiara.
Irvan Sjafari
Untuk yang berulang  tahun pada  6 November 2023
Jurnalis, minat pada lingkungan hidup, pariwisata dan budaya
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H