Pada 2020 Walhi mengkritisi langkah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang memberikan izin reklamasi di kawasan Ancol. Walhi mempertanyakan urgensi dari pemberian izin reklamasi tersebut. Padahal dalam kampanyenya Anies menolak reklamasi pantai Jakarta.
Namun seperti dikutip dari Kompas  Anies menyatakan, reklamasi itu bertujuan melindungi warga dari banjir. Material urukan itu merupakan hasil kerukan sungai dan waduk di Jakarta. Hal itu berbeda dengan program reklamasi 17 pulau sebelumnya yang disebutkan untuk kepentingan komersial.
Menurut Anies kegiatan ini, perluasan ini bukan dipakai untuk kepentingan eksklusif, sekadar komersial. Manfaat dari lumpur hasil pengerukan itu menjadi lahan yang dipakai sebanyak-banyaknya untuk manfaat masyarakat di Jakarta.
Secara keseluruhan Anies memang menguasai persoalan lingkungan hidup, sekalipun praktiknya kerap mendapat kritikan dari kalangan aktivis lingkungan. Â Dia bisa mempertanggungjawabkan kebijakannya bila dinilai tidak konsisten dengan argumentasi juga dan setidaknya tidak lari menghindar.
Latar belakang pendidikan Anies dari Barat kemungkinan membuatnya lebih paham apa yang kini jadi isu global, setelah lulus dari Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada (UGM), Yogyakarta, pria kelahiran Kuningan 1969 ini melanjutkan pendidikan Master of Public Management di Universitas Maryland, College Park, Amerika Serikat  pada 1998.
Pada 2004, Anies mengambil studi lanjut Doctor of Philosophy bidang Departemen Ilmu Politik di Northern Illinois University, Amerika Serikat.
Sebetulnya yang satu sebangun dengan Anies adalah Ridwan Kamil. Â Mantan Wali Kota Bandung (2013-2018) dan Gubernur Jawa Barat (2018-2023) Â mempunyai visi lingkungan hidup dan dia juga menjadi Komandan Satgas Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan (PPK) program Citarum Harum. Saya percaya bahwa program Buruan SAE atau urban farming di Bandung pengembangan gagasan Indonesia Berkebun dari dia sebelum terjun ke politik.
Dalam sebuah  kesempatan  Kang Emil mengatakan indeks kualitas lingkungan hidup (IKLH) di provinsi yang ia pimpin dalam dua tahun terus menunjukan grafik perbaikan. Pada 2019, IKLH Jabar mencapai 51,64 yang berarti masih dalam kategori kurang baik. Lewat sejumlah inovasi, pada 2020 IKLH Jabar menunjukan perbaikan ke angka 61,59. Â
Pada praktiknya ketika menjabat  baik sebagai wali kota maupun gubernur mendapatkan kritik dari para aktivis lingkungan hidup.  Salah satu yang paling disorot ialah  mengatasi  masalah sampah dengan menghadirkan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di Legok Nangka. Â
Walhi Jabar mengingatkan bukan solusi tepat untuk mengatasi masalah sampah. Karena PLTSa melepaskan zat beracun, seperti doxin dan furan yang membahayakan kesehatan sebagai akibat pembakaran. Jadi, alih-alih menjadi solusi, malah menimbulkan masalah baru. Â Â Meskipun demikian alumni dari Desain Kota Universitas Barkeley ini sudah punya konsep lingkungan hidup dan seperti Anies Baswedan, sulit untuk konsisten para praktiknya.
Masih Menjadi Gimmick
Mungkin kegamangan para kandidat Presiden  sejalan denga napa yang dinyatakan Ketua The Society of Indonesian Environmental Journalist (SIEJ) Joni Aswira mengatakan, menjelang penyelenggaraan Pemilu pemberitaan media lebih banyak bicara "gimmick" politik.