Pegunungan Alpen di Eropa juga mengalami hal yang sama, dengan berkurangnya tutupan salju dan hilangnya gletser, sementara daerah aliran sungai utama di beberapa bagian Pegunungan Andes di Amerika Selatan melaporkan kondisi di bawah rata-rata, terutama di wilayah Argentina, yang menyebabkan pembatasan air berkelanjutan di pusat-pusat perkotaan yang padat penduduknya.
Sayangnya, petugas ilmiah WMO  Sulagna Mishra  menyampaikan kurangnya data telah menghambat pemantauan terhadap siklus air yang semakin tidak menentu akibat banjir dan kekeringan, yang berdampak pada pasokan air minum dan ketersediaan air untuk tanaman.  Hal ini berdampak pada pengembangan sistem peringatan dini yang dapat membantu menyelamatkan nyawa.
"Agar kita bisa beradaptasi, merencanakan, bahkan memitigasi perubahan iklim, kita memerlukan informasi tentang bagaimana kondisi sumber daya air kita saat ini dan bagaimana sumber daya tersebut akan berubah," kata Mishra kepada DWÂ
Wilayah  Afrika, Timur Tengah, dan Asia, khususnya terkena dampak kurangnya data observasi.
Namun kemajuan sedang dicapai dalam hal ini. Laporan perdana pada  2021 hanya mengandalkan data dari 38 stasiun dibandingkan dengan lebih dari 500 stasiun pada 2022.
Dan jika data di lapangan tidak tersedia, para peneliti dapat memanfaatkan penginderaan jauh dan metode lainnya.
Dalam sebuah pernyataan, Sekretaris Jenderal WMO Petteri Taalas mengatakan laporan itu adalah "seruan untuk bertindak agar lebih banyak berbagi data guna memungkinkan peringatan dini yang bermakna. Â Untuk kebijakan pengelolaan air yang lebih terkoordinasi dan terintegrasi yang merupakan bagian integral dari aksi iklim."
Â
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H