Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Apakah Bahan Bangunan dari Sampah Plastik Solusi Lingkungan?

7 Oktober 2023   20:06 Diperbarui: 7 Oktober 2023   21:15 321
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Nzambi Matee-https://www.greenqueen.com.hk/nzambi-matee-kenyas-plastic-waste-building-bricks/

Sejumlah orang di berbagai negara mengubah sampah plastik jadi produk bricks (bata) dan conblock. Pertanyaan seberapa signifikan kontribusinya mengurangi sampah plastik?

Demi Bumi, Nzambi Matee, seorang perempuan muda di Nairobi, Kenya rela meninggalkan pekerjaannya di perusahaan minyak.

"Setelah mengambil sampah plastik itu, Anda bisa membuat jalan. Dan jika seorang anak bisa bersekolah dan tiba tepat waktu melalui jalan yang saya bangun, saya senang."

Tukang Insinyur Minyak itu paham  sampah plastik merupakan masalah global. Sampah plastik itu berserak dari puncak gunung, sungai,  pantai hingga lautan yang dalam.  

Keberadaan sampah plastik itu berimbas pada ekosistem, satwa liar, dan bahkan kesehatan manusia. Yang lebih rumit ialah sampah plastik waktu hingga 500 tahun untuk terurai.

"Dengan menggunakan latar belakang ilmu material dan teknik, saya berpikir, bagaimana kita bisa menemukan cara untuk mengubah plastik ini menjadi bahan lain?" ucap  Nzambi kepada Euronews  

Nzambi mendirikan Gjenge Makers, sebuah perusahaan yang mendaur ulang sampah plastik menjadi bahan bangunan alternatif.  Dia meyakini bangunan adalah kebutuhan dasar manusia.

Gjenge Makers mendaur ulang antara 10 dan 25 metrik ton sampah plastik setiap minggunya. Perusahaan kemudian menggabungkan plastik daur ulang dengan pasir untuk membentuk campuran yang kemudian dicetak menjadi batu bata paving.

"Setelah mengambil sampah plastik itu, Anda bisa membuat jalan. Dan jika seorang anak bisa bersekolah dan tiba tepat waktu melalui jalan yang saya bangun, saya senang," kata Nzambi.

Nzami mengungkapkan perusahaannya dapat memproduksi sekitar 3.000 paver setiap hari, namun permintaan kami sekitar 10.000 per hari.

Ke depannya, Gjenge berencana beralih ke teknologi 3D.  Nzambi berencana membantu masyarakat dengan mempromosikan daur ulang, budaya daur ulang, dan menyediakan lapangan kerja bagi generasi muda di seluruh benua Afrika.

Penyulap Sampah Plastik dari Tanah Air

Sebenarnya apa yang dilakukan Nzambi bukan hal baru.  Seorang warga Desa Tugumulya, Kabupaten Kuningan bernama Nana Suherna melakukan hal sama.  Dia dan kawan-kawannya membuat paving block dari sampah plastik sejak dua tahun lalu.

Mereka memanfaatkan plastik yang tidak laku terjual atau lolos sortiran. Dengan mesin rakitan, pria kelahiran 1984 ini mampu memproduksi dua ratus buah paving block dalam sehari.  Dengan mesin itu, Nana menyulap dua kilogram sampah plastik menjadi satu paving block.

Nana Suherna (kiri) dalam sebuah pameran-Foto: Irvan Sjafari
Nana Suherna (kiri) dalam sebuah pameran-Foto: Irvan Sjafari

Satu buah paving ukuran besar mampu menahan beban sebesar 47.926 kilogram dan yang paling kecil 10.597 kilogram. "Berkat kerajinan paving block ini, kami mampu mengurangi sampah plastik sebanyak 4 kuintal sehari," ungkap Nana kepada Koridor. 

Alumni pendidikan Guru SD di Universitas Pendidikan Indonesia ini bersama timnya bisa membuat jalan gang hingga lapangan sepak bola.

Bank Sampah Unit Tugu Mulya ini menghargai pavling bloknya Rp150 ribu per meter persegi. Meski pun harganya lebih mahal dari paving block dari pasir dan semen, Nana yakin produk desanya bisa bersaing.

Sampah plastic bukan saja bisa diubah jadi paving block atau bata, tetapi juga jadi mebel. Seorang anak muda dari Kota Batu, Jawa Timur bernama Jeremy Nata Pangestu adalah tukang sulap tersebut. Ketua Yayasan Polistic Collective mengatakan satu unit kursi membutuhkan 25-30 kilogram sampah plastik.

"Kami sudah melakukan tes hidrolik mampu menahan beban sampai 250 kilogram. Kami membuat sheetpress multifungsi, termasuk mebel juga untuk dinding dan ubin alternatif," ujar Jeremy kepada Koridor.  

Hanya saja kalangan aktivis lingkungan ada yang meragukan apakah pembuatan paving block dari sampah plastic memberikan kontribusi bagi lingkungan. 

Kritik Terhadap Bahan Bangunan Sampah Plastik

Corporate Plastic Campaign Project Lead Green Peace Indonesia Ibar Akbar mengatakan paving block maupun bricks dari sampah plastic tidak akan membantu baik jangka pendek maupun jangka panjang.

"Sampai seberapa banyak sampah plastic yang bisa dikurangi untuk dijadikan bahan bangunan tersebut," ujar Ibar melalui sambungan telepon, 7 Oktober 2023.

Masih ada pertanyaan lain, karena pembuatan paving block maupun bricks tersebut menggunakan campuran bahan kima yang belum tentu aman. Begitu juga ketika terjadi hujan apakah tidak menimbulkan dampak lingkungan?

"Cara mengurangi sampah plastik pertama-tama di hulu, yaitu produsen menghentikan pembuatan plastik.  Penghentian juga harus didukung regulasi.   Kedua, secara hirarki ialah bagian hilir, yaitu daur ulang plastik," katanya.

Hal senada juga disampaikan Herman Potgieter, pakar metalurgi dan kimia dari Universitas Manchester Metropolitan.  Bahan bangunan yang terbuat dari plastic asalkan tetap dalam bentuk aslinya aman buat lingkungan. 

Namun, apapun bentuknya  plastik tidak dapat terurai secara hayati. Pada akhirnya menjadi potongan-potongan butiran kecil berukuran antara 5 hingga 100 mikron.

"Kebanyakan plastik juga sensitif terhadap sinar ultraviolet dan akan terurai jika terkena sinar matahari. Jadi tidak, plastik bukanlah bahan bangunan yang ideal," ujar Potgieter kepada https://phys.org/news/2019-07-ecobricks-plastic-pollution.html

Plastik membutuhkan waktu sangat lama untuk terurai dan biasanya tidak terurai menjadi bentuk cair melainkan menjadi padatan yang lebih kecil, yang disebut mikroplastik.

"Tidak ada yang benar-benar tahu berapa lama waktu yang dibutuhkan plastik untuk terurai menjadi senyawa kimianya---bisa ratusan atau ribuan tahun. Mikroplastik dapat menyebabkan masalah lingkungan yang luar biasa," katanya mengingatkan.

Lanjut dia, jika Anda menggunakan botol plastik ini sebagai "batu bata", Anda harus menggunakan sesuatu untuk mengikatnya. Jika menggunakan semen biasa, pH-nya cukup tinggi yaitu 12,5 (basa), sehingga ada kemungkinan terjadi interaksi antara plastik dengan semen yang dapat mempengaruhi keutuhan struktur bangunan.

Plastik juga sangat mudah terbakar. Jika rumah yang terbuat dari botol plastik terbakar, maka kebakaran akan terjadi secara tidak terkendali, sehingga melepaskan gas yang sangat beracun seperti dioksin, furan, merkuri, dan bifenil poliklorinasi ke atmosfer.

"Selain itu, pembakaran poli vinil klorida melepaskan halogen berbahaya dan mencemari udara, yang dampaknya adalah perubahan iklim," pungkasnya.

Irvan Sjafari 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun