Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Kiprah Politik Milenial, Partai Hijau Jerman dan Indonesia

1 Oktober 2023   23:38 Diperbarui: 6 Oktober 2023   06:32 429
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Berkat kekuatan kalangan milenial, Partai Hijau, pengusung isu lingkungan mampu mempunyai kursi yang signifikan di Jerman.   Seiring dengan makin memburuknya dampak perubahan iklim, partai seperti ini akan makin menguat di berbagai negara. Bagaimana dengan Indonesia?

Generasi milenial kini mencakup 20 persen populasi di Eropa. Mereka kerap disebut sebagai 'Generasi Hijau'.  Mereka yang lahir antara tahun 80an dan akhir 90an ini senang berbelanja secara royal untuk pembelian yang lebih ramah lingkungan. Mereka cenderung percaya bahwa manusia mempunyai peran penting dalam mengatasi perubahan iklim.

Mereka berpengetahuan luas. Mereka  membaca program pemilu dari partai-partai favoritnya. Bagi mereka semua, perlindungan iklim adalah salah satu isu terpenting. Generasi hijau  dengan kategori ini mempunyai kekuatan signifikan di Jerman.  

Munculnya Partai Hijau seiring dengan populernya aktivis lingkungan belia Greta Thunberg dengan aksi bolos sekolah untuk berdiri sendirian di luar Gedung Parlemen Swedia menuntut aksi pencegahan perubahan iklim dari para pimpinan negara pada 20 Agustus 2018.   Bagi Greta tidak ada masa depan jika perubahan iklim tidak dicegah.

Pada September 2018, Greta memulai 'pemogokan' reguler dari kelas setiap hari Jumat untuk protes masalah iklim. Dia mengundang siswa lain untuk bergabung dengan kampanye mingguannya "Jumat untuk Masa Depan" dengan melakukan pemogokan di sekolah mereka sendiri. Pada  November 2018 setidaknya lebih dari 17.000 siswa di 24 negara berpartisipasi dalam pemogokan sekolah Jumat.

Tentunya ada pengaruh gerakan Friday for Future, pada pemilihan umum 2021  Partai Hijau Jerman  telah memenangkan 15% suara dalam pemilihan federal. Kemenangan ini membuat partai ini ikut dalam koalisi pemerintahan.

Menurut jajak pendapat sebelum pemilu waktu itu lebih 18% pemilih berusia antara 16 sampai 24 tahun ingin memilih Partai Hijau --- lebih banyak daripada partai lain mana pun. Di tempat kedua ada dua partai dengan masing-masing 16%, yaitu Sosial Demokrat SPD dan Liberal Demokrat FDP.

Meskipun demikin menurut ilmuwan politik Oskar Niedermayer dari Free University Berlin  Partai Hijau tidak pernah menjadi partai besar dalam hal program, anggota, dan jumlah pemilihnya. "Para pemilih inti Partai Hijau masih cenderung muda, perkotaan dan berpendidikan," katanya.

Konflik Partai Hijau Jerman dengan Konstituten 

Sejak 1998, ketika Partai Hijau berkoalisi dengan SPD membentuk pemerintahan. Tujuan partai politik adalah untuk memerintah. Segera koalisi terbentuk, Partai Hijau dihadapkan pada pada krisis pertamanya dengan prospek partisipasi Jerman dalam misi NATO di Kosovo.

Partai Hijau juga membantu AS dalam Perang Afghanistan pada 2001. Kedua keputusan ini membuat sebagian pendukungnya menuduh Partai Hijau telah mengkhianati prinsip-prinsipnya. Padahal partai ini berbasis para milenial yang sangat konsen terhadap lingkungan hidup.

Setelah memenangkan Pemilu dan memegang pemerintahan Partai Hijau mendapat tudingan dari para aktivis lingkungan kompromi dalam kasus penggusuran sebuah desa demi energi batubara. 

Jerman mengawali 2023 dengan bentrokan dengan para aktivis lingkungan, ketika pemerintah dan perusahaan energi RWE Power berniat memperluas tambang batu bara Garzweiler untuk memastikan keamanan energi di Jerman.

Imbasnya ialah menggusur Desa Luetzerath yang memiliki cadangan batu bara. RWE mengatakan batu bara di bawah desa akan dibutuhkan paling cepat musim dingin masa itu

Perusahaan itu mencapai kesepakatan dengan pemerintah daerah tahun lalu yang memungkinkan desa tersebut dihancurkan dengan imbalan mengakhiri penggunaan batu bara pada tahun 2030, bukan 2038.

https://www.deutschland.de
https://www.deutschland.de

Sementara para aktivis lingkungan memperingatkan membuldoser desa itu untuk memperluas tambang batu bara Garzweiler di dekatnya menambah emisi gas rumah kaca dalam jumlah besar.

Aktivis iklim mengatakan bahwa desa dan sekitarnya tidak boleh dihancurkan dan batu bara di bawahnya, di dekat tambang batu bara coklat terbuka, harus dibiarkan di dalam tanah.

Kasus Bavaria

Yang paling anyar di tingkat lokal, Partai Hijau Jerman telah dianiaya dalam kampanye di Bavaria dan harus membela kebijakan federal yang tidak populer. Namun mereka yakin mereka berada di jalur yang tepat untuk mendapatkan hasil pemilu yang relatif sehat.

Kandidat Partai Hijau sudah terbiasa dengan pelecehan verbal selama kampanye di Bavaria, namun mereka bahkan terkejut dengan apa yang terjadi di sebuah acara di Neu-Ulm pada pertengahan September, ketika kandidat utama Katharina Schulze dan Ludwig Hartmann dilempari batu ke arah mereka.  

Insiden Neu-Ulm menggambarkan perdebatan politik yang memanas di Jerman dan fitnah tanpa henti yang dilontarkan terhadap Partai Hijau secara daring dan media sayap kanan dalam beberapa minggu terakhir.

Partai Hijau di Jerman biasanya mempunyai kinerja terbaik di kalangan masyarakat terpelajar di daerah perkotaan. Hal ini menyulitkan Partai Hijau Bavaria karena negara bagian terbesar di Jerman ini memiliki banyak pemilih pedesaan, yang secara tradisional skeptis terhadap partai ekologis.

Para pemilih tersebut semakin terasingkan oleh kebijakan-kebijakan koalisi pemerintah federal berhaluan kiri-tengah, yang mana Partai Hijau merupakan bagian darinya, yang sering dianggap merugikan gaya hidup pedesaan.

Rancangan undang-undang baru untuk menggantikan sistem pemanas bahan bakar fosil, misalnya, membuat banyak pemilih pemilik properti di Bavaria khawatir bahwa mereka tidak lagi diizinkan menggunakan kayu untuk memanaskan rumah mereka, yang berarti renovasi akan memakan biaya besar.

Berharap untuk mencegah reaksi yang tidak dapat dihindari, Partai Hijau Bavaria menyatakan pada bulan April bahwa mereka telah membujuk Menteri Ekonomi Partai Hijau Robert Habeck untuk merevisi undang-undang pemanasannya agar orang dapat membakar kayu.

Sementara itu, Ludwig Hartmann menuduh politisi Bavaria meniru taktik populis sayap kanan di seluruh dunia dengan menciptakan konflik palsu antara pemilih di perkotaan dan pedesaan, sesuatu yang ia sebut sebagai "perkembangan yang fatal."

Kekuatan unik Bavaria, menurutnya, adalah kekuatan ekonominya tidak terkonsentrasi di kota-kota, sehingga kepentingan kota-kota seperti Munich, dimana Partai Hijau kuat, sebenarnya selaras dengan kepentingan daerah pedesaan.

Setiap perdebatan berubah menjadi perdebatan antara kota dan desa. Hal ini terjadi baru-baru ini ketika seorang politisi Partai Hijau meminta Bavaria untuk memperluas zona perlindungan airnya -- industri pertanian langsung menolak hal ini, karena hal ini berarti mengurangi jumlah pupuk kimia yang dapat mereka gunakan.

Terlepas dari upaya-upaya moderasi ini, Christian Social Union (CSU), partai kanan-tengah yang masih mendominasi Bavaria, telah menyatakan Partai Hijau sebagai paria.

Pemimpin CSU dan Perdana Menteri Bavaria Markus Soder dengan keras mengesampingkan koalisi dengan para aktivis lingkungan hidup. Dia menuding Partai Hijau hidup di dunia fantasi dan larangan.

"Mereka adalah partai nomor satu yang melakukan pelarangan: Larangan terhadap daging, petasan, pencucian mobil, iklan, dan balon hanyalah sebagian kecil dari rencana mereka. Pada akhirnya, mereka menginginkan republik yang berbeda dan mendidik kembali masyarakat Jerman," tuduh Soder.

Meskipun demikian Soder menekankan bahwa ia memahami ancaman perubahan iklim, dan menggambarkan maksudnya dengan gambaran khas Bavaria tentang hilangnya salju di gunung tertinggi di Jerman. Zugspitze.

Dan para pemilih muda CSU mengapresiasi hal tersebut. Di antara audiens Soder di Ebersberg adalah Daniel Tibursky, seorang anggota baru berusia 15 tahun yang bergabung dengan organisasi pemuda konservatif Junge Union, yang mengatakan bahwa kampanye lingkungan seperti Fridays for Future telah mempengaruhi kebijakan CSU dalam beberapa tahun terakhir.

Partai Hijau Bavaria saat ini memperoleh suara sekitar 14-15%, bersaing untuk tempat kedua dengan kelompok populis sayap kanan, Free Voters. Hasil tersebut berada di bawah angka tertinggi yang diraih Partai Hijau pada pemilu Bavaria tahun 2018 (17,6%) namun masih jauh di atas angka satu digit yang harus dicapai oleh partai tersebut dalam setiap pemilu Bavaria lainnya sebelum itu.

Gerakan Politik Hijau di Indonesia

Aktivis Extinction Rebellion (XR) Indonesia, sebuah gerakan yang berfokus pada isu krisis iklim, sekalius aktivis Partai Hijau Indonesia Melissa Kowara menyampaikan tidak mudah memperjuangkan perlindungan iklim di dunia politik, bahkan di negara maju sekali pun yang notabene populasi terdidiknya memadai.

"Saya pribadi tidak percaya kalau jalur politik bisa menjadi juru selamat dengan sendirinya. Perjuangan partai politik perlu didampingi oleh masyarakat sipil yang menggunakan hak demokratisnya dengan aksi aksi lain, upaya advokasi, gugatan, dan sebagainya," ujar Melissa Kowara kepada Koridor, 16 Maret 2023. 

Menurut alumni University of Cambridge (Judge Business School), Queens' College (2011) dan London School of Economics & Political Science (2010) itu, sebelum adanya gerakan sipil yang cukup besar (setidaknya 3,5% dari populasi setempat) , partai politik hijau akan merasa 'kalah' karena kurang dukungan untuk menggebrak dari dalam.

Dia mengingatkan kecuali partai politik hijau itu sudah menguasai mayoritas dari dalam, tapi untuk menjadi mayoritas pun butuh dukungan masyarakat sipil untuk memilih mereka.

"Tapi ini semua proses, saya percaya bahwa partai hijau di mana pun (atau partai yang mempraktikkan demokrasi partisipatoris yang nonhirarkis) pasti pada akhirnya akan menguasai pemerintahan di mana pun. Ini butuh waktu dan kesiapan yang berbeda-beda setiap negara. tapi trennya pasti akan kesana. Jadi kalah sekarang lebih tepat disebut belum menang," paparnya.

Pertanyaannya, mengapa parpol Indonesa cenderung kurang menyuarakan masalah lingkungan. Menurut Melissa politik di indonesia sangat dikuasai oleh oligarki. Sebelum bisa ikut pemilu, untuk menjadi partai beneran saja membutuhkan modal besar.

"Belum lagi masuk pemilu. dan syarat-syaratnya makin lama makin dipersulit memang untuk menghentikan partai alternatif yang murni kepentingan rakyat untuk bisa maju berkontestasi," imbuhnya.

Dengan demikian sulit sekali mengembangkan partai secara idealis dengan beneran, tapi di sisi lain sulit juga untuk mengembangkan partai melalui gerakan masyarakat sipil yang lumayan alergi dengan kata 'partai'. Mungkin ada unsur trauma juga diperalat oleh partai yang sudah sudah.

"Kalau ditanya penting yang mana, semuanya penting ya. kita memang harus membangun partai hijau, tapi juga harus menghijaukan semua pihak, baik itu melalui partai yang ada di parlemen mau pun yang akan berkontestasi di pemilu ke depannya," katanya menegaskan.

Melissa Kowara dan saya di sebuah acara -Foto: Dokumentasi Irvan Sjafari
Melissa Kowara dan saya di sebuah acara -Foto: Dokumentasi Irvan Sjafari

Menurut Melissa eksistensi partai hijau tetap harus menjadi keharusan untuk bisa merubah sistem politik Indonesia ke depan supaya bisa menjalankan praktik demokrasi partisipatoris yang sebenarnya.

"Di mana kita bisa memastikan politik tidak lagi bisa dikuasai segelintir by design, tetapi sambil membangun itu, kita harus mendorong semua pihak untuk membumikan 'penghijauan' di Indonesia," pungkasnya.

Sementara tokoh Partai Hijau Indonesia lainnya John Muhammad dalam akun instagramnya pada 27 Juni 2023 mengatakan meski tidak ikut Pemilu 2024, Partai Hijau Indonesia harus terus berupaya membangun jembatan politik untuk memperjuangkan aspirasi masyarakat sipil.

Dalam situsnya Platform Hijau telah disusun sejak 22 Agustus 2014 atau dua tahun sejak Partai Hijau Indonesia dideklarasikan pada 5 Juni 2012 di Bandung. Dikembangkan dari Pancasila, UUD 1945, nilai-nilai Politik Hijau, Piagam Kaum Hijau Sedunia, dan tantangan politik masyarakat sipil Indonesia.

"Kami bukan kumpulan aktivis lingkungan hidup yang menghindar dari ketidakadilan sebagai inti masalahnya. Kami adalah penghalang kiamat ekologis yang tengah berlangsung sekaligus oposisi sejati dari ketidakadilan," cetus partai tersebut.

Presidium nasional periode 2021-2026 diisi oleh tokoh-tokoh yang rekam jejaknya dalam isu lingkungan sudah tidak diragukan lagi. Antara lain Dimitri Dwi Putra, yang selama ini aktif mendorong Green Financing di Indonesia; Kristina Viri, aktivis perempuan yang aktif membahas isu sosial, politik, dan masyarakat; Nur Rosyid Murtadho atau Gus Roy.

Lalu ada juga perintis pesantren ekologi Misykat al-Anwar; Taibah Istiqamah, yang aktif mengkaji isu-isu politik dalam dan luar negeri. Serta John Muhammad, aktivis pentolan Reformasi 1998 sekaligus promotor demokrasi partisipatoris dalam ekologi digital.

Milenial Indonesia Motor  Baru Gerakan Lingkungan 

Hanya saja masih menjadi tanda tanya apakah Partai Hijau Indonesia akan seperti di Jerman di mana pendukungnya adalah generasi milenial kelahiran 1980 hingga 1990-an akhir.  Memang temuan saya mendapatkan fenomena bahwa anak-anak muda bahkan yang kelahiran di atas 2000 mendirikan sejumlah LSM di bidang lingkungan hidup seperti Enviromental Green Society (Envigreen) di Malang dan Green Welfare yang berbasis di Jakarta.

General Manager Enviromental  Green Society Ahmad Labib,  mengatakan komunitas ini berawal dari sebuah studi ekologi lingkungan, khususnya ekologi perairan pada akhir 2020. Pendirinya umumnya datang dari Studi Biologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim (UIN Maulana Malik Ibrahim), Malang, berusia sekitar 23 tahun.

"Kami mempunyai visi melestarikan keanekaragaman hayati dan lingkungan hidup sambil melakukan aktualisasi isu lingkungan," ujar Labib

Sementara Green Welfare adalah Organisasi nirlaba yang berdiri pada 3 Mei 2020 ini, bercita-cita memberikan dampak pada skala sosial dan juga lingkungan. Organisasi ini ingin  agar generasi muda turun tangan dan membantu masalah eko-sosial sambil tetap sadar akan iklim dan lingkungan.

Green Welfare Indonesia menargetkan tiga tujuannya, yaitu mencapai Ketahanan Pangan, Pastikan Pertanian Berkelanjutan, dan Promosikan Pendidikan Iklim. Sang Founder Nala Amirah baru menginjak 15 tahun ketika mendirikan LSM ini, pada 2020.

Green Welfare Indonesia membuktikan bahwa setidaknya sebagian milenial Indonesia tidak hanya peduli pada Tik Tok, tetapi juga keberlangsungan Bumi, planet tempat manusia hidup. Organiasi ini didominasi anak muda berusia di bawah 20 tahun dan seperti teman-temannya di Eropa sadar bahwa merekalah yang menanggung akibatnya kalau Bumi ini rusak.

Irvan Sjafari

Sumber:

Euronews  

Babelinsight

Koridor

DW

Koridor

Hijau.Org 

Koridor

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun