Petualangan Sherina 2 tidak hanya menyuguhkan nostalgia, tetapi juga isu konservasi perdagangan satwa langka orangutan yang aktual.
"Tahukah kamu melihat bintang itu berarti melihat masa lalu kita?" ucap Sherina Darmawan (Sherina Munaf) pada Sadam (Derby Romero) ketika mereka dikunci dalam gudang besar oleh kawanan pencuri orangutan.
Mereka berdua memandang bintang yang sinarnya benderang dari balik jendela  dan lagu Mengenang Bintang mereka nyanyikan.  Dialog dalam sebuah adegan Petualangan Sherina 2 ini membuat para penonton yang sudah menyaksikan Petualangan Sherina teringat akan adegan dua anak kecil terjebak di Boscha.Â
Saya kira Sang Sutradara Riri Riza sengaja menyuguhkan adegan ini sebagai salah satu nostalgia. Â Ceritanya pun nyaris sebangun tetapi tentunya sesuai dengan ketika Sherina dan Sadam menjadi dewasa.
Garis plot ceritanya pun nyaris sebangun. Bila pada film pertama Sherina dan Saddam berhadapan dengan kawanan penculik dengan dalang pengusaha properti yang ambisius di kawasan Lembang Bandung, maka kini lawan mereka adalah para pedagang orangutan dengan dalang konglomerat Syailendra (Chandra Satria). Sang konglomerat ingin memberikan kado istimewa buat istrinya Ratih (Isyana Saraswati).
Kalau dulu isu yang terselubung dalam film ini perebutan lahan di kawasan Bandung Utara- yang akhirnya terbukti lebih banyak membuat kerusakan lingkungan- maka pada sekuelnya konservasi orangutan.Â
Isu yang lebih aktual dan punya pijakan kuat. Sekalipun realitasnya lebih kejam dari yang digambarkan di film, misalnya soalnya tergerusnya habitat orangutan akibat kepentingan ekonomi, seperti perkebunan sawit atau illegal loging. Kalau di KBU mungkin hanya pemain lokal, maka kalau di Kalimantan korporasi lebih besar bahkan dari negara lain, Â
Para konservasionis sadar bahwa orangutan berjasa menjaga hutan Kalimantan yang notabene salah satu benteng terakhir paru-paru Bumi, selain hutan amazon. Deforestasi mendorong pemanasan global dan akhirnya perubahan iklim. Â Ujungnya nanti akan berakibat bagi umat manusia di masa mendatang.
Konservasi dalam Film dan Realitas
Tentu tokoh favorit saya adalah Sadam, Proyek Manajer Oukal (Orang Utan Kalimantan), LSM lingkungan hidup dalam film itu yang menjaga keberlangsungan orangutan. Â Kalau realitas yang pernah saya kontak sebagai wartawan di desk lingkungan di sebuah media online adalah COP (Centre of Orangutan Protection) dan masih ada lagi.
Orang seperti Sadam benar-benar mengabadikan hidupnya demi orangutan, sebetulnya keberlangsungan Bumi dan umat manusia tentunya.  Realitasnya, para konsevasionis  bertaruh nyawa untuk itu seperti rekan-rekan mereka di seluruh dunia.
Kembali ke cerita Sherina kini adalah reporter sebuah stasiun televisi yang awalnya kesal tugasnya meiput Forum Ekonomi di Devos, Swiss ke Kalimantan bersama Aryo (Ardit Arwhanda) rekannya.  Sama dengan Petualangan Sherina pertama, tokoh utamanya kesal mengikuti orangtuanya pindah sekolah ke Bandung meninggalkan Jakarta.
Di pedalaman Kalimantan ini dia bertemu dengan Sadam dan juga dengan Sindai (Quinn Salman), dara cilik pedalaman Kalimantan yang menyelamatkan Hilda dan Sayu induk dan anak orangutan dari kebakaran.  Saya menduga Riri Riza dan Mira Lesmana ingin mengorbitkan Quinn Salman seperti halnya Sherina dulu.  Sindai  menjadi pejuang cilik lokal yang ikut membantu Sherina dan Sadam memburu penculik Sayu.
Penonton pun akan menyaiksikan pertarungan berlangsung seru antara pasangan nostalgia ini dengan kawasanan penculik. Cuma kali ini  lawan Sherina dan Sadam bukan kawanan penculik ala Home Alone, yang nyaris seratus persen pecundang.Â
Pada petarungan terakhir mereka melawan Pingkan (Kelly Tandiono) tangan kanan Syailendra dan istrinya Ratih, yang mampu mengalahkan laki-laki berbadan besar dengan dingin. Â Jadi Sherina dan Sadam benar-benar naik level. Â Dari segi cerita secara umum, Petualangan Sherina2 lebih matang dan realistis.
Hanya saja saya mempertanyakan kok bisa-bisanya Aryo pulang sendiri ke Jakarta, meninggalkan rekannya yang sebetulnya dalam bahaya?  Kan dia bisa memberitahu pemimpin redaksi soal kondisinya?  Saya tidak  yakin kalau pemimpin redaksi (kalau pemimpin yang benar ya) tidak mencari bawahannya yang hilang.  Mustahil, dia tidak tahu bahayanya hutan Kalimantan yang transportasinya sebagian besar menggunakan perahu.
Sherina (dalam film itu) seperti Tintin, tokoh rekaan  komikus Belgia, George Remi alias Herge yang mengikuti nalurinya, wartawan sejati.  Sekalipun Sadam sudah mengingatkan jangan bertindak sendiri mengejar para penculik tetapi koordinasi dulu dengan polisi hutan dan mencegat di spot tertentu.  Saya suka wartawan seperti ini.
Akting Para PemainÂ
Namun dari segi akting kok saya jatuh hati pada tokoh-tokoh sampingannya seperti Kelly Tandiono yang begitu garang dengan tatapan kejam.  Isyana Saraswati memainkan tokoh  yang manja dan tidak punya empati terhadap hewan peliharannya, hanya menjadikannya sebagai mainan untuk pamer dengan kawan sosialitanya.
Juga dengan Quinn Salman yang mampu menjadi Sindai, anak yang tidak canggung memanjat pohon dan tidak ada takut-takutnya seperti anak asli Kalimantan menghadapi kawanan penculik.
Bagaimana dengan segi koreografinya? Saya bilang keren terutama koreografi di markas Oukul dengan latar belakang hutan dan sungai. Walaupun koreografi ini  untuk meningatkan koreografi di sekolah waktu di film sebetulnya. Â
Begitu juga dengan  dansa antara Syailendra dan Ratih mengingatkan dansa antara dua tokoh antagonis di Petualangan Sherina pertama.
Secara keseluruhan Bintang empat dari Lima untuk Petualangan Sherina 2. Saya menonton film ini bersama teman-teman dari Komunitas Hip Hip Yura. Kebetulan Yura Yunita, idola kami menjadi pengisi salah satu soundtrack.
Irvan Sjafari
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H