Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno Pilihan

Ilmuwan Ingatkan Ancaman "Kiamat Serangga"

28 September 2023   11:13 Diperbarui: 28 September 2023   11:25 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Foto: FAO. https://www.fao.org/fao-stories/article/en/c/1194563/ 

Perubahan iklim dan faktor cuaca memicu penurunan drastis populasi serangga di Eropa, bahkan di seluruh dunia sejak 1980-an. Dampak berantai bakal menanti jika terjadi "Kiamat Serangga".

Penelitian yang paling anyar diungkapkan Jorg Muller pakar ekologi hewan dari Universitas Wrzburg di Jerman. Dia  dan sejumlah rekannya  awalnya mengira pertanian dan urbanisasi  menjadi penyebab hilangnya habitat serangga .

"Namun penelitian menemukan bahwa biomassa serangga tidak banyak berubah antara lingkungan pertanian dan lingkungan alami. Penurunan terjadi dimana-mana," kata Muller seperti dikutip dari New Scientist.

 Hal ini menunjukkan cuaca mempengaruhi lanskap dalam skala lebih besar Peningkatan tak terduga dalam biomassa serangga di beberapa lokasi perangkap sejak  2016 -- serta banyaknya kupu-kupu di sekitar rumahnya tahun ini -- juga menunjukkan adanya faktor yang lebih berubah-ubah dibandingkan perubahan lanskap.

Dengan menggunakan data biomassa serangga dari studi 2017 serta dari penangkapan terbaru di Jerman bagian selatan hingga  2022, Muller dan rekan-rekannya menguji tujuh model statistik berbeda.  Hal ini menghubungkan perubahan biomassa serangga dengan serangkaian variabel berbeda, mulai dari perubahan habitat hingga perubahan iklim. cuaca.

Mereka menemukan bahwa model yang memperhitungkan cuaca dapat menjelaskan lebih banyak pola yang diamati pada biomassa serangga dibandingkan model yang tidak memperhitungkan cuaca. Mereka juga menemukan bahwa mereka dapat memprediksi perubahan biomassa serangga di lokasi lain di Jerman hanya dengan menggunakan variabel cuaca.

Kaitannya dengan cuaca ini menunjukkan adanya mekanisme yang menyebabkan perubahan iklim mempengaruhi populasi serangga. Musim dingin yang lebih hangat dan lebih kering, misalnya, nampaknya mempunyai pengaruh negatif terhadap biomassa, sedangkan musim semi yang lebih hangat dan lebih basah mempunyai pengaruh yang positif.

Eropa telah mengalami musim dingin dan musim semi yang lebih hangat seiring dengan perubahan iklim. Namun, Mller mengatakan hubungan ini terlalu rumit untuk menjelaskan secara tepat bagaimana perubahan iklim berperan.

"Ini jelas berisiko, dan semakin berisiko bagi serangga, terutama serangga langka atau terancam punah," imbuhnya.

Kekhawatiran terhadap serangga di Eropa sebagian besar berasal dari studi tahun 2017 yang dilakukan oleh de Kroon dan rekan-rekannya. Mereka  menemukan adanya penurunan mengejutkan sebesar 76 persen dalam biomassa serangga terbang di kawasan lindung di Jerman antara  1989 dan 2016.

Temuan tersebut dan temuan lainnya menimbulkan peringatan akan bahaya global. "kiamat serangga" dan kepunahan serangga yang meluas. Meskipun klaim tersebut mungkin terlalu dibesar-besarkan, serangga jelas berada dalam masalah.  Sebuah analisis menemukan bahwa biomassa serangga darat di berbagai lokasi di seluruh dunia telah menurun sekitar 11 persen setiap dekade sejak 1980an.

Dampak Bagi Kehidupan Manusia

Biological Conservation pada 2019 merilis laporan ilmiah yang mengungkapkan sebanyak 40 persen dari keseluruhan dari populasi serangga menurun secara global, sementara sepertiga dari mereka terancam punah.

Penulis isu lingkungan, Oliver Milman mengatakan  manusia akan terdampak jika populasi serangga benar-benar hilang di muka Bumi. Sebab, hewan seperti serangga berkontribusi dalam penyerbukan tanaman yang dikonsumsi, menghancurkan limbah di tanah, serta membentuk dasar rantai makanan di mana ada manusia di dalamnya.

"Bumi akan menjadi tempat yang sangat mengerikan untuk ditinggali, dan tentu saja bukan sesuatu yang harus kita tuju," ujar Milman  seperti ditulis Kompas.  

Apabila serangga menghilang maka manusia akan mengalami kelaparan massal, bahkan mayat-mayat akan membusuk di mana-mana lantaran kumbang kotoran dan serangga yang akan memecah materi itu tidak ada lagi.

Pakar serangga dari IPB University Prof. Dr. Damayanti Buchori salah satu spesies yang dapat menimbulkan dampak besar apabila punah ialah lebah.  Lebah mempunyai fungsi untuk produksi madu, induk, propolis, lilin, bee pollen, royal jelly, dan racun lebah. Serangga ini juga mempunyai jasa bagi penyerbukan berbagai spesies tanaman dan juga dalam rantai makanan.

Bila populasi lebah menurun, maka proses penyerbukan akan terganggu. Artinya panen bisa gagal. Tanaman-tanaman, seperti tomat, ketimun, sawi hijau, dan beragam buah-buahan, semisal mangga, rambutan, durian, kopi, dan masih banyak ribuan tanaman, bahkan mungkin ratusan ribuan tumbuhan liar tidak akan mampu bereproduksi.

"Mereka akan punah, habis, karena tidak ada penyerbuk. Jika tidak ada tanaman-tanaman ini, manusia akan kelaparan karena tinggal ada tanaman yang hanya diserbuki oleh angin atau hewan-hewan vertebrata," kata Damayanti kepada Koridor 

Irvan Sjafari

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun