Namun pada etape berikutnya saya paham mengapa tidak ada pengendara motor trail punya nyali kebut-kebutan di areal ini. Selain itu memang ada larangan bagi motor trail untuk masuk.
Ada jalur sekira satu kilometer yang sebelah kirinya jurang dalam dengan lebar jalan sekira dua meter tanpa pagar dan di sisi lain adalah tebing yang punya potensi longsor. Wow, hanya para hiker yang cukup punya jam terbang bisa melalui ini.
"Kalau hujan kami tidak berani membawa wisatawan karena licin dan sampeyan terjatuh ke kedalaman puluhan meter, serta sulit ditemukan," ungkapnya.
Sayang saya tidak bisa memotret jalur ini karena berada di atas motor, serta terlalu riskan untuk berhenti memotret. Karena tempatnya sangat sempit. Kami beruntung melakukan perjalanan di musim kemarau. Tidak saya rekomendasikan untuk hiking pemula.
Kami tiba setelah menempuh perjalanan sejauh empat kilometer. Hasilnya adalah panorama air terjun yang asri dan tampaknya hanya untuk remaja ke atas. Untuk mencapai air terjun tingkat pertama yang tingginya berkisar 40-50 meter meter itu cukup licin.
Airnya sangat jernih dan dingin, mengalir ke hutan lindung. Sementara di bawah ada air terjun tingkat dua yang tingginya hanya 4 hingga 5 meter.
Jelas kunjungan ke tempat ini bukan untuk petualang amatiran yang suka memakai sandal jepit. Saya bersyukur juga tidak menemukan jejak motorcross di tempat. Berarti dari jalur lain juga cukup ekstrem.
Mereka yang datang berjalan kaki, sebaiknya menggunakan sandal gunung atau sandal yang memikat kaki serta cukup tebal, lebih baik sepatu kets. Cidera di tempat ini sangat tidak menyenangkan, karena akan sulit membawanya ke bawah. Itu pun kalau kecelakaan ada orang lain.
Setelah satu jam berfotoria, kami pulang dengan ojek yang sama. Menurut tukang ojek yang saya tumpangi, sebagian sewa adalah untuk merawat tempat ini. Termasuk nantinya untuk membangun pagar di jalur yang rawan
Bagian ini pernah dimuat di Koridor