Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Tantangan Kreatif Animasi Indonesia, Peluang dan Tantangan Sama Besar

31 Maret 2023   23:24 Diperbarui: 3 April 2023   21:26 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di tengah pesatnya perkembangan kreativitas animasi, Indonesia tidak punya buku sejarah animasi dan kurang diperhitungkan dalam peta sejarah animasi dunia. Selain itu ada jarak antara lulusan dan kebutuhan industri.

Sejarawan sekaligus novelis Dyah Indra Mertawirana menyampaikan di tengah kebangkitan animasi Indonesia-sekalipun terlambat dibanding dengan negara seperti Amerika Serikat dan Jepang-tidak ada satu pun buku tentang Sejarah Animasi Indonesia.

"Ngeri nggak! Padahal Indonesia sudah punya SMK Animasi dengan produksi animasi luar biasa. Dengan tidak adanya buku Sejarah Animasi, timbul tanda tanya kurikulumnya pakai apa ya?" ungkap alumni Sejarah Universitas Sanata Dharma ini dalam acara Muspen Talk "Berkreasi Melalui Animasi"  yang digelar pada 30 Maret 2023 di Museum Penerangan Taman Mini Indonesia Indah.

Yang tak kalah menyedihkan dalam peta sejarah animasi setidaknya di dalam buku  sejarah animasi dunia terbitan  karya penulis Italia Giannalberto Bendazzi, terbitan 1995 ini  Indonesia hanya dibahas satu paragraf. Satu sosok yang disebut adalah Sasono Harjo, sutradara film animasi di era 1980-an.

"Ngeri nggak! Padahal negara lain bisa diulas dua halaman.  Andaikata Bendazzi datang tahun ini kita bisa direview 1 halaman. Karena pada  2011 progress produksi animasi kita luar biasa," ujar penulis skenario Biyani ini

Padahal Indonesia punya modal besar untuk maju pesat di Industri Animasi. Pertama, modal latar belakang sejarah yang sangat jauh dibanding negara yang kini disebut adidaya animasi. Peneliti evolusi manusia dan kimia bumi dari Universitas Griffith Maxime Aubert ketika meneliti pertanggalan absolut seri uranium dari deposit mineral permukaan cadas di Nusantara menemukan lukisan dua yang  usianya tua sekali.

Di antara lukisan gua di, di Maros, Sulawesi usianya 39 ribu hingga 17.400 tahun lalu, di Sangkulirang-Mangkalihat Kalimantan Timur 40 ribu tahun lalu.  Tapi terakhir 2021 Maxime bilang 45.500 tahun lalu lukisan gua di Sulawesi. Gambarnya hidup.

Fakta sejarah lainnya ialah  Candi Borobudur yang memiliki  2.672 relief menggambarkan cerita lengkap atau hanya satu episode tertentu.   Bukti lainnya ialah Wayang beber menggambarkan 18 penggalan dari kisah Damarwulan. 

Wayang beber mengangkat kisah cinta Damar Wulan dan Anjasmara berlatar belakang Perang Blambangan-Majapahit. Mulai dikenal pada abad ke 13 zaman Pajajaran.

 "Ada juga cerita Panji yang kini diadaptasi oleh Thailand.  Dongengnya mirip.  Jadi zaman itu negara lain meniru," kata perempuan yang karib disapa Dyah Merta ini.

"Kemudian muncul pertunjukanWayang kulit.  Jika dipikir animasi itu hanya wayang yang didigitalkan. Kini melihat karakter bergerak lincah ada narator tidak melihat dalang.  Jadi  kita punya akar historis untuk animasi," tutur Dyah Merta.

Dikatakannya, animasi itu tipuan visual.  Keunggulan Barat didukung oleh perkembangan teknologi. Walaupun animasi di Eropa  dimulai dengan  thaumatrope awal abad ke 19., Phenatiscope  rangkaian gambar berputar buat efek bergerak 1831, Zeotrope awal abad ke 19 . Kemudian diikuti Praxinoscope  penemuan Charles Emile Reynaud 1870-an.  Lebih maju karena ada cermin yang membuat gambar bergerak lebih hidup. 

Temuan kamera membuat animasi direkam dan bertahan lama menyebar di banyak tempat. Bila diamati karya  sienas Jerma Lotte Reineger, Adventures of Prince  Achmed, pada 1926 mirip gambar dipootng lalu dipotret,.

Barulah setelah sejak era kemunculan Disney mulai dari cell animation berupa gamabr di atas kertas bening atau celluid.   dunia animasi di Barat maju pesat.  Yang terkenal dari Disney adalah Snow White. Kemudian diikuti dengan teknologi komputer yang kini disebut CGI.

Animasi Indonesia  moden baru dimulai dari Puppet Animation dari Si Unyil 1979-1986 tayang di TVRI sejak 5 April 1981.  Produksinya sampai 603 seri tetapi yang tersimpan di ANRI hanya 178.

Berikutnya adalah era 1990-an  ada petulangan Si Kancil, Bawang Merah dan Bawang Putih, Timun Mas.  Ada jeda 20 tahun dari animasi pertama jadi ada masa kosong seperti orang mati suri. Kalau di Amerika Serikat kurun waktu sepanjang  seperti itu dipelajari teknologi baru.

Baru pada 2011 muncul animasi Indonesia di antaranya Janus Prajurit Terakhir,  Si Juki, hingga Nussa (2021) yang memberikan harapan baru.  

Modal lain ialah Indonesia kaya dengan cerita rakyat hingga sumber konten juga  berlimpah. Tinggal para kreator animasi Indonesia yang menggalinya.

Sementara Ahmad Humaedi, blogger dari komunitas Komiks, Kompasiana mengawali acara mengatakan optimisme memperbaiki film Indonesia tidak hanya terbatas pada film panjang, film pendek, film dokumenter.

Film animasi harus dilirik sebagai karya anak bangsa yang bisa mewarnai ekosistem perfilman nasional.  Apalagi saat ini kita sudah masuk era new media atau media baru, yang ada hanya platform streaming, hingga TV digital yang bisa dimasuki karya anak bangsa. 

"Dengan keberagaman tersebut film bisa dianggap sebagai salah satu sarana pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai moral," ucapnya.

Film animasi lokal mampu memancing impresi tentang kehidupan dengan tampilan grafis yang biasaya relate dengan kehidupan sehari-hari.  Film animasi sebagai produk kebudayaan populer, yang menjadi medium efektif untuk menyampaikan ideologi dan pesan kepada lintas generasi.

"Pertanyaannya, bisa nggak animasi memberikan ruang bagi talenta untuk berkarir di dalamnya? Mampukah film animasi Indonesia tembus ke pasar internasional?" tutupnya.

Sementara itu, Bella Yolanda yang menjadi narasumber lain dalam seminar ini turut menambahkan dua hal esensial bagi animator pemula.

Production Talent Manager di Infinite Studios ini mengungkapkan sejak beberapa tahun lalu ada masalah kurangnya kesadaran dari sekolah animasi di Indonesia terhadap apa yang diperlukan oleh industri animasi saat ini.

"Kurangnya kesadaran itu membuat adanya jarak antara kualitas produk lulusan sekolah animasi di Indonesia dengan kebutuhan industri. Hal ini perlu untuk disadari baik oleh sekolah maupun animator pemula," katanya.

Bella mengingatkan industri animasi butuh dukungan pemerintah seperti subsidi dana seperti negara luar, seperti Malaysia mendukung Upin dan Ipin yang jadi bisa tayang di sejumlah negara  (Irvan Sjafari).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun