Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Ivanna, Horor Luar Biasa dari Kimo Stamboel

17 Juli 2022   22:40 Diperbarui: 18 Juli 2022   13:35 1438
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ivanna merupakan spin off dari Danur Universe yang paling sadis, paling miris mengungkapkan peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia, sekaligus paling terbaik. Kimo Stamboel membuat film yang diangkat dari karya Risa Saraswati ini menjadi horor yang naik kelas.

"Setiap tetes darah saya yang menetes, tidak akan membuat hidup kalian mudah!" Demikian ucapan yang keluar dari mulut Ivanna (Sonia Alyssa), berapa saat sebelum dia tewas akibat tebasan katana yang dilakukan perwira Jepang bernama Matsuya (Hiroaki Kato) hingga kepalanya terpisah oleh badannya. Upaya Syaiful (Muhammad Khan), seorang laki-laki pribumi yang mencintainya menyelamatkannya gagal. Bahkan Syaiful tertembak.

Sebelum mati Noni Belanda meradang melihat para pegawai pribumi keluarganya mengkhianati dan ikut menganiayanya. Padahal keluarganya selama masa penjajahan Belanda membela para pribumi yang membuat mereka diasingkan. 

Dia juga begitu geram kepada Matsuya yang sudah diberikan semua informasi yang diketahui tentang keberadaan tentara dan pejabat Belanda yang dibencinya karena mengasingkan keluarganya dari pergaulan akibat terlalu dekat dengan pribumi.

"Saya mengkhianati bangsa saya sendiri," ujar Ivanna ketika rumahnya diserbu tentara Jepang pada 1943. Bahkan di saat genting dia masih menyembunyikan para pegawainya. Tetapi Matsuya dengan enteng berkata: "Kamu bukan pribumi dan pemilik tanah di sini!"

Ivanna adalah spin off berikutnya dari MD Picture terkait Danur Universe yang diangkat dari novel karya Risa Sarawari. Kali ini ditangani oleh sutradara Kimo Stamboel, salah satu dari Mo Brothers yang kondang dengan ciri khasnya slasher istilah film yang pernuh dengan darah.

Ivanna-Kredit Foto: Info Redaksi.
Ivanna-Kredit Foto: Info Redaksi.

Hasilnya Ivanna menjadi film horor yang luar biasa, bukan saja dari sinematografi dan visual tetapi juga latar belakang sosok hantu Ivanna- yang juga ditampiilkan dalam Danur 2: Maddah- menjadi begitu ganas dan sangat mendendam terhadap orang-orang berwajah melayu yang memasuki tanahnya.

Bagi saya seperti halnya tokoh-tokoh hantu dari Risa Saraswati berada dalam wilayah abu-abu, tidak hitam putih. Setidaknya tokoh hantu itu semasa hidupnya tidak jahat, bahkan orang baik seperti halnya Asih. Tragedi yang membuat mereka menjadi kejam.

Setting sejarah Ivanna, seperti halnya cerita Peter dan kawan-kawannya cukup kuat. Karena pada masa penjajahan Belanda, kota Bandung menurut sejarawan Wertheim memiliki populasi orang Eropa yang paling banyak dari segi persentase. Sekitar sepuluh persen kota kembang itu orang Belanda (1).

Sejumlah literasi menyebutkan pada masa pendudukan Jepang dan awal Perang Kemerdekaan, sejumlah orang Belanda sipil menjadi korban. Sebetulnya bisa dimengerti karena sistem kolonial melakukan diskriminasi terhadap kehidupan pribumi dan aneka kebijakan yang represif menumpukan rasa benci yang tersimpan dan menunggu waktunya meledak.

Cuma yang membuat saya tidak habis pikir mengapa sasaran gerakan massa menjadi tidak terkendali bisa-bisanya menyasar kepada sipil termasuk perempuan dan anak-anak Eropa.

Saya kira karya Risa Saraswati cukup menarik untuk dilacak dengan sumber primer seperti arsip, surat kabar dan cerita tutur, sekalipun saya tahu akan sulit. Sampai saat ini menjadi pe-er saya untuk blog di Kompasiana yang belum terlaksana.

Kimo cukup detail pada elemen-elemen sejarah ini gramophone, busana hingga perabor rumah Ivanna. Termasuk ketika cerita film itu melompat ke tahun 1993, ketika kakak beradik Ambar (Catlin Halderman) dan Dika (Jovarell Calum) pindah ke sebuah panti jompo di desa Cimaju dalam cerita disebutkan dalam wilayah Kabupaten Bandung, termasuk bus antar kota yang digunakan.

Mereka telah yatim-piatu, karena orangtua mereka meninggal hingga menetap ke panti jompo milik sahabat orang tua Ambar dan Dika dan anaknya, Agus (Shandy William).

Kembali ke cerita, Kimo membawa penonton tidak terburu-buru dengan mengenalkan susana panti jompo, di mana para penghuninya sebagian besar pulang menjelang lebaran hingga tinggal tiga orang. Mereka adalah Nenek Ani (Yati Surachman), Kakek Farid (Yayu Unru), dan Oma Ida (Rina Hassim). Ketiganya diurus oleh Rina (Taskya Namya) dan pacarnya Agus.

Tidak lama setelah kepindahan Ambar dan Dika, cucu Oma Ida, Arthur (Junior Roberts), datang untuk merayakan Idul Fitri. Ambar diceritakan memiliki masalah rabun (bisa melihat namun buram), bisa melihat sosok yang tidak bisa melihat manusia biasa alias indigo, kemampuan sama yang dimiliki Risa. Sewaktu adegan awal di bus, penonton sudah dikenalkan dengan kemampuan Ambar.

Suatu ketika Ambar, Dika, dan Arthur tidak sengaja menemukan patung tanpa kepala beserta piringan hitam di ruang bawah tanah di samping panti. Penemuan itu bak membuka kotak pandora membangkitkan arwah noni Belanda tanpa kepala yang penuh dendam dan korban pun berjatuhan.

Seperti halnya setting sejarah 1943 di masa tragedi menimpa Ivana, setting berikutnya diceritakan kejadian kedatangan mereka menjelang Hari Raya Idul Fitri pada 1993. Kalau saya telusuri pada 1993 jatuh pada 25 Maret 1993, masih dalam musim hujan. Jadi ketika hujan turun deras dalam sejumlah adegan penting sangat masuk akal.

Tentu saja penggunaan telepon analog, interkom yang menghubungkan antar ruang di panti jompo, mobil kijang yang digunakan Yudi (Tanta Ginting) polisi yang datang menyelidiki kematian seorang penghuni panti jompo, seperti membawa saya ke era terakhir dekade 1990-an. Era itu menarik karena merupakan transisi ke asa digitalisasi pada 2000-an.

Sinematografi dan visual dari film ini unik. Keberadaan Ivanna bisa dirasakan Ambar selain dengan penglihatannya, mendengar lewat interkom. Sementara penghuni panti lainnya bisa melihat tragedi yang terjadi pada 1943 lewat siluet cahaya dari senter. Sementara Ambar bisa melihat dengan jelas kejadian itu.

Kimo menampilkan ciri khas dalam menggarap horor dengan menampilkan sejumlah adegan yang menjadikan Ivanna adalah spin off dari Danur Universes yang paling sadis, di antaranya ketika hantu Ivanna mencopot kepala Nenek Ani dan darah tumpah di lantai bercampur air.

Begitu juga penceritaan soal sosok Ivanna dari keluarga Van Dijk melalui diary yang ditemukan dan bisa diterjemahkan oleh Kakek Farid begitu elegan. Keluarganya yang mencintai pribumi hingga menamakan anak bungsunya Dimas, merupakan nama Indonesia.

Yang lebih miris lagi Ivanna semasa pendudukan Jepang hingga akhir tragis dijadikan Jugun Ianfu (wanita penghibur), yang juga menimpa perempuan Indonesia. Salah satu persoalan sejarah yang sulit dilupakan masa pendudukan Jepang. Elemen-elemen ini membuat Ivanna menjadi kaya dengan informasi apa yang terjadi masa itu.

Kimo menjadikan Ivanna sebagai spin off Danur Universe, yang paling sadis dan paling miris yang diangkat dari karya Risa Saraswati, memadukannya dengan elemen sejarah dan membuat film horor Indonesia naik kelas.

Irvan Sjafari

Catatan Kaki:

1. Wertheim, W.F. The Indonesian Town: Studies in Urban, terbitan 1959

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun