Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Petualangan Manuk Dadali (13, Pesta Terakhir Kumpeni)

7 Mei 2022   20:49 Diperbarui: 7 Mei 2022   21:00 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi-Irvan Sjafari

Tiga Belas:  Pesta Terakhir Kumpeni

Adolf Badu, Jan Pieter Van De Bosch, Overste Vermeulen Kriger.  Kapten Raymond, Letnan Cornelius Hendrickson, Vaandrig August Tiedelman, Mujitaba, Tumegung Waluyo,  Raden Slamet mengadakan rapat kilat. Radar sudah menangkap iring-iringan armada Nusantara menuju mereka.

"Oke, kita siapkan  tiga fregat, kapal selam Leviathan,  Tiga kapal selam kecil dan Tiga pesawat tempur. Tapi pengangkutan dipercepat," pinta Vermeulen. "Kami sudah kehilangan seratus lima puluh serdadu dan seratus lima puluh robot sejak Tanjung Jakarta. Setelah mengangkut biji Ultra itu dan ikan QQ ke Kapal Ruang Angkasa Gagak , segera pergi. Kau Slamet, Adolf, Mujitaba ikut kami, karena kau sudah ketahuan."

Ketiganya mengangguk.

Mereka tiba di pulau Farid, salah satu dari   kepulauan yang  saling  berdekatan  paling berjarak 5-10 kilometer, namun punya kedalaman air laut rata-rata satu-dua kilometer. 

Raya dan Sono menatap mata Mujitaba.  Sebetulnya Raya bisa melindungi dengan perisai. Namun ia tidak bisa melindungi Sono yang dipisahkan sejarak lima ratus meter.  Mujitaba mentap Raya.

"Kau tunangan Gregorius Hendro itu, ya?" cetusnya dengan wajah bengis. "Itu rupanya membuat kau kemari. Tahu tidak? Aku yang menusuk tenguknya dengan belati ini."

Mujitaba memperlihatkan belati penuh ukiran nama. "Ini orang-orang yang kupateni dengan belati ini ada dua puluh orang, sebentar lagi dua puluh satu. Namamu akan diukir di dekat nama tunanganmu."

Raya diam saja. Tetapi amarah makin berkecamuk di dadanya.

"Mayat korbanku selalu dihanyutkan di laut. Khas Lanun Hitam!"  ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun