Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Virgin The Series dan Revisionis Keperawanan

13 Maret 2022   22:41 Diperbarui: 13 Maret 2022   22:58 2383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Kalau keperawanan diartikan murni, belum terusik. Hidup saya terusik, pikiran saya tidak murni, sekalipun saya perawan."

Testimoni salah seorang tokoh perempuan di depan teman-teman SMA-nya, direkam untuk disiarkan di media sosial merupakan salah satu adegan penutup yang manis dan sebetulnya mencekam dalam Episode ke 10 atau episode pamungkas "Virgin The Series".

Serial  yang ditayangkan di Disney Plus Hotstar 14 Januari hingga 11 Maret 2022 menjungkirbalikan nilai  keperawanan dibandingkan versi layar lebarnya bertajuk "Virgin: Ketika Keperawanan Dipertanyakan" pada 2004.

Film yang berawal dari kisah kematian Keke, salah seorang murid  di sebuah SMA, bak cerita dektektif  membuka tabir ke hal-hal yang lebih besar, mulai dari sindikat perdagangan perempuan (human traficking), konten pornografi yang menjadikan perempuan sebagai objek, hingga pengedar narkoba jenis baru. Isu-isu aktual saat ini.  

Mungkin karena skenarionya ditulis oleh Cassandra Massardi, seorang perempuan, sekalipun sutradaranya laki-laki Monti Tiwa,  versi web  jauh lebih dahsyat dibanding versi layar lebarnya karya sutradara Hanny R. Saputra dengan skenario Armantono (dua-duanya laki-laki).

Adegan dalam film Virgin (20040-Kredit Foto: Prambors.FM
Adegan dalam film Virgin (20040-Kredit Foto: Prambors.FM

Versi layar lebarnya bercerita tentang tiga sekawan siswi sebuah SMA Biyan (Laudya Cynthia Bella) yang digambarkan hidupnya menyenangkan, Stella (Ardina Rasti) anak orang kaya dan Katy (Anggie) dari keluarga yang ekonominya pas-pasan.

Mereka bertiga berpetualang di gemerlap malamnya Jakarta di klub malam. Katty dan Stella digambarkan melepas keperawanan untuk kehidupan hedonis. Katty bahkan menjadi perempuan pekerja seksual karena jenuh  dengan kemelaratannya.

Sementara Biyan tetap mempertahankan keperawanannya. Tokoh Biyan digambarkan gemar menulis jurnal dalam laptopnya. Sementara kedua rekannya Stella terjebak dalam film porno setelah ditipu mencari bintang iklan sabun. dan membuatnya nyaris bunuh diri setelah orangtuanya terpukul.  Masalah makin menumpuk, ketika mobil pinjaman ketiga sekawan itu hilang dan harus diganti. Katty terus menjual dirinya untuk ikut menebus monil yang hilangnya yang tentunya mahal  dan Stella menjual mobilnya.

Biyan pun mengambil keputusan untuk menjual mahal keperawanannya. Film ini memang berakhir dengan tokoh utamanya Biyan (Laudya Cynthia Bella) mempertahankan keperawanannya, dari predator seksual. Tetapi Biyan mempertahankannya sceara persuasif dan atas belas kasihan si laki-laki, padahal sudah membayar.

Memang benar,Biyan menjadi contoh remaja yang berhasil menjadi contoh mempertahankan keperawanan yang sakral dalam norma agama. Katty memelihara bayinya dan berhenti menjadi pekerja seksual dan Stella tetap tegar. Lalu ketiganya bergembira dalam acara peluncuran novel karya Biyan berjudul Virgin.

Sah-sah saja, tetapi dalam versi film sepertinya  perempuan tetap disalahkan dan pelaku laki-laki menang.  Saya sependapat dengan  penelitian dari Agustina Mawardani dalam skripsinya di Jurusan Komunikasi, FISIP Universitas Airlangga bertajuk "Representasi Keperawanan dalam Film" pada 2006 menyampaikan bahwa Virgin menjadikan keperawanan bukan lagi hal yang penting.

Penggambarannya direpresentasikan melalui penjualan keperawanan demi uang dan gaya hidup, melepas keperawanan di usia yang masih sangat muda, serta memaknai keperawanan menjadi bukan lagi sesuatu hal yang penting untuk dipertahankan dalam pergaulan yang bebas. Adanya ideologi patriarki dibalik film ini mencerminkan keperawanan sebagai diskriminasi kekuasaan seksual laki-laki atas perempuan. Ideologi kapitalis mendukung keberadaan idologi patriarki melalui penggambaran penjualan keperawanan

Tidak demikian dengan "Virgin The Series".  Bangunan ceritanya sepintas serupa tentang tiga sekawan. Yang pertama Talita (Adisthy Zara) anak keluarga single parent yang tinggal bersama adiknya bersama ayahnya, Wira (Rizky Hanggono) karena Sang Ibu meninggalkan mereka.

Kedua  Briana "Bee" (Shalom Razade), anak orang berada walau dari orangtua tunggal psikiater kondang Linda (Enditha). Ketiga, Raya Fitri (luthesa) dari keluarga kurang mampu yang hidup dari keringat kakaknya Dilan (Irzan Faiq)  sebagai pengemudi ojek daring.

Kalau Biyan menulis di jurnal, maka Talita menulis di web sekolah selain laptopnya serta mengurus majalah dinding.  Talita benar-benar ingin menjadi jurnalis didukung kawannya Faris (Panji Zoni), Sang fotografer.

Talita nekad melakukan investigasi masalah kematian Keke, putra Jaya (Kiki Nahendra), pengusaha kaya di sekolah itu dan sekaligus Ketua Yayasan  Sekolah itu akibat bunuh diri.  Di satu sisi kepolisian juga tidak tinggal diam dipimpin Iptu Vita Firmansyah (Della Dartyan).

Saya suka penyelidikan polisi dipimpin perempuan ketimbang versi layar lebarnya polisi tidak berbuat apa-apa, padahal pornografi yang melibatkan Stella sudah kriminal. Oh, ya UU ITE belum ada waktu itu dan belum ada UU yang menjerat para pelaku yang behrubungan seksual dengan perempuan di bawah umur . Sebagai Catatan UU Nomor 35 Perlindungan Anak baru disahkan pada 2014.

Tentu saja pada zaman digital ini, versi web menjadi lebih segar. Lelang keperawanan, konten pornografi berbayar, hingga predator seksual menempatkan laki-laki pihak yang ganti disalahkan. Perempuan praktis menjadi korban dalam versi web ini.

Ada  Senja (Laura Theux) yang rela menyerahkan keperawanannya pada pria membuatnya nyaman. Tidak lagi karena kehidupan yang gemerlap. Laki-laki memanfaatkan kelemahan itu. Tokoh ini kakak dari Hiro (Alzi Makers) dan peserta workshop psikologi yang digelar Linda bersama rekannya Lukman Sanjaya (Wingky Wiryawan).

Sementara di kalangan remaja masih ada tokoh Carissa Rahman (Carmella Van De Kreuk), kawan se-geng dari Keke (Arla Ailani), ada David Jamal, selebgram populer (Rangga Natra), Banyu Arjuna, seorang hacker (Abun Sungkar).  

Di kalangan dewasa, ada tokoh  istri dan Djaya, Rosa Mariana (Asty Ananta) yang hubunganya retak dengan suaminya karena kematian anaknya, ada Mira Valida (Nova Eliza) petinggi sekolah yang ambisius.

Celakanya, para predator seksual bukan lagi laki-laki yang berwajah mesum dan kriminal seperti versi layar lebarnya, tetapi pria terpelajar dan baik-baik di mata publik. 

Bukankah fakta ada yang demikian?  Para predator bisa membuat opini publik dibalik ketika diserang lewat media sosial yang sama dan menjadi viral pula.  Korban-korban mulai berjatuhan karena sindikat ini menutup jejaknya. 

Para tokoh perempuan yang melawannya terancam, kalau tidak di panti rehab jadi tuduhan pansos di media sosial.  Namun para tokoh perempuan dalam versi web ini mampu memukul balik dengan telak. Para tokoh antagonis laki-laki tidak ada yang lolos dari hukuman: sesuai pakem film kasik evil must pay.  

Saya suka adegan percakapan Vita dengan pelaku utama sindikat itu di rumah salah seorang korbannya. Vita sudah menunggu sambil bermain piano. Dialog yang mengerikan, memakai logika psikologi.      

Memang perempuan tidak luput dari kesalahan.  Tetapi antagonis perempuan dalam versi web ini melakukan perbuatan yang menjurus kriminal untuk melawan hegemoni kapitalisme,  bahkan juga patriaki. 

Kalau siapa yang menjadi para pelaku predator seksual dalam film ini bisa ditebak sejak pertengahan cerita, tidak demikian dengan tokoh antagonis perempuan yang disembunyikan dengan jitu oleh penulis skenario dan sutradaranya.  Saya sendiri tidak bisa menebaknya.  

Bagi saya secara keseluruhan  "Virgin The Series" seperti revisionis dari versi film layar lebarnya. Saya bersikukuh sebetulnya baik versi layar lebarnya maupun versi web bukan film yang pas untuk remaja, setidaknya mereka   harus didampingi orang dewasa untuk menontonnya. Di antaranya umpatan-umpatan kasar bertebaran dalam beberapa adegan. 

Cukup menarik akhir-akhir ini muncul film layar lebar Indonesia yang juga revisionis terhadap apa yang disebut keperawanan.  Kehilangan keperawanan tidak lagi digambarkan hitam dan putih. "Yuni" karya Kamila Andini misalnya bentuk perlawanan perempuan pada budaya patriaki. 

Saya juga miris (memilih kata yang lebih sopan dari jijik) melihat salah satu adegan ketika laki-laki seenaknya menawarkan sejumlah uang sebagai DP untuk melamar Yuni dan akan ditambah kalau perawan.  Hampir tak jauh beda dengan lelang keperawanan di dalam "Virgin The Series". Hanya yang satu dilakukan secara formal dan (seolah) mematuhi norma dan  yang satu imbas dari kapitalisme.

Yuni melawan dengan dahsyat yaitu melepas keperawanannya sesuai kehendaknya karena jengkel akibat tradisi di desanya di kawasan Banten, dia harus kehilangan cita-citanya. Dia menjadi perempuan yang bebas dengan caranya.    

Sebetulnya ada film lain terkait soal keperawanan, yaitu "Virgin 2" (2009)  "Virgin 3" (2011)  hingga "Not For Sale" (2010) ketiganya karya Nayato Fio Nuala.  Dyestari  Dyanutami dalam tulisannya "Konserfatisme dan Keperawanan" dalam Film Remaja" dimuat di "Unair News" tayang pada  3 Januari 2016 menggambarkan diskursi keperawanan sebagai identitas perempuan Indonesia yang diagungkan ditunjukkan dengan tingginya 'harga' yang rela dibayarkan oleh pria paruh baya.

Dalam film remaja di Indonesia menurut pengamatannya, keperawanan muncul sebagai indikator dari 'perempuan baik-baik'. Para tokohnya perawan lugu yang mudah dijebak oleh laki-laki bahkan tidak menguasai cara bersosialisasi dengan laki-laki. 

Untungnya sudah muncul serial web "The Virgin" dan "Yuni" yang akhirnya memberikan warna lain  soal pertanyaan tentang keperawanan.

Irvan Sjafari

Kredit Foto Lengkap:

https://www.tribunnews.com/seleb/2022/01/15/virgin-the-series-telah-tayang-di-disney-plus-hotstar-berikut-sinopsisnya

https://www.pramborsfm.com/entertainment/film-terlaris-di-tahun-2004-virgin-kini-hadir-dengan-versi-serialnya 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun