Mohon tunggu...
irvan sjafari
irvan sjafari Mohon Tunggu... Jurnalis - penjelajah

Saat ini bekerja di beberapa majalah dan pernah bekerja di sejumlah media sejak 1994. Berminat pada sejarah lokal, lingkungan hidup, film dan kebudayaan populer.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Boneka: Sejarah, Spiritual, dan Fiksi

8 Januari 2022   18:49 Diperbarui: 10 Januari 2022   22:03 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boneka arwah yang menjadi viral akhir-akhir ini sebetulnya bukan hal yang baru. Sejak kehadiran boneka dalam peradaban manusia terkait dua sisi, yaitu sebagai mainan anak-anak dan satu lagi pada kebudayaan masyarakat tertentu punya fungsi spiritual.  Itu sudah berlangsung berabad-abad.  Saya kira apa yang jadi viral dan polemik sekarang lebih karena sensasi. 

Entry "Doll" dalam Funk  & Wagnalls New Encyclopedia Volume 8 dan encyclopedia brtitannica memberikan informasi menyebutkan boneka-boneka  yang dibuat dari potongan kayu datar dengan desain geometris dan dengan rambut yang terbuat dari benang tanah liat atau manik-manik kayu telah ditemukan di kuburan anak-anak di Mesir yang berasal dari 3000 hingga 2000 SM. 

Kehadiran boneka seperti itu di makam anak-anak menunjukkan bahwa mereka adalah harta berharga serta objek pemujaan, untuk melayani mereka di alam setelah kematian.  Boneka dimakamkan bersama anak yang meninggal pada masyarakat Yunani dan Romawi kuno.

Boneka Amerika tertua mungkin yang ditemukan di kuburan Inca dan Aztec, seperti yang ada di dekat piramida Teotihuacn. Namun belum jelas boneka ini terkait dengan anak-anak atau untuk hal yang ritual.

Kebanyakan boneka kuno adalah ciptaan sederhana yang terbuat dari tanah liat biasa, kain lap, kayu atau tulang, contoh yang lebih baik dibuat dari gading atau lilin, tanah bakar yang dipanggang hingga warnanya cokelat kemerahan. 

Namun baru pada 600 SM terdapat boneka yang menggunakan pakaian yang bisa dilepas hingga anggota badan yang digerakan.  Pada awal abad pertengahan di Eropa boneka digunakan sebagai bagian dari perayaan Natal.

Boneka yang pertama sebagai mainan anak-anak dan dijual secara komersial pada awal 1413 di Dochenmacher dan ada  pembuat boneka, di Nrnberg, Jerman.  Antara abad ke-16 hingga ke-18, kota-kota ini adalah produsen boneka dan mainan terkemuka.

Metode produksinya masih mentah, tetapi produk mereka yang disesuaikan mewakili wanita Jerman waktu itu dengan bahan dari kayu, tanah liat, kain dan lilin. Pembuatan boneka kemudian diikuti oleh pabrik di Beland, Italia , Prancis dan Inggris dengan repesentasi perempuan dan pakaian negara masing-masing.

Paris adalah produsen boneka secara massal, terutama membuat boneka fashion. Rumah boneka juga populer di Eropa sejak abad ke-16 dan pada abad ke 18 boneka sudah umum  menjadi mainan baik untuk anak perempuan maupun laki-laki dengan figurnya masing-masing.

Kepala boneka terbuat dari kayu, terakota, pualam, dan lilin---teknik terakhir yang disempurnakan di Inggris oleh Augusta Montanari dan putranya Richard (sekitar1850-1887), yang mempopulerkan boneka bayi. Sekitar tahun 1820, kepala boneka porselen (Dresden) mengkilap dan kepala bisque (keramik) tanpa glasir menjadi populer.

Sementara boneka bisque Prancis yang dibuat oleh keluarga Jumeau pada 1860-an memiliki leher putar; bodinya terbuat dari kayu atau kawat yang dilapisi anak atau dari anak yang diisi dengan serbuk gergaji, jenis manufaktur yang tetap umum sampai digantikan oleh plastik cetakan pada abad ke-20.

Sambungan soket, mata yang dapat digerakkan, boneka bersuara, dan boneka berjalan diperkenalkan pada abad ke-19, seperti halnya buku boneka kertas dan boneka karet India atau gutta-percha. Periode dari tahun 1860 hingga 1890 adalah masa keemasan boneka busana bisque Paris yang didandani dengan rumit dan "model miliner" yang lebih kecil

Selain di Eropa, boneka juga ada pada  sejarah masyarakat di Jepang. Hanya saja di sana  boneka lebih sering menjadi figur festival daripada mainan. Pada festival anak perempuan yang diadakan pada Maret, boneka yang mewakili kaisar, permaisuri, dan istana  ditampilkan.

Sementara tara gadis-gadis dari usia 7 hingga 17 tahun di negara matahari terbit itu  saling mengunjungi untuk memperihatkan  koleksi yang mereka punya, sekaligus menyuguhkan minuman pertama, kepada Yang Mulia, lalu kepada para tamu, dalam sebuah ritual yang berusia lebih dari 900 tahun.

Anak laki-laki Jepang juga mengadakan festival boneka tahunan, dari  Mei pertama setelah mereka lahir sampai mereka berusia sekitar 15 tahun. Anak laki-laki memainkan  boneka prajurit, senjata, spanduk, dan kelompok tokoh legendaris dipajang untuk mendorong kebajikan kesatria.

Boneka juga dikenal di India, yaitu boneka yang dihias dengan rumit diberikan kepada pengantin anak oleh orang Hindu dan Muslim. Di Suriah, gadis-gadis usia menikah menggantung boneka di jendela mereka.

Di Afrika Selatan, di antara orang-orang Mfengu, setiap gadis dewasa diberikan boneka untuk disimpan untuk anak pertamanya; pada kelahirannya, ibu menerima boneka kedua untuk disimpan untuk anak kedua.

Namun boneka baru menjadi kebudayaan populer pada abad ke-20, boneka yang sangat populer termasuk boneka beruang (1903); boneka Kewpie (1903); Bayi Bye-lo, yang memejamkan mata saat tidur (1922); boneka Dydee dan Wetsy Betsy (1937); boneka Barbie (1959); Cabbage Patch Kids (1983); dan Koleksi Gadis Amerika (1986).

Kehadiran boneka juga mengilhami munculnya sandiwara boneka Pertunjukan boneka diperkenalkan mungkin olehleh Leon Battista Alberti pada 1437.  Pada abad ke-17, pertunjukan boneka dipamerkan di jalan-jalan oleh pemain sandiwara keliling, dan perangkat itu menjadi mainan anak-anak yang populer.

Beberapa, dilengkapi dengan pemandangan bergerak dan figur kayu atau karton, berkembang menjadi teater remaja abad ke-19 (lihat teater mainan). Pertunjukan mengintip juga merupakan pendahulu dari berbagai jenis mainan optik, termasuk stereoskop dan lentera ajaib.

Cerita anak-anak petualangan Pinokio karya penulis Italia Carlo Collodi pada 1883 adalah referensi fiksi tentang eksistensi boneka.  Begitu juga dengan pengarang Denmark Hans Christian Andersen (1805-1875), tentang boneka prajurit dan boneka balerina. Cerita fiksi ini membuktikan sosok boneka menjadi inspirasi.

Boneka dan Spiritual

Pada bagian atas disinggung bahwa boneka pada kebudayan Indian terkait ritual. Ada yang disebut sebagai kachina, Hopi katsina, dalam agama tradisional suku Indian Pueblo di Amerika Utara, salah satu dari lebih dari 500 makhluk roh dewa dan leluhur yang berinteraksi dengan manusia. Setiap budaya Pueblo memiliki bentuk dan variasi kachinas yang berbeda.

Masyarakat Indian meyakini Kachinas  tinggal bersama suku mereka selama setengah tahun setiap tahunnya. Mereka akan membiarkan diri mereka terlihat oleh sebuah komunitas jika laki-lakinya melakukan ritual tradisional dengan benar sambil mengenakan topeng kachina dan tanda kebesaran lainnya. Roh-makhluk yang digambarkan pada topeng dianggap benar-benar hadir dengan atau di dalam pemain, untuk sementara mengubahnya.

Kachinas juga digambarkan dalam boneka kayu berukir kecil dengan ornamen berat, yang secara tradisional dibuat oleh laki-laki dari suatu suku dan disajikan kepada anak perempuan; anak laki-laki menerima busur dan anak panah.

Boneka kayu ini digunakan untuk mengajarkan identitas Kachinas dan simbolisme religi mereka. Identitas arwah tidak tergambar dari bentuk tubuh boneka yang biasanya sederhana dan rata, tetapi terutama oleh warna yang diaplikasikan dan bulu yang rumit, kulit, dan terkadang ornamen kain pada topengnya.

Boneka dalam Fiksi dan Film

Boneka menjadi tema horor bukan hal yang baru.  Pada pertengahan 1975 ada film televisi yang bertajuk  "Trilogy of Teror "  tentang "Boneka Fetish Zuni." ,semacam boneka suku yang tampak mengerika yang mengejar penghuni sebuah apartemen.

Tokoh utamanya seorang perempuan digigit oleh boneka setan tersebut dan akhirnya menjelma menjadi setan dalam boneka tersebut.  Jadi kalau ada film horor kontemporer setan dari boneka yang merasuki manusia bukan hal yang baru.  Secara sinematografi, tentu terasa kasar bagi penonton sekarang tetapi pada masanya menakutkan.

Namun bagi saya hanya ada satu serial televisi dari sineas Alfred Hitchcock (1899-1980) terkait boneka yang justru paling menakutkan di antara semua serial pria yang kerap mengucapkan "Good Evening "ini dalam intronya ialah yang bertajuk "Where The Woodbine Twineth", diproduksi 1965 dan diputar di TVRI 1970-an.

Ceritanya masih saya ingat seorang anak yatim Eva diasuh oleh seorang kapten kapal di Sungai Mississipi dan perawat bernama Nell.  Suatu ketika Eva mendapatkan boneka dengan sosok perempuan negro, bernama Numa.  

Suatu ketika dia mendapatkan seorang gadis kulit hitam bermain bersama Eva di halaman belakang dan diusirnya. Namun ketika  Nell menemukan  boneka di kotak Numa berubah menjadi boneka perempuan kulit putih wajahnya seperti Eva. Kesannya mereka bertukar tempat.

Mungkin ini kritik Hitchcock terhadap rasialisme di Selatan Amerika? Entahlah, tetapi saya membayangkan kalau jadi Nell sangat menakutkan. Sampai sekarang masih teringat adegan itu, orisinal.

ilustrasi-Foto: https://www.menshealth.com/entertainment/a37938337/childs-play-chucky-movies-in-order/
ilustrasi-Foto: https://www.menshealth.com/entertainment/a37938337/childs-play-chucky-movies-in-order/

Situs Thrillist menempatkan "The Child Play" dengan tokoh  Chucky menempati  posisi teratas dalam film horor bertema boneka. Monster kecil itu tidak hanya terbukti sangat tangguh  tetapi menjadi contoh nyata bagaimana membuat konsep konyol menjadi menakutkan.

Sutradara Tom Holland tampaknya menyadari betapa mudahnya film ini berantakan, jadi dia mempertahankan selera humor yang percaya diri dan pendekatan yang menyenangkan terhadap bagian-bagian yang menakutkan. Child's Play adalah salah satu film horor yang paling berkesan di tahun 1980-an dibuat sekuelnya dan remakenya, serta menginspirasi film horor boneka serupa.

Film Indonesia? Ya, ada tentang boneka. Tetapi rasanya kok tidak cocok dengan kebudayaan Indonesia dan rasanya mengadopsi film horor Hollywood dengan sosok seperti Annabelle. Boneka yang dimasuki arwah.  

Soal film horor Indonesia, ada satu mengusik bagi saya apakah benar  ada aspek mistis di balik lagu "Boneka Abdi" yang menjadi unsur dalam trilogi "Danur" dari novel karya Risa Saraswati, karena lagu tersebut lagu Sunda kemungkinan abad ke 19 dan juga diadaptasi dari lagu Jerman.  

Sekalipun sudah dijelaskan Risa bahwa lagu itu sering diperdengarkan pengasuh anak-anak Belanda yang menjadi korban tentara Jepang di Bandung. Namun Risa sendiri juga mengadaptasi lagu tersebut dengan nuansa mistis.

Dalam bentuk dan fungsi lain boneka juga ada dalam kebudayaan berbagai masyarakat Indonesia, seperti di Betawi ada ondel-ondel di Betawi, Patung Tau-tau di Toraja, Wayang Golek di Jawa Barat, Barong Landung di Bali  dan sebagainya. Sayangnya sineas Indonesia justru tidak menggarapnya atau saya yang kurang jeli bahwa ada film Indonesia terkait hal ini, yang bukan adaptasi film luar.

Irvan Sjafari

Sumber lain:

https://www.thrillist.com/entertainment/nation/best-scary-doll-horror-movies

https://www.imdb.com/title/tt0394103/plotsummary?ref_=tt_ov_pl

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun